BAB 8

89.2K 5.1K 440
                                    

500+ vote dan komen untuk bab selanjutnya ya~~

***

Playlist

Rossa - Hati Yang Kau Sakiti

***

"Bunda habis nangis? Kenapa matanya merah dan bengkak?" Aryan mencecariku dengan pertanyaan ketika aku menjemputnya di tempat les renang. "Kenapa Bunda nangis?"

Aku berdeham kecil. Lupa jika anak ini terlalu pintar sampai hal seperti ini saja masih dia perhatikan. Senyumku terbit secara nggak sadar akibat perhatian Aryan yang berikan padaku. Kalau sudah begini, aku jadi punya pikiran apabila nantinya Sarah mau bertemu dengan Aryan, aku nggak akan pernah setuju.

Enak sekali Sarah yang nggak pernah mengurus Aryan dan tiba-tiba datang ingin bertemu. Pun aku yakin, Aryan juga nggak mengenal siapa itu Sarah.

"Nggak kok, Bunda nggak habis nangis."

Arya menghela napas panjang. "Jangan bohong, Bunda. Aku tahu orang yang habis nangis itu matanya merah dan bengkak."

Aku terkekeh kecil. "Kata siapa? Kamu tahu dari mana orang yang habis nangis matanya merah dan bengkak."

"Ellen, Bunda. Waktu itu aku nggak sengaja bikin dia nangis. Habis nangis, mata dia merah dan bengkak. Terus aku minta maaf dan kami kembali berteman."

Tanganku secara spontan mengusap sayang puncak kepala anak laki-laki itu. "Kamu baik banget, Aryan. Habis ngelakuin kesalahan, langsung minta maaf."

Nggak kayak ayah kamu, aku menambahkannya dalam hati. "Siapa yang ngajarin kamu kayak gini?"

"Ayah," jawab Aryan semangat. "Ayah bilang, kalau kita berbuat salah harus cepet-cepet minta maaf. Apalagi kalau sampai nangis."

Senyumku berubah menjadi samar mendengarnya. Mas Bara bilang pada Aryan jika melakukan kesalahan harus minta maaf. Tapi yang dilakukannya sekarang padaku, apa dia ada niatan buat minta maaf? Minimal menceritakan semuanya padaku.

Aku yakin, Sarah mulai menghubungi Mas Bara sebelum nikah. Aku-nya saja yang bego sampai nggak mikir ke sana. Duh... memang kalau sudah cinta kapasitas otak jadi menurun dan hasilnya pun menjadi bodoh.

For god's sake... aku mengutuk diriku sendiri.

"Bunda, pertanyaan aku belum dijawab," Aryan meraih tangan kiriku dan menggoyangkannya. "Bunda nangis sama siapa dan kenapa?"

Aku menatap Aryan lama. Kemudian menjawab dengan bumbu kebohongan di dalamnya. Jangan sampai Aryan tahu.

"Bunda nangis karena ada masalah di kedai. Banyak banget masalah di kedai sampai pusing kepala dan akhirnya nangis deh."

Semoga anak ini nggak bertanya layaknya wartawan.

"Oh gitu... ya udah, Bunda, kalau ada masalah cepet beresin, ya."

Aku mengangguk. "Iya, Aryan." Dia mengaduh begitu aku mencubit pelan kedua pipinya. Anak itu paling nggak suka pipinya dicubit dan dikecup, katanya sudah besar. Malu sama anak-anak lain. Tapi paling suka kalau puncak kepalanya diusap-usap.

Ponselku bergetar ketika aku mau menyalakan mesin mobil. Ada satu notifikasi chat dari Mas Bara. Meski malas buat membacanya, aku tetap membukanya karena penasaran.

Mas Bara: Aryan udah kamu jemput?

Mataku melirik Aryan. Memutuskan untuk nggak membalas pesan Mas Bara dan membiarkannya begitu saja. Segeralah aku menyalakan mesin mobi, kemudian meninggalkan area parkir tempat les renang Aryan.

My Hottest Duda [Hottest Series#1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang