Muncul sosok yang di telpon Bu Fina. Pria itu melangkah maju melirik sekitar lalu berhenti pada Kepala Sekolah.
"Ini ada apa?"
"Begini Pak---"
"Huhuhu... sayang, anak kita dipukuli. Tapi, justru Tito kita yang dihukum. Terus, dia menghinaku! Dia menyebut diriku jahat, sampah, buangan, tidak becus mengurus anak, dan banyak lagi. Aku sedih. Kepala sekolah tidak membantuku dan membiarkan perempuan jahat itu mengejekku terus. Aku hanya bisa diam dan menangis."
"Apa itu benar Pak?"
Kepala sekolah menarik napas. Ia memijit pelipisnya, "Iya, Pak benar. Tapi ada ---"
"Tuh kan! Dia tidak adil, sayang! Kau tau, aku dibentak-bentak dari tadi tapi tidak ada yang membelaku huhuhu..."
Bukannya terbalik?
"Pak Guntur, aku sungguh kecewa. Saya berharap Pak Guntur bisa adil. Dan sepertinya anak saya yang paling parah. Saya bisa menghentikan suntikan dana jika pelayanan Bapak seperti ini."
Pak Guntur kali ini memijit kedua pelipisnya. Ia memandang Yuna tak enak, "Maaf Bu Yuna. Sepertinya benar, Titolah yang paling parah. Lagipula Tito hanya bercanda sebagai teman. Dan tindakan Aza tak terpuji dengan memukul temannya. Itu perbuatan yang tidak baik. Dengan ini, saya menskorsing Aza selama seminggu."
Yuna membelalak, matanya berkaca-kaca, "Tidak seperti itu Pak. Saya tidak terima! Tito juga berbuat tidak baik."
"Jangan lempar kesalahan ke orang lain! Jelas-jelas anak anda dan kau yang salah!" Sindir Bu Risa keras.
Yuna seperti dejavu. Ia pernah mendengar kata-kata itu. Beberapa tahun yang lalu. Di tempat yang sama. Namun, anaknya yang menjadi korban. Tidak akan ia biarkan. Cukup dirinya yang mengalami itu. Kesalahan dari perbuatan yang tidak ia lakukan.
Ia tidak akan menang hanya dengan marah. Jika orang itu menggunakan kekuasaan, maka Yuna mengeluarkan handphonenya dan mendial nomor Juna.
"Halo?"
" ... Juna."
"Ya, ini siapa?"
"Yuna."
"Yuna?" Terdengar suara langkah menjauh. Suara berisik percakapan yang menjadi latar mendadak hening. Apa dia sedang meeting? "Ada apa Yuna?"
"Kau bisa ke sekolah Aza sekarang?"
"Bisa, bisa, tunggu ya."
"Aku matikan."
"Iya."
Yuna mengantungi handphone-nya, ia menatap Pak Guntur, "Bisa tunggu sebentar Pak kepala Sekolah?"
"Untuk apa ya Bu Yuna?"
"Bukankah Bu Risa meminta keadilan? Maka supaya fair dan adil ... " Yuna menarik napas. Menatap dengan percaya diri, "suami saya sedang di jalan."
Semua pasang mata sontak terpusat pada Yuna.
***
Vote dan komen 😉
24 Maret 2020Beberapa part lagi bakal ending ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga tahun [End]
General FictionWaktu memang adalah hal menakutkan di dunia ini. Tak memandang pangkat, derajat, kekayaan, dan status. Ia akan terus berjalan. Tanpa diminta atau bisa dihentikan. Dan manusia pun bisa berubah karenanya. Sebelum tiga tahun dan setelah tiga tahun. Buk...