Chapter 7
Kegigihan Menentukan Segalanya
Pertarung dengan Meli dan Zaka belum usai, kedua orang tersebut ternyata memang lebih kuat dari kelihatannya. Meli menyembunyikan sesuatu di punggungnya untuk mengantisipasi serangan dari belakang serta Zaka yang memiliki kekuatan layaknya seekor gorila. Melawan dua orang ini perlu kekuatan, waktu, dan kegigihan yang besar.
Jeamiy kembali menghampiriku yang baru saja dihempaskan oleh Zaka hanya dengan sekali tebasan pedangnya.
“Lia kau baik-baik saja?” tanya Jeamiy.
“Aku baik-baik saja, apa kau sudah menemukan kelemahannya?” tanyaku.
“Di setiap punggung sarung tangan besi Meli terdapat sebuah benda berbentuk lingkaran dan berkilau layaknya kaca, ketika aku menyerangnya dia berusaha agar bagian itu tidak sampai ikut terkena serangan juga. Aku belum tahu pasti apakah itu kelemahannya atau bukan karena belum bisa kupastikan,” jelas Jeamiy.
“Jadi begitu ya, biar aku saja yang memastikannya, kau kembali hadapi Zaka karena aku tidak sanggup mengimbanginya,” ucapku.
“Baiklah, kita bertukar posisi lagi,” balas Jeamiy.
“Melawan Zaka memang bukan tugasku,” ucapku.
“Berikan tangan kirimu!” perintah Jeamiy.
“Baik,” balasku.
Jeamiy berhasil menemukan sebuah titik rapuh dari sarung tangan besi Meli dan bisa saja bagian itu memang kelemahannya, namun hal itu belum terbukti benar karena ia belum sempat menyerang titik tersebut. Ini saatnya bertukar posisi kembali karena melawan Zaka terlalu berat untukku.
Ia menggenggam tangan kiriku lalu melemparku langsung ke arah Meli untuk memulai serangan kembali, kucoba untuk fokus menyerang benda berkilau seperti kaca di sarung tangan tersebut untuk memastikan informasi dari Jeamiy. Meli terkejut karena melihatku datang dengan cepat dan hal itu mengakibatkan seranganku berhasil mengenai benda berkilau di sarung tangan kanannya namun tidak sampai menghancurkannya.
“Cih, kau masih belum jera rupanya,” geram Meli.
“Aku tidak akan jera sebelum kau mati,” balasku.
Meski berhasil aku serang titik rapuh tersebut, namun Meli masih tetap bisa menggerakkan sarung tangan besi tersebut seperti sebelumnya seolah tak terjadi apa-apa. Hal itu membuatku berpikir keras bagaimana dia bisa mengangkat sarung tangan seberat itu padahal kedua lengannya terlihat ramping tanpa otot yang menonjol.
“Ayolah sebenarnya seberapa besar kekuatanmu sampai bisa mengangkat benda seberat itu, ayo Lia gunakan otakmu, apa yang bisa membuat benda berat menjadi ringan,” gumamku.
Aku dipaksa untuk berpikir keras. Setelah beberapa menit berpikir akhirnya aku menyadari sebuah hal yang berkaitan dengan Meli.
“Benar, gravitasi bisa membuat benda berat serasa ringan jika diangkat. Tapi tunggu dulu, memangnya sudah ada teknologi pengendali gravitasi di dunia ini?” pikirku.
“Apa mungkin benda seperti kaca di sarung tangan itu adalah sebuah pengendali gravitasi?” pikirku.
“Kau terlalu lama berpikir!” teriak Meli.
Meli langsung menyerang ketika aku masih berpikir, sepertinya ia tidak membiarkanku untuk berpikir sejenak dan membuat rencana.
Ia memukul lurus ke depan dan aku mengelak ke arah kiri, ia sendiri terkejut karena serangannya bisa dihindari dengan mudah, dan karena sebuah celah sudah terlihat aku memberikan tendangan keras di perutnya hingga membuatnya mundur beberapa langkah.
Aku menyadari hal aneh dari serangan tersebut, kecepatan pukulannya menjadi lebih lambat dari sebelumnya, mungkin itu karena benda berkilau di sarung tangan kanannya sudah terkena serangan walaupun hanya sedikit.
“Kenapa seranganku menjadi lebih lambat?” heran Meli.
“Akhirnya kutemukan, benda tersebut memang alat pengendali gravitasi dan setelah aku serang kecepatan pukulannya menjadi lebih lambat. Jika aku menghancurkan mungkin beban dari sarung tangan itu akan menjadi normal kembali,” gumamku.
“Tapi jari-jari tangan itu cukup merepotkan jadi akan kuhancurkan dulu semua jari-jarinya. Baik mari kita coba sesuatu yang kupelajari di sekolah,” simpulku.
Akhirnya kutemukan kelemahannya, benda seperti kaca itu memang sebuah alat pengendali gravitasi dan jika itu dihancurkan maka beban yang sebenarnya dari sarung tangan itu akan kembali normal. Tapi hal yang pertama dan harus kulakukan adalah menghancurkan jari-jari tangan itu karena akan sangat mengganggu jika aku mulai mmendekat.
Di sisi kanan dan kiriku terdapat empat rumah dengan tangki air besar di depannya, hal itu memberiku sebuah ide tapi tak bisa kulakukan sendiri.
“Rika, apa kau bisa mendengarku?” tanyaku.
“Ya aku bisa, pertarunganmu sungguh luar biasa ketika kulihat dari kamera drone ini, aku takut mengganggu jadi aku diam dari tadi dan hanya menonton,” balas Rika.
“Lupakan itu, bisakah kau membantuku?” tanyaku.
“Tentu saja bisa, apa yang harus kulakukan?” tanya Rika.
“Drone itu pasti dilengkapi senapan mesin sebagai alat menyerang, kan?” tanyaku.
“Kau benar, karena memang drone ini adalah tipe penyerang bukan penghancur,” jawab Rika.
“Ketika kuberi tanda, tembaklah tangki air di sisi kanan dan kiriku, ketika menembak pastikan kucuran airnya tepat mengguyur sarung tangan besi Meli!” pintaku.
“Meski aku tidak tahu rencanamu, tapi baiklah akan kulakukan,” balas Rika.
“Baiklah mari kita lakukan,” ajakku.
Saatnya melakukan rencana yang terpikir oleh otak kecilku. Kutancapkan pedangku seraya melepas sarung tangan kiri dengan cara menggigitnya, Meli terlihat kebingungan melihatku yang sedang melepas sarung tangan dan menancapkan pedang.
“Apa kau sudah menyerah hingga pedang itu kau tancapkan dan melepas sarung tangan?” ejek Meli.
“Pedang ini hanya akan merepotkanku dalam serangan yang satu ini, dan aku takut sarung tanganku akan terbakar nanti jadi aku lepas saja” jelasku.
“Apa maksudmu?” heran Meli.
“Kau akan tahu sendiri,” balasku.
Usai aku lepas sarung tangan ini, kupegang tangan kiriku dan mengarahkannya lurus ke depan dengan posisi kaki sedikit melebar, mata kupejamkan dan fokus untuk mengumpulkan dan memusatkan kekuatan di telapak tangan kiri yang sedang terbuka dan mengarah ke depan.
“Sedang apa kau?” heran Meli.
“Fokus Lia, pusatkan semua kekuatanmu di telapak tangan kiri,” gumamku.
“Terus kumpulkan kekuatanmu dan padatkan itu, lagi lebih banyak lagi,” gumamku.
“Baiklah ini dia, Esmeralda Burning Hell : Dragon's Rage,” ucapku.
Seketika muncul semburan api dengan sangat cepat dan melesat membakar sarung tangan besi Meli, ukuran semburan itu tidak terlalu besar tapi kupusatkan untuk membakar sarung tangan besi itu. Meli terkejut dan menahan semburan api itu, namun ia terdorong sedikit demi sedikit karena semburan api itu sangat kuat.
“Yang benar saja,” ucap Rika.
“Sialan, kau tak akan bisa membakarku dengan api kecil ini,” ejek Meli.
“Tetap fokus Lia, terus naikkan suhunya dan fokuslah ke satu titik saja. Terus naikkan sampai menjadi api biru,” gumamku.
“Aku tak pernah melihat api seperti itu sebelumnya, kau hanya ingin membakar sarung tangan itu saja tanpa membakar Meli,” simpul Rika.
Semburan api itu terus terjadi sampai beberapa menit dan membuat Meli mundur beberapa langkah, aku berniat membuat api itu menjadi api biru dengan terus menaikkan suhunya tapi hal itu sangat sulit dilakukan. Sarung tangan besi itu lama-kelamaan berubah menjadi merah menyala karena terus tersembur api yang hanya memusat ke satu titik.
“Jika kau berpikir untuk memanaskan sarung tangan ini agar aku melepasnya maka percuma saja, tanganku tetap tak terasa panas meski sarung tangan ini berubah menjadi merah menyala,” ejek Meli.
“Bukan itu rencanaku,” balasku.
“Sial, sebentar lagi sarung tangan ini akan meleleh seperti sebelumnya,” resah Meli.
Sarung tangan itu mulai sedikit melumer karena panas yang terlalu tinggi dan hal itu membuat Meli menjadi khawatir. Namun, seketika aku padamkan api tersebut dan tak membuatnya sampai meleleh, Meli terheran-heran kenapa aku memadamkan api padahal sedikit lagi sarung tangannya akan meleleh.
“Dia tidak berniat melelehkannya,” heran Meli.
“Sekarang Rika, tembak tangki air itu dan guyur sarung tangan Meli dengan air,” perintahku.
“Jadi itu rencanamu,” simpul Rika.
Dengan cepat Drone Rika menembak salah satu dari tangki air itu dan berhasil mengguyur sarung tangan besi Meli, usai terkena air muncul asap yang cukup banyak karena benda panas yang langsung disiram dengan air dingin. Meli mulai sedikit kesulitan mengerakkan jari-jarinya setelah proses perubahan suhu yang mendadak terjadi pada sarung tangannya.
“Ada apa ini, kenapa aku kesulitan mengerakkan jari-jariku?” resah Meli.
“Perubahan suhu yang mendadak pada sebuah besi akan membuat besi tersebut mengalami kerusakan jika dilakukan berulang kali dan akan menimbulkan retakan sehingga mudah dihancurkan, rencanamu sungguh tidak bisa kubayangkan,” puji Rika.
“kita lakukan itu lagi!” ajakku.
“Siap komandan,” balas Rika.
Niatku dari awal memang ingin membuat sarung tangan besi itu mengalami kerusakan sedikit demi sedikit dan nantinya akan semakin mudah untuk memotongnya karena besi yang mengalami retakan akan mudah dihancurkan. Rencana ini juga kutunjukkan untuk meretakkan benda seperti kaca itu karena dengan tebasan pedangnya saja tak bisa menghancurkannya.
Serangan yang sama kami lakukan berulang-ulang sampai keempat tangki air yang ada di sepanjang jalan sudah tertembak semua. Meli berniat membalas serangan namun ketika air sudah mengguyur sarung tangannya, aku langsung membakarnya lagi dan membuat perubahan suhu secara drastis terjadi pada sarung tangan itu.
Usai semua tangki sudah tertembak, Meli semakin sulit menggerakkan jari-jarinya dan setiap jarinya bergerak terdengar suara berderit yang cukup keras.
“Apa yang sudah kau lakukan?” resah Meli.
“Aku tebak kau tak pernah belajar tentang hal ini,” tebakku.
“Apa maksudmu?” resah Meli.
“Perubahan suhu secara drastis dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada besi jika terjadi berulang kali. Kerusakan tersebut dapat berupa pengeroposan atau bahkan retakan,” jelasku.
Aku langsung bergerak menuju ke arah Meli yang tengah kebingungan harus berbuat apa, kulancarkan serangan ledakan yang sama seperti sebelumnya tepat di sarung tangan tersebut dan membuatnya terhempas. Usai terkena ledakan, sarung tangan itu mulai keropos dan merontokkan beberapa serpihan besi serta timbul retakan dimana-mana, ukuran jari-jarinya juga mengecil dan membuatku semakin mudah memotongnya.
“Sarung tanganku keropos sampai seperti ini?” resah Meli.
“Esmeralda Burning Hell : Demon Fangs, inilah akhir darimu,” ujarku.
Karena Meli masih tertegun kebingungan harus berbuat apa, ini kesempatan yang sangat bagus untuk mulai menyerang.
Benar seperti perkiraanku bahwa sarung tangan besi itu menjadi jauh lebih lemah, ia mencoba menangkis seranganku tapi hanya dengan sekali tebasan pedang, keempat jari kanannya langsung terpotong. Tangan kirinya mencoba mencengkeram tubuhku namun kelima jarinya sulit sekali digerakkan.
“Kau berakhir di sini Meli,” ucapku.
“Tidak, aku tidak akan kalah darimu,” resah Meli.
“Ini sudah berakhir, nyawamu ada di tanganku sekarang,” ucapku.
Kucoba untuk langsung mengincar kepalanya dengan tusukan pedang dan dia berniat menghalau serangan tersebut dengan sarung tangan kanannya yang hanya memiliki satu jari. Tusukan pedang yang begitu panas dan karena kerusakan sarung tangan besi Meli sudah sangat parah, seranganku berhasil menusuk benda berkilau di punggung sarung tangannya hingga tembus ke telapak tangan tapi gagal mengenai wajahnya.
Karena alat pengendali gravitasi itu sudah hancur, mendadak sarung tangan kanan Meli jatuh dan tidak bisa lagi diangkat olehnya, yang bisa dia gerakan sekarang hanya tangan kirinya saja.
“Satu sudah hancur, tinggal satu lagi,” ujarku.
“Apa yang sudah kau lakukan?” teriak Meli.
“Apa yang terjadi, aku tak bisa mengangkatnya lagi,” resah Meli.
Meli terlihat ketakutan karena berusaha mengangkat tangan kanannya namun gagal karena alat pengendali gravitasi di sarung tangan kanannya sudah hancur.
Ia terlihat sudah kehabisan harapan dan pasrah dengan keadaan, tangan kirinya mencoba untuk meraih tubuhku tapi aku hanya perlu mundur beberapa langkah untuk menghindarinya karena kecepatan serangannya jauh lebih lambat.
“Selamat tinggal Meli,” ujarku.
“Tidak, aku tidak akan mati di sini ...” teriak Meli.
Dengan sekali tebasan saja, satu-satunya pengendali gravitasi yang masih tersisa berhasil kuhancurkan. Hal itu menyebabkan kedua sarung tangan besi itu kembali ke beban awalnya yang sangat berat hingga membuat Meli tak bisa bergerak sama sekali.
Kali ini kukumpulkan tenaga di kaki kanan dan kuberikan tendangan yang sangat keras tepat di kepalanya hingga membuatnya langsung ambruk, dan kutodongkan pedangku untuk memberinya ancaman.
“Sampai di sini saja, kau sudah kalah,” ujarku.
“Tidak, ini tidak mungkin,” resah Meli.
“Sekarang kita tunggu hasil dari pertarungan antara Zaka dan Jeamiy,” ucapku.
“Akan aku potong kepalamu menjadi dua ...” saut Zaka.
Tiba-tiba Zaka datang dari belakang dan berniat menyerangku dengan menebas ke bawah.
Yang perlu kulakukan untuk mengantisipasi serangan itu hanya dengan menggeser kaki kiriku ke belakang dan memutar tubuhku ke arah kiri, dengan begitu serangan mematikan itu akan langsung mengarah ke Meli. Zaka terkejut karena serangannya mengarah ke rekannya sendiri dan langsung berhenti ketika pedangnya tepat menyentuh hidung Meli.
Ia masih tertegun sejenak dan dengan memanfaatkan kesempatan tersebut, kukibaskan tangan kiriku yang sudah ter selimuti oleh api tepat ke wajah Zaka hingga membuatnya terhempas ke belakang. Di belakangnya sudah ada Jeamiy yang datang menghampiri dan langsung memberikan tendangan keras ke punggung Zaka yang sedang mengarah padanya, tendangan itu membuatnya jatuh tersungkur dan dengan cepat Jeamiy menusuk pundak Zaka hingga membuatnya kesakitan.
“Ini sudah selesai,” ucap Jeamiy.
“Rika, bawa kembali drone itu, pertarungan sudah selesai!” Pintaku.
“Baiklah, akan aku tunggu di rumah, selesaikan eksekusimu,” jawab Rika.
“Ini tidak akan lama,” sambungku.
Kuminta Rika untuk membawa kembali dronenya karena misi sudah selesai, sekarang yang perlu kami lakukan hanya mengeksekusi dua kriminal ini. Masa bodoh dengan taruhan yang dikatakan oleh Zaka karena mereka memang telah meresahkan masyarakat dengan tindakan membunuh warga sipil dan merampoknya.
Mereka hanya terdiam karena sudah kalah. Tiba-tiba sarung tangan besi Meli dan pedang Zaka mulai menghilang menjadi partikel kecil-kecil. Dan ketika hujan mulai turun dan membasahi tubuh kami, sebuah simbol misterius muncul di punggung tangan kanan Zaka dan di kedua punggung tangan Meli.
“Simbol apa itu?” heranku.
“Kau tak perlu tahu,” jawab Meli.
“Kau sadar dengan posisimu saat ini?” tanya Jeamiy.
“Cih, meski aku benci mengakuinya tapi kalah tetaplah kalah, lakukan apa saja yang kau inginkan. Entah kau ingin membunuhku atau menyerahkanku ke polisi, aku tidak peduli,” jawab Zaka.
“Kita eksekusi saja sekarang, menyerahkan mereka kepada polisi hanya akan memperpanjang masalah,” sahutku.
“Kau dan Meli ikut aku, tenang saja aku tidak akan membunuh kalian,” ucap Zaka.
“Tunggu dulu Jeamiy, kau ingin membawa mereka?” protesku.
“Jangan-jangan kau ingin ...” tebakku.
“Benar sekali,” jawab Jeamiy.
“Kau memang orang yang sulit ditebak,” sambungku.
Kalimat yang cukup mengejutkan keluar dari mulut Jeamiy, bukanya membunuh mereka, Jeamiy malah lebih memilih untuk membawa dua orang kriminal tersebut untuk ikut dengannya. Hal ini tak pernah kupikirkan sebelumnya, tapi meski aku menolak tetap saja perintah pemimpin adalah yang paling utama.
Karena permintaan Jeamiy menang taruhan dengan Zaka, akhirnya mereka berdua tidak memiliki pilihan lain selain ikut dengan kami pulang. Satu hal yang pasti akan terjadi adalah, ketika kami sampai di rumah akan terjadi sebuah kekacauan kecil.
Ketika sampai, seisi rumah langsung terkejut karena Zaka dan Meli ikut kami pulang. Terutama Rika, kedua matanya terbuka lebar dengan tangan yang terus mengepal.
“Jeamiy bukankah mereka ...” ucap Fani.
“Apa maksudnya ini Jeamiy?” tanya Teo.
“Dengarkan ini, aku punya alasan tersendiri tentang hal ini,” ujar Jeamiy.
“Seharusnya aku tidak membawa drone itu kembali jika tahu ini akan terjadi,” ucap Rika.
Tanpa pikir panjang Rika mengambil pistolnya lalu menghampiri Zaka serta menodongkannya di kepala Zaka, hal tersebut membuat semua orang kaget termasuk Zaka sendiri. Rika menatap tajam wajah Zaka dengan jari yang bersiap menarik pelatuk pistolnya.
“Apa maksudnya ini? Kenapa kau membawa dua sampah ini kemari hah ...?” sentak Rika.
“Tunggu apa yang akan kau lakukan?” resah Meli.
“Rika tenangkan dirimu!” pinta Fani.
“Rika, turunkan pistol itu sekarang!” perintah Jeamiy.
“Oke Rika, dinginkan kepalamu, Jeamiy pasti punya alasan tersendiri!” ucap Teo.
“Kau ingin menembakku?” tanya Zaka.
“Itu ide yang bagus, akan kucoba,” ucap Rika.
Dengan cepat Rika menarik pelatuk pistolnya tapi Zaka langsung memukul tangannya hingga peluru yang melesat itu tak sampai menembus kepalanya. Namun, Rika langsung mengambil pisau yang ada di punggungnya lalu menancapkannya di pundak kanan Zaka dan karena gerak refleks yang timbul karena rasa sakit, Rika menerima sebuah tendangan keras hingga membuatnya mundur beberapa langkah.
Tak sampai di situ saja, serangan dilanjutkan oleh Rika dengan menembakkan empat peluru ke arah Zaka, dan hal yang sangat mengejutkan membuat mata kami semua terbuka lebar. Akurasi tembakan Rika benar-benar tak bisa dibayangkan, keempat peluru itu tepat mengenai gagang pisau yang tertancap di pundak Zaka dan semua peluru itu saling bertumpuk menyebabkan pisau itu terdorong semakin dalam. Zaka terlihat kesakitan karena pisau itu menancap semakin dalam berkat dorongan dari keempat peluru itu, ia mencoba mencabutnya namun Rika memberikan tendangan keras tepat di wajahnya hingga membuatnya jatuh telentang. Kemudian Rika menginjak tubuh Zaka dan menembak kepalanya, tapi dia masih sempat mengelak hingga serangan itu hanya melukai pelipis kanannya.
Kami semua tertegun melihat Rika yang sudah benar-benar sudah diselimuti oleh rasa amarah yang amat besar, ia menginjak dada Zaka dengan sangat kuat hingga membuatnya kesulitan bernafas.
“Sialan kau ...” teriak Zaka.
“Kau boleh juga bisa menghindari tembakanku, tapi selanjutnya tak akan meleset,” ucap Rika.
“Jeamiy lakukan sesuatu!” resahku.
“Zaka lawan dia, kau pasti bisa!” resah Meli.
“Kenapa malah jadi seperti ini,” resah Fani.
“Sial, Rika sudah bertindak terlalu jauh,” resah Teo.
Kami semua kebingungan harus berbuat apa pada Rika yang sudah terbakar api amarah, ia berniat menembak kepala Zaka sekali lagi dan ketika peluru melesat, Jeamiy menangkisnya hingga tak sampai melubangi tengkorak Zaka. Melihat serangannya digagalkan oleh Jeamiy, Rika menatapnya dengan pandangan penuh amarah. Kami semua hanya tertegun diam dan bergidik melihat Rika terlihat sangat marah.
“Hei bajingan, apa maksudmu dengan menggagalkan usahaku untuk membunuhnya?” geram Jeamiy.
“Rika, turunkan pistolmu sekarang!” perintah Jeamiy.
“Aku mohon Rika, dinginkan kepalamu!” pintaku.
“Apa kau sudah lupa bahwa orang ini pernah hampir membelahmu menjadi dua?” sentak Rika.
“Aku tidak lupa,” jawabku.
“Lantas kenapa kau membawanya kemari hah ...?” sentak Rika.
“Ini karena perintah dariku, aku yang meminta mereka untuk ikut kemari,” sambung Jeamiy.
“Oh bagus sekali, dengan begini mereka bisa menghancurkan Z.E.R.O dari dalam,” ejek Rika.
“Rika, dengarkan ini, pergi duduk dan dinginkan kepalamu!” perintah Jeamiy.
“Kau sangat membosankan,” ejek Rika.
Selanjutnya Rika malah menempelkan ujung laras pistolnya tepat di dahi Jeamiy berniat menebaknya, kami yang melihat hal itu terkaget-kaget karena Rika berani berbuat sejauh itu.
“Rika apa yang kau lakukan?” resahku.
“Apa kau sudah gila Rika?” resah Teo.
“Rika, kumohon jangan terbawa emosi!” pinta Fani.
“Rika, kau sadar apa yang lakukan sekarang?” tanya Jeamiy.
“Hei sialan, coba ingat-ingat hal ini dengan otak kecilmu itu!” geram Rika.
“Apa kau ingat bawah orang yang kau bawa kemari pernah hampir membuatmu kehilangan orang yang paling kau sayangi untuk kedua kalinya ...?” sentak Rika.
“APA KAU INGAT HAH ...?” sentak Rika.
“Rika, dengarkan ini! Dinginkan kepalamu dan pergi duduk sekarang!” perintah Jeamiy.
“Jangan seenaknya hanya karena kau pemimpin di sini?” geram Jeamiy.
“Rika, duduk sekarang!” perintah Jeamiy.
“Cih, sialan kau,” geram Rika.
Itu adalah hal tergila yang pernah dilakukan oleh Rika karena menentang perintah Jeamiy, namun entah kenapa Jeamiy bisa menjinakkan Rika yang sudah seliar itu.
Usai pertengkaran singkat itu Rika kembali duduk di sofa dan terdiam. Di samping itu Zaka segera bangkit dan mencabut pisau yang menusuknya serta melemparnya ke arah Rika, tapi dengan satu tembakan saja, pisau itu terkena peluru yang melesat dan melayang serta mendarat tepat di depan Rika.
“Untuk apa kau membawa kami kemari?” tanya Meli.
“Jangan bilang kau membawa kami kemari agar semua teman-temanmu bisa menyiksa kami,” tebak Zaka.
“Tidak, alasanku membawa kalian kemari karena aku ingin kalian bergabung dengan organisasiku,” ucap Jeamiy.
“APA ...” teriak Teo dan Fani.
“Tenangkan diri kalian, aku ingin merekrut mereka karena dua orang ini mempunyai kekuatan yang bisa kita manfaatkan. Setelah kuselidiki, korban-korban dari mereka adalah para orang kaya dan konglomerat yang memiliki sifat tamak dan serakah,” ucap Jeamiy.
“Maka dari itu, aku berniat merekrut mereka karena dengan begini kekuatan Z.E.R.O akan bertambah, setelah aku pikirkan baik-baik tindakan mereka tidak sepenuhnya salah. Yang mereka bunuh adalah orang-orang yang tidak pantas hidup di masyarakat,” sambung Jeamiy.
“Apa itu Z.E.R.O?” tanya Meli.
“Z.E.R.O adalah organisasi yang mengemban tugas sebagai pelindung masyarakat dari balik bayangan, kami menghukum mereka yang tidak bermoral dan suka mengusik orang lain. Selama ini orang-orang merasa takut karena terus terbayang-bayang oleh para kriminal tak bermoral, oleh karena itu Z.E.R.O terbentuk karena mendengar jeritan hati masyarakat yang resah karena adanya tindakan kriminal yang terus membayangi mereka,” jawab Jeamiy.
“Dan tentu saja kalian tidak perlu lagi tinggal di perumahan kumuh itu karena rumah ini akan menjadi rumah kalian juga,” sambungku.
“Jadi kau ingin kami menjadi anggota dari organisasimu?” tanya Zaka.
“Benar, anggap saja ini permintaanku karena memenangkan taruhan denganmu,” jelas Jeamiy.
Zaka dan Meli terdiam sejenak memikirkan hal yang dikatakan oleh Jeamiy, di satu sisi tawaran ini cukup menguntungkan karena dengan begini Zaka dan Meli tak perlu lagi tinggal di perumahan terbengkalai dan tak perlu melakukan tindakan perampokan. Kehidupan mereka akan lebih terjamin dengan bergabung dengan Z.E.R.O.
“Cih jika bukan karena taruhan aku lebih memilih membunuhmu di sini,” ujar Zaka.
“Kau bisa melakukannya sekarang jika mau,” ejek Jeamiy.
“Mungkin lebih baik kita ikut saja Zaka, kita tak perlu lagi tinggal di perumahan kumuh dan dingin itu,” ajak Meli.
“Baik-baik, jika itu keinginanmu akan kuturuti,” jawab Zaka.
“Terima kasih Zaka, kami ikut bergabung Jeamiy,” sambung Meli.
“Baiklah selamat bergabung dengan Z.E.R.O, Zaka menjadi anggota ketujuh dan Meli sebagai anggota kedelapan. Mulai sekarang kalian berdua harus berhenti melakukan tindakan perampokan serta tak boleh membunuh orang seenaknya,” ucap Jeamiy.
Semua orang langsung bersorak gembira karena Z.E.R.O mendapat anggota baru, tapi Rika masih tetap duduk dan terdiam serta menatap tajam ke arah Zaka, sepertinya ia masih menyimpan dendam kepada kriminal berambut biru langit itu. Jeamiy memberi jabat tangan perkenalkan kepada dua orang tersebut.
“Namaku Jeamiy kirasaki, aku yang akan menjadi pemimpin kalian,” ucap Jeamiy.
“Namaku Lia Arianti, tidak apa jika kau masih menyimpan dendam karena pertarungan sebelumnya, tapi mulai sekarang kita ada di pihak yang sama,” ujarku.
“Cih, namaku Henry Zakaria, akan kubalas kekalahanku,” ucap Zaka.
“Namaku Meli Silviani, semoga kita bisa menjadi teman yang baik,” ucap Meli.
“Tubuh pendek dan rambut pendek, very cute ...” teriak Teo.
“Ada apa dengan orang ini?” heran Meli.
“Dia hanya suka melihat gadis bertubuh dan berambut pendek. Ngomong-ngomong orang itu bernama Teo Kennedy dan maafkan sifatnya yang seperti itu. Oh ya namaku Zulfani, kau bisa memanggilku Fani,” ujar Fani.
“Kau sangat cantik dengan rambut merah dan jepit rambut itu,” puji Meli.
“Terima kasih, kau juga terlihat sangat manis dengan rambut pendek yang memiliki warna serupa dengan matamu,” puji Fani.
Tiba-tiba peluru melesat melukai pelipis kiri Fani. Dengan wajah ketakutan Fani menoleh perlahan ke belakang dan di sana ada Rika yang sedang menatap tajam dengan wajah seram sembari memegang pistol, Fani bergidik ketakutan melihat Rika yang terlihat marah.
