Arlington menggeliat ketika ia merasakan sesuatu yang hangat melingkari tangannya, ia terbangun kemudian menyalakan lampu yang ada di samping ranjangnya.
Isakan lirih terdengar samar-samar keluar lewat sela bibir Abbey. Wajah perempuan itu tampak sedikit gelisah.
Apa ia bermimpi?
"Abbey?" Arlington menepuk pelan bahu Abbey berharap perempuan itu bangun tetapi isakannya justru mereda. Tidak ada tanda-tanda Abbey akan kembali menangis.
Arlington menghela nafas panjang. "Sudah tenang lagi?" Fokusnya beralih pada wajah Abbey yang tampak pucat. Tangannya terulur menyentuh dahi perempuan itu dan sedikit terkejut begitu mendapati Abbey demam.
Arlington melepaskan tangan Abbey yang melingkar pada perutnya kemudian beranjak keluar. Tak lama ia kembali dengan kantong kompres dan baskom berisikan es batu. Dengan teliti Arlington memasukan es batu kemudian menempelkannya pada dahi Abbey.
Perempuan itu sedikit menggeliat membuat Arlington kembali menepuk bahunya dan seperkian detik kemudian Abbey kembali tenang.
"Apa ini malam pertama seperti ini yang dilalui setiap pasangan?" gumam Arlington geli, tak pernah terbayang sebelumnya jika hari pertama ia menjadi seorang suami—Arlington akan melakukan ini.
Matanya meneliti pakaian Abbey yang tampak sangat minim sembari menggeleng pelan. Abbey menggunakan pakaian yang sangat tipis, pantas saja perempuan itu sakit. "Sekalian saja tidak usah memakai baju."
Dengan kesadaran penuh ia menyingkap selimut yang menutupi tubuh Abbey kemudian mengecilkan suhu ruangan, ini cara terampuh agar demamnya cepat hilang.
Setelahnya Arlington kembali berbaring disebelah Abbey. Ia menoleh ke kiri melihat ke arah jam, masih menunjukan pukul tiga. Arlington memutuskan untuk melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda tadi.
Pagi-pagi sekali Abbey terbangun dengan sisi ranjang yang sudah kosong menandakan Arlington sudah lebih dulu bangun. Menyadari itu, Abbey dengan cepat membersihkan dirinya kemudian keluar dari kamar dengan hanya menggunakan bathrobe.
Langkahnya membawa Abbey ke ruang makan, tepat dimana Arlington sedang duduk dengan secangkir teh di tangannya.
Mungkin Arlington memang menikahi orang gila karena sekarang Abbey secara terang-terangan membuka bathrobe nya sendiri menampakkan tubuhnya yang hanya tertutupi pakaian dalam berwarna putih.
Arlington meletakkan cangkirnya dengan santai meski raut wajahnya menunjukkan sebaliknya. "Apa... apa yang kamu lakukan?"
Arlington menekuk dahinya heran. "Aku sedang menggodamu, Arlington," tegas Abbey kemudian mendekat dan dengan lancang melingkari tangannya tepat di leher Arlington.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reasons
Romance[COMPLETED] Tak pernah terlibat skandal bersama perempuan merupakan reputasi besar yang Arlington pegang hingga sekarang. Kehidupannya yang tampak sempurna sukses membuat Abbey rela menyerahkan diri secara sukarela kepadanya. Arlington pun berhasil...