{11} Yang Terpatahkan

65 15 4
                                    

"Ada yang patah, tapi bukan kayu"

Alisya~

!

!

!

Cinta itu tidak hanya suatu rasa, tapi itu juga suatu ujian hati. Saat senang menghiasi, di saat inilah cinta di uji. Apakah melebihi atau sekadarnya saja menjalani cinta. Cinta yang berlebihan akan menjadi boomerang dari kesenangan itu sendiri. Karena cinta berlebihan akan mendatangkan kepedihan bila cinta itu telah pergi.

Cinta akan merasa tak di hargai, ketika kecewa menghampiri. Musuh nya cinta adalah pengkhianatan. Karena hadirnya cinta lain, menghancurkan cinta itu sendiri.

Cinta memang sangat rumit untuk di jabarkan, karena cinta berurusan dengan hati. Maka dari itu, jatuh cintalah sekadarnya, maka kamu tidak akan mengenal rasa kecewa dan terluka.

Matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Keindahan senja telah berganti semburat awan merah yang mulai menghiasi cakrawala.

Sudah sejak lima menit yang lalu, Alisya mondar-mandir menunggu Arkan pulang. Meskipun Arkan terus saja memberi luka, tapi Alisya tidak bisa mengubah perasaannya untuk tidak memikirkan lelaki itu.

Tidak lama kemudian, seseorang menggedor pintu dari luar. Alisya segera membukanya.

"Mas, kamu sudah pulang!" Alisya mengangkat tangan Arkan, dan mencium punggung tangannya. Tapi itu hanya berlaku seperkian detik, Arkan segera menghempas kasar tangan Alisya.

"Lama banget sih! Gak tahu apa orang capek pulang kerja." omel Arkan, lalu masuk ke dalam rumah.

Alisya segera mengambil alih membawa tas kerja Arkan. Meski begitu Alisya selalu berlaku layaknya seorang istri, ketika Arkan pulang, dia selalu berusaha menyambutnya hangat. Itulah yang berusaha di lakukan Alisya, menjadi seorang istri yang baik.

"Lepasin sepatu saya!" perintah Arkan yang telah duduk di sofa, seperti seorang raja. Alisya segera melakukan hal itu, sebelum Arkan akan bertambah marah.

"Mas.. Boleh aku bertanya" Alisya menjeda ucapannya. "Hmm siapa wanita yang kemarin jalan sama kamu di mall?" Alisya memberanikan dirinya untuk bertanya, tentang wanita yang di lihatnya kemarin bersama Arkan.

"Bukan urusan kamu! Sudah saya bilang, jangan pernah ikut campur urusan saya. Awas kalau sampai kamu mengatakan sesuatu sama papa ataupun mama, saya tidak akan segan-segan memperlakukanmu lebih buruk dari ini. Camkan itu!" Alisya merintih kesakitan, Arkan mencekram pergelangan tangannya begitu kuat.

Setelah berkata seperti itu, Arkan melenggang pergi meninggalkan Alisya dan rasa sakit yang di terimanya. Alisya menangis, bukan karena rasa sakit di tangannya, tapi ia menangis lebih kepada perlakuan Arkan dan luka yang di torehkan di hati nya.

"Alisya!" suara itu kembali terdengar, berasal dari kamar Arkan, lelaki itu berteriak memanggilnya. Alisya menyeka air bening yang membasahi wajahnya dengan kasar. Dia segera beranjak ke lantai atas, dimana Arkan berada saat ini.

"Iya Mas, apa Mas butuh sesuatu?" tanya Alisya dengan napas yang masih terengah-engah karena lelah menaiki tangga. Saat ini dia sudah berdiri di depan kamar Arkan, yang memang di biarkan terbuka oleh si empunya.

ALISYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang