Kadang air mata jauh lebih berbisa. Kita begitu mudah terpedaya dengan air mata buaya. Seperti seorang gadis yang saat ini hanya bisa mendoakan pernikahannya. Akankah hubungan mereka berjalan mulus atau justru penuh lika-liku. Dia telah salah menilai, pria itu tidak pernah mencintai dirinya.
Hari kedua setelah pernikahan, Sikap Arkan semakin dingin dan tidak pernah berlaku layaknya seorang suami. Membuat Alisya harus lebih banyak menyediakan stok sabar untuk menghadapi perlakuan lelaki itu.
Sebuah rumah baru diberikan kepada mereka sebagai hadiah pernikahan. Setelah ini, mereka tidak lagi tinggal di rumah keluarga Faiz, melainkan pindah menempati rumah mereka sendiri.
Keinginan Arkan telah tercapai. Dia sudah menjadi pewaris tunggal keluarga Faiz. Papanya telah menyerahkan semua aset perusahaan kepada Arkan. Entah bagaimana nasib Alisya setelah ini? Apa lelaki itu akan segera meninggalkannya atau akan mulai mencintainya?
"Mama papa, Lisya pamit. Lisya janji akan sering datang ke sini."
Gadis itu berpamitan dengan orang tua Arkan, yang saat ini sudah menjadi orang tuanya juga. Sedangkan suaminya sedang meletakkan koper dan barang-barang lainnya di dalam mobil. Tapi pantaskan dia menyebutnya seorang suami?
"Mah Pa. Kami pergi sekarang."
"Iya, nak. Jaga istrimu, jangan pernah sakiti dia."
"Iya Ma. Arkan janji akan selalu menjaga Alisya. Yasudah kami pergi."
Mama memeluk Alisya, seakan tidak bertemu lagi saja. Alisya membalas pelukan hangatnya, ibu mertua yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri.
Roda mobil berputar, meninggalkan pelataran rumah megah itu. Pasti setelah ini, Alisya sangat merindukan ibu mertuanya. Mereka tidak hanya baik, tapi Alisya dapat merasakan kehangatan sebuah keluarga.
Setelah pindah rumah, Alisya berharap Arkan akan menjadi suami yang bertanggung jawab, mulai bisa mencintainya, dan dapat membina rumah tangga seperti pada umumnya.
****
Tidak lama kemudian, mobil berhenti di depan sebuah rumah yang tidak jauh mewah dari rumah keluarga Arkan. Ya, itu adalah rumah yang di hadiahkan untuk mereka.
Melihat Arkan masuk ke dalam rumah, Alisya juga ikut masuk. Rumah ini sangat mewah, memiliki paviliun dan kolam berenang yang sangat luas. Untuk seorang Alisya, bisa di katakan sebuah istana.
"Ini kamar saya, kamar kamu ada di sebelah." ucap Arkan. Saat ini mereka sudah berada di lantai atas.
Apa maksudnya? Bukankah suami istri tidur di kamar yang sama?
"Maksudnya?"
"Kamu tidak berfikir saya akan sekamar dengamu kan?" sindir Arkan.
Astaghfirullah. Mengapa sikapnya semakin menjadi, semakin menyakiti Alisya. Apa salah Alisya padanya. Dia bukan benalu, tapi mengapa Arkan begitu membencinya?
"Ta...tapi. Bukankah seharusnya suami istri tidur di kamar yang sa..."
"Jangan lupa! Pernikahan ini hanya di atas kertas. Jangan berharap banyak saya akan memperlakukanmu seperti nyonya di rumah ini." ujar Arkan lalu masuk ke dalam kamar dengan membanting pintunya kasar.
Arkan berencana menempati kamar lain. Dia tidak sudi sekamar dengan gadis yang baru dinikahinya itu. Dia hanya mencintai Sherly. Pernikahan itu terpaksa dia lakukan, mungkin jika Sherly tidak pernah mendesaknya untuk menuruti syarat dari Faiz. Arkan memang tidak akan menikah selain dengan Sherly.
Lagi dan lagi Alisya terlonjak kaget dengan suara dentingan pintu. Kali ini diikuti suara hatinya yang menjerit sakit. Sedikit banyak kata-kata pria yang notabene adalah suaminya itu cukup melukai hatinya. Alisya benar-benar tidak bisa menahan bendungan di matanya, air bening itu segera berlomba membasahi pipi putih mulusnya tanpa permisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALISYA
Losowe"Jangan berhenti berdo'a yang terbaik bagi orang yang kamu cintai..." (Ali bin Abi Thalib) ________ Blurb: Tujuan menikah untuk menyempurnakan separuh agama. tapi bagaimana jika sebuah pernikahan justru di permainkan? Saat otakku memberontak, hatik...