"LIHAT, lihat! Nomor 18! Menggemaskan sekali, ya?"
"Aku akan meminta nomor ponselnya nanti."
"Gila, ya? Dia dari Universitas Alabama Selatan!"
"Peduli setan. Aku butuh kekasih."
Sekiranya begitu, penggalan frasa atau lebih kepada pekikan nyaring yang frekuen aku dengar dari para wanita sebaya kala menyaksikan pertandingan NFL Park Jimin, kekasihku. Cemburu? Tidak juga. Aku sudah terbiasa. Jimin sudah memegang titel populer sejak SMA, aku pun juga demikian. Tidak bermaksud pamer, tetapi kenyataannya memang seperti itu.
Sebelum masuk kuliah, aku merupakan flyer dalam tim pemandu sorak sekolah, sedangkan Jimin adalah quarterback di tim sepak bola. Kami berdua disebut-sebut sebagai pasangan paling manis dan serasi. Walaupun menjadi salah satu cerita klise di sekolah menengah, mengingat posisi kami dalam tim masing-masing, tetap saja Kim Taehyung dan Imogen Hale-lah yang menyabet gelar Raja dan Ratu Dansa. Bisa dibilang, kami masih kalah pamor terhadap pasangan fenomenal dan esentrik itu. Dalam artian bagus, ya.
Tidak banyak perubahan ketika kami mendaftar ke Universitas Alabama Selatan, hanya berbeda jurusan. Jimin dan Imogen dipertemukan lewat Linguistik, sedangkan aku dan Taehyung, Liberal Arts. Terlihat seperti bertukar pasangan, namun karena hal ini, kami berempat jadi tak terpisahkan.
Dan kurasa tidak perlu menafsirkan premis bagaimana aku dan Jimin bisa berpacaran. Sudah usang, tertimbun paduan memori yang selalu kapabel mengukir senyum. Masa lalu tidak perlu diusik, biar masa sekarang yang berlakon. Lebih penting dan menarik seperti itu, bukan?
Yang mungkin orang lain harus tahu hanya satu; aku adalah wanitanya Jimin, sedangkan Jimin adalah pria-ku.
Terdengar posesif, ya?
Ah, tidak, hanya bercanda. Akan aku ceritakan bagaimana seorang wanita agorafobik berdomisili di Fairhope, bertemu dengan seorang pria eksklusif pindahan dari Busan.
Tidak sekarang, tidak secara eksplisit juga, tetapi aku bisa pastikan kalian akan diajak memahami masa-masa awal pertemuan kami. Manis, canggung, penuh afeksi dan urgensi tersembunyi, dan satu insiden yang berlatarkan Arboretum.
"Em, kamu tidak ingin melabrak para anak dara itu?" Pertanyaan dari Imogen Hale membuyarkan lamunan secara sepihak, membuatku terpaku sejenak dan bertanya-tanya mengapa lapangan absen pemain sebelum menyadari bahwa kuartal ketiga sudah berakhir.
"Untuk apa?"
Imogen merotasikan bola mata jengah, ketidaktahuanku pasti menyulut kekesalan. "Mereka menelanjangi kekasihmu dengan tatapan liar mereka."
Aku mendengus lucu, pandanganku kosong ke depan. "Yang penting 'kan bukan Taehyung."
"Tetap saja, tidak sopan!" Imogen mendelik ke arah pendukung Hornets tatkala melanjutkan, "Memangnya kamu rela kalau Jimin tergoda dan meninggalkanmu?"
"Kalau memang begitu akhirnya, aku bisa apa?"
Lihat, berbeda dengan yang aku jabarkan sebelumnya. Tingkat posesif milikku masih jauh jika disandingkan dengan Imogen, bahkan mungkin tidak akan pernah setara. Aku cenderung memberi banyak kebebasan pada Jimin, karena aku sendiri tidak ingin dikekang oleh siapa pun.
Jika orang lain berpikir itu tindakan bodoh, untukku itu tindakan logis. Kami belum menikah, belum terikat secara sah di hadapan Tuhan, kami hanya baru terhubung dalam embel-embel sepasang kekasih yang masih bersifat sementara. Aku dan Jimin belum menyatu sepenuhnya.
Namun, bukan berarti aku membiarkannya menyimpan wanita kedua, atau sebaliknya. Jimin pun tahu lebih baik daripada mengkhianati gadis sepertiku. Poinnya, kami saling menghargai dengan menjadi pribadi kami sendiri, tidak menurut kriteria atau tipe ideal masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Quarterback
Fanfiction❝I'm truly sorry, but it's time you got to be your own quarterback.❞ ──────────── Park Jimin • Female OC © yourdraga 2020