PART 4

260 32 2
                                    

Namjoon terkekeh menatap pemuda ber-bucket hat yang tengah menikmati sarapan di depannya.

Pagi tadi, Jungkook datang mengetuk pintu apartemen Namjoon. Setelah pintu terbuka, Jungkook segera menyeret lengan kakaknya itu dan membawanya ke tempat parkir. Sepanjang perjalanan, Namjoon selalu bertanya alasan Jungkook membawanya pergi tapi tidak pernah dijawab. Pada akhirnya Namjoon hanya pasrah dibawa ‘kabur’ oleh adiknya itu.

Tiba di sebuah restoran, Jungkook mengajak Namjoon masuk dan mereka memesan makanan. Setelah makanan tiba, baru Jungkook mau memberitahu alasannya membawa Namjoon pergi tiba-tiba.

“ Kalau hanya begini, aku tidak terima. Ini terlalu murah,” kata Namjoon mengambil kentang goreng dan memakannya.

“ Lalu kau mau apa? Hyundai keluaran baru?”

Pemuda berambut blonde itu terkekeh menunjukkan lesung pipi-nya.

“ Tidak ada tempat parkir.”

“ Lalu?”

“ Aku mau tiket ‘menjadikan Jeon Jungkook bawahanku selama seminggu’. Oke?” Namjoon menunjukkan seringai lebarnya.

“ Hah??!!”

“ Itu baru sepadan dengan pekerjaan yang aku lakukan demi kau!”

Jungkook menghela nafas panjang.

“ Terserah.”

“ Mana ucapan terimakasihnya? Aku butuh itu juga.”

“ Ha-HA?!”

Tatapan Namjoon dan senyum sinis-nya membuat Jungkook menyerah.

“ Te-terimakasih.”

“ SAMA-SAMA!!” Namjoon menepuk kepala Jungkook yang tertutup bucket hat.

Wajah Jungkook memerah karena malu. Dia mengunyah makanan yang masih ada di mulutnya.

“ Kau itu, benar-benar sangat menyukainya ya. Aku tidak percaya kau sampai meninggalkan kuliahmu di Jepang demi dia.”

“ Butuh jawaban?” tanya Jungkook.

“ Tidak perlu. Aku sudah tahu jawabannya... hanya saja, aku heran. Kau tahu kalau kalian tidak bisa bersama tapi kau tetap mencarinya, mengejarnya bahkan meninggalkan segalanya demi dia. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang membuat orang se-nekat itu saat berhubungan dengan cinta.”

Kepala Jungkook sedikit terangkat. Dia menatap Namjoon dari balik bucket hat-nya. “ Hyung belum pernah jatuh cinta?”

Namjoon yang sedang minum kopi panas-nya tersedak. Ia terbatuk selama beberapa saat kemudian berusaha untuk tenang.

“ Kenapa kau terkejut dengan pertanyaanku?”

“ Uhuk... pertanyaanmu terlalu frontal, kau tahu?!” marah Namjoon.

“ Jawab aku.”

“ Tentu saja aku pernah... berkali-kali. Memangnya kau! Seumur hidup mencintai satu orang. Hidup hanya sekali, nikmati!! Jatuh cinta-lah dengan banyak orang.”

“ Itu bukan cinta... itu hanya sekedar suka.”

Namjoon yang tengah merentangkan kedua tangannya tiba-tiba mematung mendengar perkataan Jungkook. “ Y-ya, kau benar,” katanya kembali menyesap kopi.

Pagi yang cerah dengan angin musim gugur yang segar. Sedikit lebih hangat dibanding malam tadi. Namjoon menatap Jungkook, adik tirinya yang sangat polos dan tidak tahu apa-apa soal cinta.

