PART 2

311 34 5
                                    

JIMIN POV

Aku menghampiri meja nomor 13 sembari membawa buku menu. Setelah tiba disana, aku menyerahkannya pada si pemuda bertopi bucket dengan ransel besar yang ia letakkan di kursi kosong sebelahnya. Jaket waterproof berwarna hijau dengan lapisan dalam berwarna oranye menutupi ransel hitamnya. Jika dilihat dari barang bawaan dan style baju yang dia pakai, sepertinya dia baru pulang dari berpetualang. Wah, anak muda yang bersemangat. Aku tebak dia sangat populer di kampus dan punya banyak pacar.

“ Apa aku bisa pesan banana milk? Dingin,” sahutnya tanpa menatap kearahku. Dia masih fokus pada menu ditangannya.

“ Ba-banana milk dingin? tentu bisa.” Aku sedikit gugup karena jawabannya tidak sesuai dengan ekspektasiku. “ Ada lagi yang lain?”

“ Berikan aku semua dessert rasa pisang di menu ini.”

“ Semua?” tanyaku.

“ Iya. Semua.”

“ O-oh, baiklah. Tunggu sebentar.”

Dengan sedikit berlari, aku menuju ke dapur untuk memberitahu pesanan baru yang luar biasa.

“ Berikan semua dessert dengan rasa pisang!!” teriakku.

“ HAH??!!” kaget Hoseok-hyung yang saat itu sedang membuat latte.

“ Ada seorang pelanggan yang ingin semua dessert rasa pisang. Dia juga memesan banana milk. Dingin,” kataku menyerahkan daftar pesanan milik pemuda bucket hat.

“ Wah, pelanggan yang luar biasa,” respon Seokjin-hyung menatap kertas ditangannya.

“ Kenapa dia memesan semua yang ber-rasa pisang?” Hoseok-hyung masih syok. “ Dan dia pesan dessert... semua? Wah, aku yakin dia maniak dessert rasa pisang.”

Aku hanya tertawa kecil melihat Seokjin-hyung dan Hoseok-hyung yang masing mengira-ngira siapa pelanggan yang memiliki kesukaan yang unik itu. Aku juga sempat syok. Apalagi setelah mendengarnya memesan ice banana milk. Sama sekali tidak cocok dengan penampilannya.

Aku kembali ke depan setelah menyerahkan daftar pesanan. Jihyo belum juga kembali membuatku tidak bisa meninggalkan counter depan. Aku kembali duduk di tempatku sambil menunggu pelanggan yang datang, juga pelanggan yang hendak membayar.

Tatapan mataku tertuju pada si pemuda bucket hat yang tengah memainkan ponselnya. Kedua mataku terbuka lebar saat melihat merk ponsel yang dipegang. Ponsel keluaran baru dan baru diproduksi sekian ratus unit saja. Tanpa sadar, aku menatap ponsel pintarku yang aku beli dengan harga murah di toko barang bekas. Pemuda itu pasti sangat kaya. Entah dia yang kaya atau orangtuanya.

Aku terkekeh saat pemuda itu menjatuhkan bucket hat yang baru saja ia lepas. Segera aku menutup mulutku dan memalingkan wajahku –pura-pura tidak tahu apa-apa saat pemuda itu menatap kearahku. Setelah dirasa kondisi aman. Aku kembali mengamati pemuda itu.

Dia cukup tampan dengan garis dagu yang tegas. Kedua mata-nya besar namun saat melirik, sangat tajam. Bibirnya tidak penuh tapi tidak tipis juga. Rambut highlight coklat juga cocok dengannya. Tebakanku tadi pasti benar. Dia populer. Apalagi dia orang kaya. Siapa yang tidak mau dengannya.

“ Bukan tipeku,” gumamku menyangga dagu sembari memainkan ponsel murahku.

Aku lebih suka pria yang rapi, keren, manly, baik dan perhatian.

Seperti Kim Taehyung.

Ah, lagi-lagi aku mengingat pria itu. Aku terus berusaha melupakannya tapi mustahil. Rasanya, nama orang itu akan terus melekat di kepalaku selamanya. Aku benci dia tapi aku bohong jika bilang aku tidak lagi mencintainya. Bagaimana-pun juga dia adalah cinta pertamaku.

“ Permisi.”

Aku berdiri dari dudukku dengan ekspresi terkejut karena suara seseorang di dekatku. Saat aku lihat, rupanya pemuda bucket hat yang berdiri di depan counter.

“ A-ah, iya? Ada yang bisa saya bantu?”

“ Apa... pemilik cafe ada disini?” tanya pemuda itu.

“ Pemilik cafe tidak ada disini.”

“ Apa dia sedang di kantor?”

“ Iya. Biasanya bos baru datang setelah malam.”

“ Begitu...”

Aku menatap wajah pemuda itu. Oh, rupanya dia punya tahi lalat di bawah bibirnya.

“ Bisa aku titip pesan pada Namjoon-hyung?”

“ Eh? Ah, tentu.” Aku mengambil selembar kertas di laci meja dan menyerahkannya pada pemuda itu. Tidak lupa sebuah pulpen berwarna pink milik Jihyo.
Pemuda bucket hat memberikan kembali kertas itu padaku setelah menuliskan pesan untuk bos.

Kemudian, “ apa aku boleh tahu namamu? Supaya aku bisa menyampaikannya pada bos-ku,” tanyaku.