“Hei Fani, jangan coba-coba memancing emosiku,” ucap Rika.
“Rika, apa kau menerima keputusanku?” tanya Jeamiy.
“Terserah apa katamu, aku tidak peduli. Jika dua orang itu membuat masalah maka aku tak akan segan-segan menanamkan beberapa peluru di tengkorak mereka,” jawab Rika.
“Ada apa dengan gadis itu?” heran Meli.
“Ngomong-ngomong gadis itu bernama Rika Vinia, maafkan sifatnya yang seperti itu,” ucapku.
“Cih, kau atau dua kriminal sama saja, kalian sepertinya anjing yang berdamai demi sebuah tulang,” ejek Rika.
Saking marahnya dia berani menyebut Jeamiy sebagai seekor anjing. Rika pergi meninggalkan kami dan masuk ke kamarnya. Ia masih tak bisa menerima kehadiran Zaka dan Meli setelah semua yang sudah mereka lakukan, aku tahu ia kecewa karena keinginannya untuk melihat mereka mati tak bisa terpenuhi.
Di samping itu Teo bertugas mengobati luka tusukan dan sayatan di tubuh Zaka. Walau sudah berada di pihak yang sama, Zaka masih tak mau bicara dengan Teo dan sepertinya dendam masih ada di hatinya. Dikarenakan hujan sudah reda, aku berniat keluar untuk melihat keindahan langit malam yang ditaburi ribuan bintang yang sangat indah, ketika di luar kulihat Meli dan Jeamiy sedang duduk berdampingan berdua, sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu.
“Kenapa mereka berdua ada di luar berdua?” pikirku.
“Terima kasih Jeamiy, karenamu kami tidak lagi kedinginan di malam hari karena tinggal di perumahan kumuh dan terbengkalai,” ucap Meli.
“Sama-sama, aku yakin kalian berdua akan sangat berguna untuk Z.E.R.O,” balas Jeamiy.
“Jadi pekerjaan kalian juga membunuh orang-orang?” tanya Meli.
“Benar, tapi yang kami bunuh hanya mereka yang tidak bermoral dan suka mengusik orang lain,” jawab Jeamiy.
“Tapi tetap saja itu tindakan kriminal,” protes Meli.
“Kau benar, membunuh tetaplah membunuh dan itu hal yang tak bisa dibenarkan secara hukum. Tapi jika tidak kami lakukan, iblis-iblis kecil berwujud manusia itu tak akan pernah bisa dihukum oleh orang biasa,” sambung Jeamiy.
“Apa maksudmu?” tanya Meli.
“Seiring berjalannya waktu, kebusukan manusia akan muncul ketika merasa bisa menggapai semuanya. Karena kebusukan itulah mereka berubah seperti iblis yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri tanpa memikirkan orang lain, iblis-iblis itu tak bisa dihakimi oleh orang biasa dan karena hal itulah diperlukan iblis pula untuk mengirim mereka ke neraka. Dan itulah Kami, para iblis yang berada di pihak rakyat,” jelas Zaka.
“Beberapa orang pasti ada yang menyebut kalian pembunuh berantai dan sebagian juga ada yang menyebut kalian pahlawan di kegelapan malam,” tebak Meli.
“Bisa dibilang begitu,” sahut Meli.
Dari pembicaraan mereka yang kudengar sepertinya Jeamiy memang mudah akrab dengan orang lain, ia bisa berbicara lancar dengan orang yang sebelumnya ingin membunuhnya. Mereka berdua tampak asyik berbincang dan terlihat cukup dekat, aku hanya tersenyum karena Jeamiy bisa mudah mendekatkan diri dengan orang lain yang baru ia kenal.
“Bukan bermaksud untuk menakut-nakutimu, tapi tetap ingatlah, suatu hari nanti semua hal yang pernah kita lakukan akan mendapatkan balasannya, jika yang kau lakukan adalah hal baik maka kau akan mendapat balasan kebaikan juga, tapi jika kau berbuat buruk maka bersiaplah mendapat balasan yang setimpal,” pesan Meli.
“Hukum karma ya,” tebak Jeamiy.
“Benar, apa kau siap jika sewaktu-waktu mendapat balasan dari apa yang sudah kau lakukan?” tanya Meli.
“Aku sudah tahu akan hal itu sejak awal, kami semua yang tergabung dalam Z.E.R.O sudah siap mati kapan saja sebagai balasan atas apa yang sudah kami lakukan, aku sadar yang namanya balasan pasti ada suatu hari nanti,” jawab Jeamiy.
“Baguslah jika kau sudah sadar,” sanjung Meli.
“Ngomong-ngomong, sekali lagi aku minta maaf atas apa yang dilakukan oleh Rika, ia terlalu berlebihan,” mohon Jeamiy.
“Tidak apa, mungkin itu memang balasan yang harus Zaka terima,” balas Meli.
“Meli, tolong mulai sekarang sumbangkan kekuatanmu agar tujuan dari Z.E.R.O bisa tercapai, jika suatu saat tujuan itu bisa kita wujudkan maka semua orang akan tersenyum bahagia tanpa perlu takut dibayang-bayangi oleh kejahatan para kriminal,” pintaku.