Ia ingat saat Jungkook mendatangi kamarnya dengan wajah memerah dan ekspresi hampir menangis. Saat itu Jungkook kelas 1 SMA. Jungkook tidak langsung mengatakan keperluannya pada Namjoon. Hanya duduk sambil menundukkan kepala. Namjoon juga tidak berani bertanya. Dia hanya menemani Jungkook sampai dia mau mengatakan sesuatu.

Namjoon sempat terkejut saat Jungkook bilang dia menyukai seseorang. Meski pada akhirnya, dia ikut berbahagia. Jungkook menceritakan pada Namjoon jika dia suka pada seseorang yang tengah melakukan tarian kontemporer di ruang kaca sekolahnya. Begitu melihatnya, Jungkook langsung merasakan perasaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Namjoon bisa menyimpulkan jika Jungkook jatuh cinta pada pandangan pertama dengan orang itu. Jungkook yang tidak tahu apa-apa hanya meng-iya-kan perkataan kakaknya.

Sampai kemudian, “ tapi dia seorang laki-laki.”

Seperti tersambar petir di siang bolong tepat di jantungnya. Namjoon terdiam mematung ditempatnya. Hanya bisa menatap Jungkook dengan kedua mata yang terbuka lebar, juga mulutnya yang menganga.

Setelah mendengar cerita Jungkook, dia senang. Sangat senang karena akhirnya adik yang selalu terlihat kaku, pendiam dan tidak punya banyak teman itu mau membuka diri. Namun akhir cerita Jungkook benar-benar tidak terduga.

Namjoon meminta adiknya itu untuk tidak menceritakannya pada siapapun termasuk kedua orangtuanya. Meski pada akhirnya mereka tahu saat tidak sengaja mendengar keduanya sedang membicarakan orang yang disukai Jungkook. Beruntung Jungkook memiliki orangtua yang pikirannya terbuka. Mereka membebaskan anak bungsu mereka melakukan apapun yang dia suka. Karena mereka tahu Jungkook berubah menjadi lebih baik lagi setelah menemukan cinta pertamanya.

“ Hyung, aku mau berangkat kuliah.”

“ Eh-ah... emm...” Namjoon melambaikan tangan pada Jungkook yang entah sejak kapan sudah menghabiskan makanannya.

“ Nanti sore aku ke cafe.”

“ Mau bertemu Jimin?” tanya Namjoon dengan nada sedikit menggoda.

Wajah Jungkook memerah. Dia menyembunyikannya dibalik bucket hat.

Namjoon tertawa melihat Jungkook yang langsung pergi tanpa bicara apapun. “ Ah, anak muda...” gumamnya sembari menyesap kopi-nya yang mulai dingin.

XXX

“ Jimin-ah! Kemari,” suruh Hoseok pada Jimin yang baru selesai mencuci piring.

“ Hm? kenapa?” Jimin mengikuti perintah Hoseok. Ia mengikuti kakak sepupunya itu menuju ke pintu yang menghubungkan lorong dapur dan gudang dengan counter.

“ Lihat, mereka datang lagi.”

Jimin sedikit mengintip ke balik pintu. Setelah mengamati seluruh tempat, dia menutup pintu.

“ Siapa?” tanya Jimin.

Hoseok yang gemas membuka pintu lebar-lebar membuat Jimin terkejut. “ Meja nomor 2,” bisik Hoseok.

Mata Jimin langsung tertuju pada tiga perempuan yang tengah mengobrol santai di meja nomor 2. Jimin menutup pintu kemudian menatap Hoseok.

“ Lalu?” tanyanya.

“ Hampir setiap hari mereka datang ke cafe ini.”

“ Ya, terus apa hubungannya denganku?”

Hoseok menepuk dahinya. “ Perempuan berambut pendek itu selalu mengamatimu, kau tahu? aku yakin dia pasti menyukaimu. Alasan dia datang kemari hampir setiap hari pasti karena menyukaimu.”

“ Jangan sok tahu! bisa saja dia menyukai Hoseok-hyung.” Jimin berjalan menuju dapur diikuti Hoseok.

