PART 01

586 39 1
                                    

Pagi yang agak mendung saat Jimin berangkat kerja. Dia berjalan melewati ramainya jalanan yang di dominasi oleh para pekerja dan pelajar juga mahasiswa. Sesekali menghindar saat ada pekerja yang buru-buru. Sering juga ia tersenggol oleh mahasiswa yang berjalan sambil memainkan gadgetnya. Rutinitas pagi yang selalu dijalani oleh pemuda dengan rambut abu-abu itu.

Tiba di sebuah cafe yang belum buka, Jimin segera mengambil kunci dari saku jaketnya. Prakiraan cuaca mengatakan hari ini akan panas, itu sebabnya pemilik cafe meminta Jimin untuk buka lebih awal. Siapa tahu banyak pelanggan yang datang mencari minuman dingin.

“ Padahal mendung,” kata Jimin masuk ke cafe.

Pemuda itu segera menuju ke ruang pegawai untuk menaruh tas, jaket dan juga berganti pakaian. Ia memakai kemeja putih dan nametag khas cafe ini. Setelah itu, pergi ke dapur untuk mengecek bahan makanan dan minuman. Helaan nafas Jimin terdengar saat melihat isi kulkas. Buah-buahan yang ada di dalam kulkas belum dipotong, padahal Jimin sudah bilang pada pegawai lain kalau ada waktu senggang, buah yang ada di kulkas di potong supaya tidak ribet saat ada pesanan jus.

Pada akhirnya, Jimin yang memotong buah-buahan tersebut. Dia menyiapkan pisau, wadah dan tempat sampah untuk kulit dan biji buah.

“ Oh, Jimin-ah!” Seorang pemuda dengan senyum lebar masuk ke dapur. “ Pagi sekali kau datangnya.”

“ Ah, Hoseok-hyung. Iya, bos menelepon untuk segera datang... katanya kita harus buka lebih awal hari ini.”

“ Ya, bos juga meneleponku.” Hoseok membantu Jimin membersihkan buah-buahan yang baru dipotong. “ Padahal di luar mendung,” sahut Hoseok membuat Jimin tertawa.

“ Ya, hyung tahu ‘kan kalau bos itu lebih percaya dengan ramalan cuaca daripada kondisi sebenarnya.”

“ Dan kalau tidak sesuai dengan ramalan cuaca, dia akan menyalahkan langit. Heiss... benar-benar orang aneh.”

“ Begitulah,” kata Jimin masih menyisakan tawa.

Setelah itu keduanya kembali fokus pada pekerjaan mereka.

Beberapa saat kemudian, “ kau, masih belum mau pulang? Kau belum pernah pulang sejak pindah kemari 'kan?"

“ Apa ibuku menelepon hyung lagi?”

“ Iya. Mereka menyuruhku untuk menjagamu.”

“ Mereka?” Jimin berhenti memotong semangka. Dia menatap Hoseok yang tengah mencuci apel di wastafel.

“ Jangan melihatku dengan tatapan begitu! aku juga tidak tahu kenapa tiba-tiba ayah dan ibumu memintaku untuk menjagamu. Jangan tanya padaku. Tanya langsung ke mereka.”

Hyung tahu aku tidak mungkin bertanya langsung ke mereka.”

“ Jimin-ah... kau sudah dewasa, kau pasti bisa memaklumi kedua orangtuamu. Terutama ayahmu. Mereka hanya syok, belum bisa menerima kenyataan kalau kau itu ga—”

“ Hoseok-hyung. Aku tidak ingin membahasnya.” Jimin mengangkat wadah plastik berisi semangka yang sudah dipotong dan membawanya masuk ke dalam kulkas. Setelah itu, dia memilih untuk keluar dari dapur.

Mian, Jimin-ah,” kata Hoseok meneruskan pekerjaan yang ditinggalkan Jimin.

XXX

Hujan turun membuat Cafe ‘A’ dilanda kepanikan.

Pemilik cafe meminta para pegawai untuk menyiapkan minuman dingin. Bahkan menyediakan lebih banyak lagi es. Sebox es datang, kemudian hujan turun dengan deras. Para pegawai cafe tidak sempat marah pada bos mereka karena harus menyediakan minuman hangat. Kopi, susu, coklat dan yang lainnya segera disiapkan. Juga air panas yang menjadi bahan utama minuman. Kondisi dapur benar-benar panik ditambah lagi para pelanggan yang sudah mulai masuk ke cafe mencari kehangatan.

“ Aku benci bos Namjoon!!!” teriak Seokjin emosi sambil mencuci cangkir kopi yang baru keluar dari lemari penyimpanan. “ Padahal pagi ini sudah mendung!! KENAPA MINTA SE-BOX ES??!!!”

“ Sabar.. sabar.. kau ‘kan sudah lama bersama bos, kau pasti lebih tahu sifatnya daripada kami.”

“ Justru karena aku sudah lama bersamanya, justru karena aku tahu sifatnya... emosi-ku tidak bisa ditahan!!” Seokjin masih emosi.

“ Aku heran, apa yang membuat bos sangat percaya dengan ramalan cuaca. Apa di masa lalu, bos itu adalah seorang pembawa berita ramalan cuaca?” tanya Hoseok.

“ Memangnya jaman dulu sudah ada televisi?” Jimin balik bertanya.

Hoseok hanya mengedikkan bahunya.

“ Ibunya dulu mantan pembawa berita ramalan cuaca di televisi. Makanya Namjoon sangat mempercayai ramalan cuaca. Itu sama dengan mempercayai apa yang dikatakan ibunya,” jelas Seokjin mengelap cangkir-cangkir kopi yang sudah ia cuci.

“ Sok tahu! memangnya hyung tahu darimana?”

“ Hei, aku sudah lama berteman dengan dia daripada kau! Tentu saja aku tahu!” tunjuk Seokjin pada Hoseok yang meringis.

“ Kudengar ibu Bos Namjoon meninggal saat bos masih SMP?” tanya Jimin.

“ Iya... dan saat itu dia benar-benar depresi. Dia hampir saja bunuh diri saat kelas 3. Untung ada aku, sahabat baiknya yang berhasil membawanya kembali bersemangat. Akhirnya dia membuka cafe dan lihatlah... bisa jadi se-sukses ini, semuanya berkat aku.” Seokjin mengangkat dagunya sambil berkacak pinggang.

“ Kalau semuanya berkat Seokjin-hyung, kenapa hyung tidak dijadikan manajer dan malah menjadi pegawai?”

Seokjin terbatuk mendengar pertanyaan Jimin.

“ I-itu, karena aku yang minta. Aku tidak mau jadi manajer. Terlalu berat pekerjaannya... ja-jadi, aku lebih baik jadi pegawai saja.” Seokjin kembali pada pekerjaannya.

Hoseok mengajak Jimin untuk ber-highfive setelah berhasil menggoda hyung-nya itu.

“ Jimin-oppa! Gantikan aku sebentar di depan,” kata seorang pegawai perempuan yang tiba-tiba masuk ke dapur.
“ Oke!” balas Jimin meninggalkan pekerjaannya.
Park Jimin mendatangi meja kasir. Dia duduk di kursi kayu sambil mengamati para pelanggan yang datang. Kebanyakan dari mereka datang berdua, bertiga, bahkan ada yang berlima. Ada pelajar, mahasiswa, pegawai kantoran bahkan rombongan ibu-ibu juga ada. Jimin senang saat berada disini. Bisa bertemu banyak orang, bisa mengamati aktivitas mereka dan seolah-olah ikut bergabung dengan mereka meski hanya bisa menatap dari kejauhan. Jimin bukan orang yang anti-sosial hanya saja, masyarakat sosial yang anti padanya. Pada orang-orang yang memiliki orientasi seksual berbeda.

Menjadi gay bukan pilihan bagi Jimin. Mendadak suatu ketika ia sadar jika perempuan sama sekali tidak menarik baginya. Meski sempat punya pacar tapi Jimin sama sekali tidak merasakan apa-apa. Bahkan ketika sang pacar menciumnya, Jimin benar-benar seperti robot. Tidak ada perasaan apapun. Namun, saat Kim Taehyung, teman sekelasnya tidak sengaja menciumnya gara-gara kalah bermain game, Jimin merasakan perasaan yang luar biasa. Seluruh tubuhnya panas namun telapak tangannya dingin. Jantungnya berdebar tak karuan dan isi kepalanya hilang entah kemana. Jimin semakin yakin jika dirinya adalah seorang gay.

Status itu yang membuatnya memilih untuk memakai ‘topeng’. Berusaha tetap terlihat normal meski sebenarnya hati dan pikirannya tertuju pada Taehyung.  Dia tidak mungkin mengutarakan perasaannya pada Taehyung. Pemuda berambut ikal itu pasti terkejut. Lagipula, keduanya sama-sama lelaki. Hingga suatu ketika Jimin tidak bisa menahan perasaannya. Jimin mengutarakan isi hatinya pada Taehyung dan siapa sangka Taehyung menerimanya. Tentu saja hal itu membuat Jimin sangat senang. Cintanya terbalaskan.

Sayangnya, hanya bertahan beberapa bulan saja ketika Taehyung memutuskannya. Pemuda itu mengatakan pada Jimin, “ sulit untuk menjalin hubungan denganmu. Aku harus terus menyembunyikannya. Lebih baik kita tidak saling berhubungan lagi mulai sekarang... lagipula, aku bukan gay. Hanya penasaran bagaimana rasanya pacaran dengan sesama laki-laki... dan rasanya tidak enak. Menjijikkan.”

Setelah itu, hidup Jimin menjadi berantakan. Rumor mengenai dirinya yang gay mulai berebak ke seluruh sekolah. Dia dijauhi, ditindas dan sering mendapat perlakuan buruk dari teman sekolahnya. Kedua orangtua Jimin kemudian diundang ke sekolah untuk dimintai penjelasan. Mereka tentu terkejut dengan penjelasan sekolah. Sampai dirumah, Jimin dihajar habis-habisan oleh sang ayah. Hingga akhirnya, Jimin terusir dari rumah. Dia tinggal dirumah pamannya sampai lulus sekolah. Setelah itu, dia memilih untuk pergi ke luar kota. Meninggalkan masa lalu-nya yang buruk.

Disini-lah dia sekarang. Bekerja di Cafe ‘A’ atas rekomendasi Hoseok, sepupu Jimin. Sesaat setelah tiba di kota ini, Jimin berjanji akan memulai kehidupan dari nol. Dia tidak ingin terlalu dekat dengan oranglain. Dia tidak ingin terlalu terbuka dan mudah percaya dengan oranglain. Dia juga tidak ingin mencintai dan dicintai oleh oranglain. Hidup sendiri akan lebih baik menurutnya.

“ Selamat datang...” sapa Jimin pada pemuda yang baru masuk ke dalam cafe.







Thank you ^^
Semoga bisa menemi kegabutan sembari rebahan manja~
Next--》

[ONGOING] OUR FIRST LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang