Dua Puluh Sembilan

258 44 9
                                    

Jangan lupa vote terlebih dahulu ya! Dan jangan lupa komen juga Terima kasih :)

🎀🎀🎀

Mahera mengusap wajahnya pelan. Sesekali ia memandangi rak-rak buku serta atap plafon ruang kepala sekolah. Mahera menoleh 'kan kepala saat pintu ruangan kepala sekolah terbuka dan berdencit.

Dua orang wanita yang mengenakan kerudung berwarna biru tua berjalan menghampiri Mahera. Mereka pun duduk tepat dihadapan Mahera. Mahera memalingkan wajah kemudian menunduk.

"Kamu, sudah tahu kenapa ibu memanggil kamu?" tanya Bu Desi yang menggunakan kaca mata dengan nada lembut, namun wajah tegas.

Mahera mengangkat kepala. Melihat wajah Bu Desi selaku kepala sekolah.

"Tau bu. Saya tidak masuk selama seminggu tanpa keterangan."

Bu Desi sebagai guru BK memandang dengan sedih pada Mahera. Usai Mahera berucap, Bu Desi langsung menaruh selembar kertas. Mahera menerka-nerka dalam hati mengenai selembar kertas yang tiba-tiba saja diletakkan di atas meja oleh Bu Desi. Bu Ajeng melirik sekilas pada Bu Desi. Bu Desi yang duduk di samping mengangguk, memberi isyarat.

"Jadi begini, Nak Mahera. Sudah hampir dua bulan kamu menunggak bayaran. Orang yang selama ini menanggung biaya sekolah kamu, sedang dalam masalah. Sehingga, dia belum bisa membiayai sekolah kamu kembali," jelas Bu Desi, sambil mengambil napas panjang. Dan kembali berkata, "Karena hal tersebut, sekolah pun memutuskan untuk mengalihkan kamu mengikuti beasiswa untuk siswa kurang mampu." ucap Bu Desi—Mahera terdiam mendengarkan penuturan itu.

"Jadi, apa kamu mau mengikuti saran yang sekolah berikan?" tanya Bu Ajeng.

Mahera menatap Kepala sekolah dan guru Bk nya dengan ekspresi datar. Sementara Bu Desi dan Bu Ajeng terdiam lama, menunggu keputusan Mahera.

"Maaf bu sebelumnya. Kalau saya boleh tahu, siapa ya orang yang sudah membiayai sekolah saya selama ini?" Kali ini kedua wanita itu terdiam bungkam. Mereka saling berpandangan.

"Bu?" ucap Mahera.

"Untuk itu, ibu belum bisa memberi tahu siapa orangnya," jawab Bu Ajeng.

"Kenapa, Bu?!" tanya Mahera tidak terima.

"Karena, orang yang membiayai meminta untuk merahasiakan," pungkas Bu Desi. Mahera menghela napas berat dan mengangguk pasrah.

"Jadi, apa kamu mau mengikuti saran yang sekolah berikan?" tanya Bu Ajeng kembali. Mahera mendelik.

"Ibu kasih kesempatan seminggu untuk kamu berpikir. Mau menerima beasiswa ini atau tidak. Dan persyaratannya bisa kamu baca dahulu," lanjut Bu Ajeng.

Bu Desi menyodorkan kertas beasiswa pada Mahera. Mahera menerima kertas yang berisi persyaratan untuk mengajukan beasiswa. Mahera memutuskan berdiri dari kursi setelah dipersilakan oleh Bu Ajeng.

Mahera memasukkan kertas yang berisi persyaratan beasiswa ke dalam saku celana. Ia menyandarkan tubuh pada dinding sekolah. Suasana lorong koridor sekolah saat itu sepi. Sebab, pembelajaran masih berlangsung. Mahera berdecak, lalu menarik napas panjang. Ia bingung sebenarnya harus bagaimana.

'Siapa sih orang yang biayain sekolah gua?' gumam Mahera dalam hati.

Beberapa menit kemudian, Mahera mengacak rambutnya frustrasi. Ia pun menendang sebuah kaleng minuman yang telah kosong dengan kencang ke arah lapangan. Membuat kaleng tersebut cukup terdengar kencang ketika Mahera menendangnya.

"Kamu belum masuk ke kelas, Nak?" tanya Bu Desi selaku guru Bimbingan Konseling.

Mahera tersentak mendengar suara Bu Desi Ia pun membalikkan tubuh menghadap Bu Desi.

Lukisan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang