Berbakti pada orang tua ialah kunci masuk surga. Ya, Ara berusaha keras untuk selalu mentaati kedua orang tuanya, ia tahu orang tuanya selalu tahu yang terbaik untuknya.
"Abii..." panggil Ara sembari duduk di sofa samping Abinya-- Arif. Ia menyenderkan kepalanya dipundak abinya, dengan kepalanya dielus-elus oleh abinya, cinta pertamanya.
"Udah selesai tugasnya sayang?" tanya abi dan diangguki oleh Ara saja.
"Abi tumben nyantai? Biasanya juga sibuk diruang kerja," tanya Ara sembari menggeser tubuhnya dari rangkulan Abinya.
"Pekerjaan Abi udah selesai sayang," jawab Abi, Ara pun hanya manggut-manggut saja.
"Lulus kuliah agendanya apa sayang?" tanya Abi dengan senyum mengembang. Ara nampak berpikir. Bahkan ia belum punya rencana yang matang. Ia hanya mengendikkan bahunya tanda belum tahu.
"Nikah!" titah Abi membuat bola mata Ara melotot tajam dan seketika memanyunkan bibir mungilnya.
"Abi...Ara tuh belum siap," ucap Ara dengan bibir manyunnya. Abi Arif terkekeh melihat putri semata wayangnya itu. Ia mengelus puncuk kepala putrinya itu dengan lembut.
"Emangnya...belum ada yang memikat hati putri Abi toh?" tanya Abi Arif dengan sedikit menggoda. Ara lagi-lagi hanya manyun.
"Ara...A..Ara...gaktau," jawab Ara dengan terbata-bata, hal itu mebuat tawa Abi Arif merekah.
"Abii..." rengek Ara pada sang Abi. Melihat putrinya, Abi Arif pun menyudai tawanya.
"Besok malam, insya Allah ada anak teman Abi yang mau mengkhitbah Ara,"
Deg.
Ara melotot tak percaya. Siapa lagi pria itu? Batin Ara mencak-mencak. Ya, sudah sekian banyak lelaki yang mengkhitbah Ara, namun dari sepersekian banyaknya orang tersebut, tak ada yang Ara terima.
Bahkan Ara sempat ber ta'aruf dengan salah seorang lelaki yang mengkhitbahnya, ia pikir dengan ta'aruf Ara bisa membuka hatinya. Namun nihil.
"Ra...apa sih yang buat putri Abi selalu menolak lamaran demi lamaran pria yang sudah berniat baik pada kamu? Apa kamu menanti pria lain? Hm?" tanya Abi Arif dengan lembut.
Ara menghela napas berat. Jujur ia tak ingin mengecewakan orang tuanya, tetapi hatinya memang belum siap.
"Ara coba, Bi," jawab Ara pasrah. Hal itu membuat Abi Arif tersenyum. Diikuti dengan senyuman canggung Ara.
"Ara kekamar,Bi," pamit Ara.
###
Keesokan paginya....
"Ara, kamu lemes banget sih? Sakit?" tanya Felly melihat sahabtnya yang pucat. Ara menggeleng.
"Fell, anterin ke rumah sakit yuk," ajak Ara yang mulai merasa tak enak badan. Mungkin karna terlalu banyak pikiran.
"Ditanya sakit jawab enggak, terus ngajak kerumah sakit, huh," jawab Felly diakhir dengan dengusan kesal. Ara hanya terkekeh pelan.
###
Dirumah sakit..."Kamu mau periksa apa sih, Ra?" tanya Felly terheran-heran.
Ya, ada satu hal rahasia yang hanya Ara,Allah dan dokter yang menangani Ara saja yang tahu. Sejauh ini Ara mengidap penyakit Jantung koroner. Ara sengaja tak memberi tahu semua orang. Ia masih bisa melewatinya sendiri.
"Kamu tunggu sini aja, Fell. Nggak usah ikut! Aku nggak lama kok," ucap Ara sembari meninggalkan Felly.
Ia mencari dokter yang selama ini menanganinya. Jantungnya sedari tadi serasa nyeri, ditambah badannya yang kurang enak.
Ia tak mendapati dokter Ali, dokter spesialisnya. Yang ada hanyalah seorang suster.
"Em...sus, Dokter Ali dimana ya?" tanya Ara mendekati suster itu.
"Oh..Dokter Ali sedang sarapan bersama temannya, mbak. Mbak tunggu saja disini, saya permisi," ucap suster itu yang hanya diangguki oleh Ara.
Ia menunggu dokter Ali diruang tunggu dalam ruangan Dokter itu. Tak lama pintu ruangan itu terbuka, menampak kan sosok dokter yang ia cari. Senyumnya merekah. Ia bergegas berdiri dan menghampiri dokter Ali.
"Eh...Ara, udah lama? Maaf ya," ucap dokter Ali. Ara hanya mengangguk sembari tersenyum. Dokter Ali bergegas menghubungi salah seorang suster untuk masuk keruangannya. Ia paham, tak baik berduaan dengan yang bukan mahrom.
"Ada keluhan lagi, Ra?" tanya dokter Ali pada Ara. Ia paham. Bahwa Ara menyembunyikan penyakitnya ini dari sanak saudaranya. Ia pun diwanti-wanti untuk tutup mulut.
"Huh! Ara capek dok," keluh Ara sembari menyenderkan tubuhnya di kursi. Dokter Ali menghela napas berat. Gadis dihadapannya ini sangat keras kepala.
Ara tak pernah mau melakukan pengobatan apa pun, hanya meminum obat saja. Diminta untuk memberi tahu orang tuanya pun Ara langsung menolak dengan keras. Ara selalu ingin bertahan seperti ini, layaknya orang sehat.
"Kamu nurut deh, Ra sama saya!" titah dokter Ali. Ara dan dokter Ali ini lumayan dekat. Umur mereka hanya selisih 4tahun, lebih tua dokter Ali. Dokter Ali sudah menganggap Ara sebagai adik nya pula.
"Enggak dok!" kekeuh Ara.
"Terus kamu mau apa? Kesini cuma mau ngeluh?" tanya dokter Ali dengan sedikit kesal. Ara hanya diam saja.
"Kita tindak lanjuti! suster sia.." ucapan Dokter Ali terhenti seketika karna ucapan Ara.
"Nggak! Dokter ih! Kalo Ara bilang nggak mau ya ngga..." kini ucapan Ara yang terhenti karna ucapan seseorang yang membuka pintu.
"Li, ente ada ur..." ucapan pria itu terhenti ketika masuk dan mendapati sesosok gadis yang baginya famillyar.
"Ara ya?" tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku Ya Kamu[Selesai]
Teen Fiction[SELESAI] "Aku mencintaimu karna Allah. Maka, biarlah hanya Allah saja yang akan memisahkan kita kelak. Dan, aku berharap Allah mempertemukan kita kembali di Jannah-Nya". --Jodohku Ya Kamu--- (SPIRITUAL-ROMANCE) *** HARAP TINGGALKAN JEJAK B...