“ Jungkook. Jeon Jungkook.”

“ Ah, baiklah.”

“ Terimakasih.”

“ Sama-sama.”

Aku menyimpan kertas pemuda bucket— ah, Jeon Jungkook ke dalam kotak kayu. Setelah itu, kembali duduk dan mengamati Jungkook yang tengah menikmati banana milk-nya yang sudah berada di meja.

Dia memanggil bos dengan ‘-hyung’. Mereka pasti sudah saling kenal. Aku heran dengan kenalan Bos Namjoon yang hampir sebagian besar punya kepribadian yang unik. Ya, bos-ku sendiri juga unik. Dia ‘hobi’ memecahkan barang. Itu sebabnya dapur adalah tempat terlarang bagi bos. Selain itu, bos tidak suka seafood tapi sering memesan seafood saat makan bersama pegawai. Pada akhirnya makanan bos akan diberikan pada pegawai dan dirinya memesan makanan lain. Masih ada banyak yang lain tapi aku tidak mungkin mengatakannya.

Intinya adalah Bos Namjoon sangat unik.

XXX

Malam hari Bos Namjoon datang. Setelah meng-evaluasi para pegawai dan hendak pulang, aku segera menyerahkan pesan Jungkook padanya. Dia sedikit terkejut mendengar nama Jungkook namun akhirnya tersenyum saat membaca kertas berisi pesan dari Jungkook. Dia berterimakasih padaku –menepuk pundakku kemudian pergi. Saat aku bertanya siapa Jungkook, dia tidak menjawab. Hanya tersenyum penuh arti menunjukkan lesung pipi-nya.

“ Ah, nikmatnya...” gumamku setelah selesai mandi kemudian merebahkan tubuhku diatas tempat tidur.

Rasanya melelahkan. Sama seperti hari-hari sebelumnya. Kadang ingin berhenti tapi aku ingat kalau aku miskin. Aku tidak bisa makan kalau tidak bekerja. Ditambah lagi, mencari pekerjaan sedikit sulit sekarang. Kalau aku keluar dari Cafe ‘A’, aku mau bekerja dimana? Pekerjaan di Cafe ‘A’ itu menyenangkan. Ya, melelahkan tapi orang-orang disana sangat baik. Bos Namjoon juga sangat baik. Tidak pernah memaksakan pegawainya untuk bekerja tiap hari. Jika lelah, bos mengijinkan kami untuk beristirahat namun harus 1 orang saja dalam sehari. Kalau semuanya ijin, siapa yang akan mengelola cafe? bos juga sibuk di kantor.

Aku bangkit kemudian membuka jendela kamarku. Menatap pemandangan kota yang penuh dengan kelap-kelip lampu. Lampu-lampu mobil di jalan raya menambah keindahan kota. Meski sudah sering melihat pemandangan ini, aku tidak pernah bosan. Bisa dibilang, pemandangan di luar apartemenku ini adalah suplemen penambah energi bagiku. Sebelum tidur, aku selalu membuka jendela dan menyemangati diri sendiri. Hal sepele seperti itu cukup bisa membuatku kembali bersemangat.

Sebuah chat masuk membuatku terkejut. Aku mengambil ponsel yang tergeletak diatas tempat tidur dan mengecek siapa yang mengirim chat.

Kapan kau ada waktu?

Aku menghela nafas –mengembalikan ponsel ke posisinya semula, kemudian duduk di tepi tempat tidur dengan lemas.

Namanya Min Yoongi.

Dia adalah pelanggan di cafe sejak dua bulan lalu. Bisa dibilang, dia terobsesi denganku. Selalu menanyakan kabar, mengajakku keluar dan selalu menanyakan jawabanku.

Ya, kurang lebih seminggu yang lalu dia bilang kalau dia menyukaiku. Aku sempat panik. Apa mungkin sikapku menunjukkan kalau aku seorang gay? Apa aku harus mengubah sikapku supaya orang tidak akan berpikir jika aku seorang gay? Aku benar-benar memikirkan hal itu. Aku ingin memulainya dari nol. Aku tidak ingin orang-orang tahu jika aku gay.

Saat Yoongi-hyung bilang jika aku pasti merasa jijik dengannya, aku langsung mengerti. Yoongi-hyung tidak tahu jika aku gay. Dia terus mengatakan tidak ingin memaksaku menjadi sepertinya. Aku hanya bisa tertawa dalam hati. Ingin rasanya mengatakan kalau aku sama sepertinya tapi aku tidak sanggup. Aku ingin menyimpannya sendiri.

Aku menolak Yoongi-hyung dengan halus dan bilang jika kita berteman saja. Aku pikir dia akan menjauhiku setelah itu. Ternyata tidak. Dia masih terus mengirimku chat. Dia juga datang ke cafe setelah pulang kerja. Jika aku melihatnya datang, aku akan lari ke dapur dan tidak akan keluar sampai dia pulang. Jahat memang tapi bagaimana lagi? Aku datang ke kota ini untuk melupakan masa laluku. Aku tidak ingin mencintai dan aku juga tidak ingin dicintai. Aku tidak ingin merasakan sakit lagi. Luka yang dulu, bahkan belum sembuh.






Sempat ingin membuat scene Jimin liat pemandangan di luar jendela sambil merokok tapi aku tak sanggup ><

SEE YOU NEXT PART ♡

[ONGOING] OUR FIRST LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang