Aw Jonah

31 5 20
                                    

Aku mengusap keningku yang basah oleh keringat. Rasanya kakiku hendak patah karena menaiki tangga itu. Walaupun tak sebanyak tangga di borobudur, tapi tetap saja rasanya lelah.

Ah ya, aku belum menlihat hasil potretku. Aku menyalakan kameraku, lalu mulai melihat hasilnya. Aku mendesah, tidak sesuai harapan. Padahal aku sudah memberikan yang terbaik untuk memontret, tapi ada saja yang membuatku merasa tidak puas.

Berdecak, haruskah aku mengulang pemotretan lagi? Tapi aku malas untuk turun dari sini.

"Hei, apakah kau potografer?"

Aku mengangguk membalasnya. Oh ayolah, aku sedang bimbang. Mengulangnya atau tidak. Jika mengulang, kakiku mungkin tak akan terasa lagi dan hasilnya belum tentu membuatku puas.

Tunggu! Aku kenal suara itu.

Dengan cepat aku menoleh kesamping, tepat di kananku. Astaga! Dia benar-benar ada disini. Tepat di belakangku dan matanya menatap kameraku. Aku sedang bermimpi? Bertemu dengannya di tempat umum seperti ini sangat tidak mungkin.

Dia tersenyum dan menatapku. "Kau mengenalku?"

Aku mengangguk. Astaga jantungku! Aku tak dapat menghentikan degupan yang semakin menggila.

"Berhentilah menatapku seperti kau bertemu malaikat"

Dia benar. Dia malaikat. Astaga, apa yang aku lakukan. Cepatlah bertindak, jangan seperti ini. Diam dan kaku. Kau bukan seseorang seperti itu.

"Ma-maaf, jika i-tu menganggu-mu"
Brengsek aku gugup.

Badanku semakin lemas ketika ia tertawa ringan. Sial, aku tak bisa mengontrol tubuhku sendiri ketika ada dia. Bagaimana jika aku benar-benar menikah dengannya? Aish, sudahlah itu tak mungkin. Ia berada disini saja itu sudah sebuah keajaiban.

"Jangan gugup. Anggap kita teman lama, oke?"

Bagaimana tidak gugup. Jika dia terus tersenyum seperti itu. Benar kata orang, dia sangat ramah. Tapi dasarnya sifat manusia, aku mengangguk menjawabnya.

"Kau tau? Hasil potretmu bagus. Tapi kenapa wajahmu sangat muram tadi?"

Astaga, dia bertanya kepadaku. "A-Aku tidak puas"

Bodoh, mana bisa dia mendengarnya jika kau berbicara secepat itu.

Aku menggigit bibir dalamku, lihatlah melihatnya mengangguk saja sudah membuatku ingin pingsan.

"Dan kau ingin mengulangnya lagi?"

Aku menggeleng, bukan berarti aku tidak mau. Hanya saja, aku masih bimbang.

"Bolehkah aku melihatnya? Aku tidak terlalu memperhatikan tadi"

"Ah ya, tentu"

Aku hampir saja menjatuhkan kameraku jika Jonah tidak menangkap tanganku. Tangannya sangat halus, mungkin karna perawatan. Oh ayolah, dia artis. Pasti dia menomor satukan tampilan.

"Kau sangat gugup"

Aku menaik turunkan bahuku menjawabnya, aku tak sanggup untuk menjawab. Rasanya bibirku sangat kaku dan kata-kata tersangkut di tenggorokan ku karna saking gugupnya. Ini benar-benar gila, seperti di dalam mimpi. Jika benar ini mimpi, aku akan menolak untuk bangun. Dan beruntungnya aku, this is real. Aku bisa merasakan halusnya kulit mulusnya dan jangan lupakan urat-urat yang menonjol di kedua tangannya, aku melihatnya dengan jelas. Dan itu sangat menggoda untuk disentuh.

Mengalihkan pandanganku dari tangannya ke wajahnya. Sekali lagi, aku menganggumi wajahnya yang terpahat dengan sempurna. Alisnya memang tidak terlalu tebal, tapi itu tidak merusak wajahnya. Bahkan dia sangat menawan dengan alisnya. Turun kebawah, aku melihat hidung mancung dan bibir pink yang tersenyum manis. Ah senyum itu, aku selalu ingin teriak melihatnya. Dan seketika aku teringat vidio clip Cold In LA, disitu bibirnya dikecup oleh model perempuan. Tanpa sadar aku mendengus kasar, tidak bisakah member yang lain saja? Kenapa harus Jonah? Dan pertanyaan terbesarnya adalah, kenapa harus dikecup tepat di bibir? Tidak bisakah di pipi atau hanya pelukan saja?

"Em... aku pikir sebaiknya kau tidak usah mengulangnya"

Aku mengalihkan pandanganku kesamping saat Jonah menaikan kepalanya. Rasanya pipiku memanas. Sial, sekarang aku terlihat seperti fans yang tidak sopan. Aish, kenapa pesonanya sangat sulit ditolak?

Dengan suara yang sangat pelan aku menjawab "O... ke"

Dari ujung mataku, dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Ah, pasti dia menertawakan sikapku. Sial, berpikir seperti itu malah membuat pipiku terasa lebih panas.

"Ah, ini kameramu. Kurasa sekarang aku harus mencari mereka, agar aku tidak tertinggal disini" Jonah mengenggam pergelangan tanganku lalu menaikannya dan membalikan telapak tanganku. Meletakan kameraku di telapak tanganku. Dia menatapku "Kau tau siapa mereka yang ku maksudkan?"

Tanganku yang berada di genggamannya bergetar tak karuan. Jantungku tak bisa berhenti berdegup kencang dan sekarang tambah kencang, seakan ingin lepas dari tempatnya dan melompat keluar menembus dadaku. Jangan lupakan nafasku yang sangat sesak. Rasanya pasukan oksigen disini sangat sedikit atau terlalu banyak orang disini sehingga aku hanya mendapatkan sediki dari oksigen yang tersedia. Tapi yang aku ingat, disini tidak terlalu banyak orang karna hari ini bukan hari libur. Oh, apakah aku terkena asma?

Aku menganggukan kepalaku menjawabnya.

Rasa hangat yang tadi melingkupi tanganku tidak terasa lagi, karna pemilik tangan melepasnya dan berdiri dari duduknya. Aku mendongkak untuk menatapnya, dia tersenyum lalu melambaikan tangan kepadaku.

"see you next time"

Disaat kakinya sudah mulai melangkah menjauhiku, aku berteriak "Bolehkah kita mengambil beberapa gambar?"

....

Dahlah cape ngehalu mulu:")

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HALU (ft. Jonah Marais)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang