🌷
Kelas sebelas semester pertama telah dimulai. Murid-murid sudah kembali masuk usai libur panjang mereka.
Namun, karena masih terlalu pagi, sulit bagi Sandra untuk menemukan teman-temannya. "Ini semua gara-gara papa yang kepagian nganterin aku!" gerutunya dengan sebal.
Sandra mengedarkan pandangan matanya. Sepi sekali. Hanya ada gemersik suara angin yang bersentuhan dengan dedaunan saja yang dapat ia dengar. Bulu kuduk Sandra berdiri saat dirinya mengingat kejadian kesurupan masal di sekolahnya beberapa bulan yang lalu. "Serem amat sekolahan!" ujarnya.
Helaan napasnya berembus dengan berat memikirkan kesendiriannya ini. Satu-satunya tempat yang mungkin sudah berpenghuni adalah kantin.
Kedua kaki Sandra melangkah ke sana demi menemukan bang Ono yang biasa menemaninya mengobrol bila ia datang sepagi ini. Bang Ono adalah salah satu penjaga kantin di sekolahnya. Mereka berdua akrab sejak pertama kali Sandra menginjakan kakinya di sekolah ini.
"Kepagian lagi neng?" tanya Bang Ono yang telah hafal dengan kebiasaan Sandra.
Sandra mengangguk. "Iya Bang. Papaku kepagian nganternya," jawabnya. Ia menerima minuman yang bang Ono buatkan. Kalau sepagi ini Sandra memang tidak suka jajan di kantin. Mengingat ia memiliki kedua orangtua yang sama-sama pintar masak, jadi dirinya selalu sarapan sebelum berangkat.
"Nggak apa-apa neng hari pertama ini,"
Sandra menganggukan kepalanya. Namun, tetap saja ia kesal, yang masih sekolah siapa, yang kerajinan siapa? Dasar! Sandra yakin saat ini papanya sedang bersenang-senang di rumah, apalagi kalau bukan menikmati waktu berdua dengan mamanya tercinta.
"Bang makasih minumannya," ucap Sandra sambil memberikan uang sepuluh ribuan kepada bang Ono. "Nggak usah neng! Ini gratis," kata bang Ona, tetapi Sandra dengan tegas menolak apapun yang berbau gratis, apalagi itu dari Bang Ono yang menggantungkan hidupnya dengan berjualan di kantin sekolah. Mana tega Sandra menerima gratisan darinya sementara ia memiliki orangtua yang berada.
"Makasih ya neng Sandra," ucap Bang Ono. Sandra melambaikan tangannya.
Kini gadis bertubuh tak terlalu tinggi itu meninggalkan kantin dan membawa langkahnya ke depan papan pengumuman sekolahnya.
Syukurlah Sandra tak sendiri lagi. Banyak anak-anak yang berkerumun di sana demi mengetahui di kelas mana mereka tahun ajaran kali ini.
Jari jemari Sandra menyusuri kertas di papan pengumuman sekolahnya demi menemukan namanya sendiri.
Awalnya senyum Sandra terbit di antara kedua sudut bibirnya. Namun, begitu matanya ikut menemukan nama lain yang sangat ia kenal tepat berada di bawah namanya, mulutnya berdecak dengan kesal. Musuh bebuyutannya berada di kelas yang sama dengannya. Sial! Demi apapun Sandra tidak ingin satu kelas dengan cowok sok kegantengan seperti Tama.
"Astaga! Harus banget ya satu kelas sama cewek petakilan ini??!!"
Belum usai kekesalan yang Sandra rasakan, tiba-tiba ia mendengar seseorang mengatainya sebagai cewek petakilan. Sandra kenal betul milik siapa suara itu tanpa harus menolehkan kepalanya. Cowok songong yang selalu membandingkannya dengan Nada yang tak lain adalah Galio Satama, anak tante Uli dan om Danar yang baik hatinya. Sungguh berbeda sekali dengan Tama yang songong bin sok ganteng, sok cakep, sok keren dan masih banyak sikap jelek lainnya. Bahkan kepitaran Tama juga disebut sok tahu oleh Sandra. Dia yang Sandra maksud sebagai musuh bebuyutannya.
Tck! Sandra berdecak kesal. Belum masuk kelas saja Tama sudah mencari gara-gara dengannya, apa lagi nanti? Sandra tak bisa membayangkan bagaimana hari-harinya selama menempuh pendidikan di kelas Sebelas nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
LULUH
Teen FictionSequel Wedding Fashion & Wedding Flowers. *** "Karena gue terlalu baik buat lo!" Galio Satama. "Karena lo nggak pantas buat gue!" Sandra Antranajaga. Mereka berdua adalah Tom & Jerry di SMA Persada. Satu kelas, satu bangku. Bayangkan betapa hebohn...