“Mulai sekarang, kekuatanku adalah milikmu juga, pakailah sesukamu karena kau adalah seorang pemimpin,” ucap Meli.
Meli berdiri lalu membungkukkan tubuhnya selayaknya seorang pelayan yang memberi hormat pada majikannya. Sekali lagi Jeamiy berhasil menjinakkan orang yang sebelumnya memiliki sifat liar seperti binatang, kemampuannya yang dapat mengubah jalan pikiran seorang benar-benar sangat mengagumkan.
Usai pembicaraan singkat itu, Meli terlihat ketakutan karena melihat sesuatu di tengah gelapnya hutan yang ada di depannya.
“Jeamiy itu apa?” resah Meli.
“Meli, berlindung di belakangku sekarang!” perintah Jeamiy.
“Benda itu seperti sepasang mata yang berwarna merah menyala di kegelapan,” ucap Meli.
“Itu hanya sepasang mata, tak ada yang perlu ditakutkan,” ujar Jeamiy.
“Anu, Jeamiy mungkin kau harus menatap sekitar sekarang juga!” Pinta Meli.
“Oh sial,” keluh Jeamiy.
“Yang benar saja, apa-apaan ini?” resahku.
Tak bisa disangka, sebelumnya hanya ada satu pasang mata merah menyala yang menatap tajam seolah sedang mengawasi. Ketika aku menatap sekitar hutan ternyata ada banyak sekali mata berwarna merah menyala seperti sebuah kelompok besar siap menyerbu markas kami, kedua mataku terbuka lebar karena melihat sesuatu yang sangat mengerikan ini.
“Jeamiy kita harus apa?” resah Meli.
“Meli, mungkin sebaiknya kita masuk ke dalam rumah sekarang dan mengunci semua pintu dan jendela,” ajak Jeamiy.
“Mungkin itu memang pilihan yang terbaik,” balas Meli.
Aku segera masuk ke dalam usai melihat pemandangan mengerikan itu.
Di dalam rumah, kulihat Fani dan Teo tampak sangat terkejut melihat sesuatu di laptop Rika, sementara Rika sendiri hanya diam dengan senyum menyeringai. Ketika aku hampiri mereka ternyata di laptop tersebut ada sebuah video dari kamera drone yang diterbangkan Rika di atas hutan, dalam video itu terlihat ada banyak sekali makhluk seperti manusia namun kepalanya botak dan tubuhnya pucat, mulut mereka mengeluarkan banyak darah dengan rentetan gigi yang sangat tajam menghiasi mulut mereka.
“Lia, ada masalah besar,” ucap Fani.
“Hei Lia, sepertinya ada satu gerombolan makhluk tidak jelas mengunjungi kita, mereka tampak tidak datang secara baik-baik,” ujar Rika.
“Makhluk apa itu?” resahku.
Jeamiy yang baru saja masuk ikut terkejut karena melihat video dari kamera pengawas drone, ia hanya terdiam melihat ada banyak sekali makhluk yang berwujud manusia namun terlihat lebih liar dan ganas.
“Kita kedatangan tamu tak diundang Jeamiy, mereka datang secara bergerombol dan sepertinya tidak memiliki niat baik,” ujar Rika.
“Makhluk apa itu?” resah Meli.
“Itu para Ghoul, seharusnya mereka hanya makhluk mitologi yang tidak nyata,” simpul Jeamiy.
“Maksudmu mereka adalah makhluk dari mitologi Arab yang diceritakan muncul dari kuburan ketika malam tiba?” tebakku.
“Aku tidak terlalu terkejut setelah munculnya chimera dan Griffin tempo hari, ini menjadi semakin menarik,” ucap Rika.
“Kita beruntung, sebentar lagi fajar tiba dan para Ghoul tidak akan menyerang ketika pagi tiba,” ucap Jeamiy.
“Mungkin ini waktu yang tepat untuk memulai debut pertama kalian di Z.E.R.O,” sambung Teo.
“Yang dikatakan Teo benar. Zaka, Meli, sepertinya ini waktu yang tepat untuk memulai misi pertama kalian di tim ini,” pintaku.
“Cih, apa boleh buat,” ucap Zaka.
“Baiklah, mari kita hajar mereka!” seru Meli.
“ketika matahari sudah naik cukup tinggi, kita semua akan pergi ke daerah hutan di sekitar rumah ini untuk melakukan penyelidikan!” Perintah Jeamiy.
Baru beberapa jam masalah dengan Zaka dan Meli selesai, kini muncul masalah baru yang cukup besar karena markas kami di kepung oleh segerombolan makhluk mitologi Arab yang bernama Ghoul. Penyelidikan ini juga akan menjadi debut pertama Zaka dan Meli dalam tim ini, mari kita lihat apakah dua orang itu bisa berguna untuk Z.E.R.O.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA
AcciónJudul. : PANDORA Genre. : Action, horor, Supranatural, Gore, Fantasy Sinopsis Indexsia, sebuah negara yang dimata dunia dikenal sebagai negara yang indah dan damai dengan keanekaragaman budaya dan suku yang ada, namun pa...