“ Coba saja dekati dia. Aku yakin dia akan gugup dan tidak berani menatap wajahmu.”

Jimin mengedikkan kedua pundaknya. “ Aku tidak yakin,” katanya.

“ Percaya padaku!”

“ Hyung...” panggil Jimin berhenti di depan pintu dapur. “ Hyung tidak menyuruhku untuk menjadi normal ‘kan?” bisik Jimin.

“ Si-siapa yang menyuruhmu untuk jadi normal... tidak. Bagiku kau sudah cukup normal.”

“ Ayah yang minta?” tanya Jimin.

“ Bukan... sudah-sudah masuk.” Hoseok mendorong Jimin masuk ke dapur.

“ Seokjin-oppa... pesanan meja 3 sudah belum?” tanya Jihyo, pegawai perempuan yang bertugas di counter pesanan sembari masuk ke dapur.

“ Sudah. Ada di meja,” sahut Seokjin menunjuk ke meja di sebelah Jihyo dengan dagu karena kedua tangannya tengah sibuk memotong buah.

Saat Jihyo hendak membawa pesanan meja nomor 3, Hoseok mencegahnya. “ Biar Jimin yang membawanya.” Hoseok tersenyum menunjukkan deretan gigi putihnya membuat Jihyo mengangguk kaku.

“ Antar ke meja 3.” Hoseok menyerahkan nampan berisi banana milk dingin pada Jimin. Dia menggerakkan alisnya saat Jimin menatap kakak sepupunya itu dengan bingung. “ Meja 3,” katanya lagi sembari terus menunjukkan senyum manisnya.

Jimin menghela nafas. Dia mengambil nampan di tangan Hoseok dan bergegas mengantarkannya ke pelanggan.

“ Silakan... oh, Jungkook-ah!” sapa Jimin saat melihat pemuda bucket hat yang menempati meja tiga.

Jungkook mengangguk membalas sapaan Jimin.

“ Kau itu benar-benar menyukai banana milk ya...”

“ Iya,” jawab Jungkook menundukkan kepalanya.

Jimin tersenyum menatapnya. Kemudian, “ selamat menikmati.”

“ Te-rima kasih,” sahut Jungkook terbata.

Jimin hendak kembali ke counter saat seseorang memanggilnya.

“ Jimin-ssi...” Seorang perempuan berambut panjang dengan poni yang duduk di meja nomor 2 memberikan secarik kertas pada Jimin.

Dengan ekspresi bingung, Jimin mengambil kertas tersebut. Setelah kertas yang terlipat itu berada di tangannya, Jimin tersenyum dan berjalan menuju ke counter.

Jimin menaruh nampan di tempatnya, kemudian membuka kertas pemberian pelanggan meja nomor 2. Di dalamnya, tertera nama seorang perempuan beserta nomor telepon.  Jimin menatap perempuan berambut pendek di meja nomor 2. Perempuan itu terkejut saat mereka saling menatap kemudian segera memalingkan wajahnya. Teman-temannya langsung bereaksi melihat pemandangan itu.

“ Hyerin,” gumam Jimin membaca nama di kertas.
Pemuda itu kembali melipat kertas dan memasukkannya ke saku celana. Setelah itu, ia kembali ke dapur.

XXX

Ekspresi Namjoon tidak berubah sedari tadi. Menahan tawa menatap Jungkook yang berada di cafe-nya. Jungkook sampai malas melihat reaksi Namjoon. Dia memilih untuk pura-pura tidak kenal.

“ Kau mau disini sampai cafe tutup? Atau sampai Jimin selesai?” bisik Namjoon.

“ Berisik!” Jungkook hampir saja memukul Namjoon.

“ Ya-ya-ya... terserah kau saja,” kata Namjoon sambil berlalu.

Jungkook menatap punggung Namjoon yang kemudian menghilang dibalik pintu terganti oleh sosok Jimin yang tengah mencangklong tas ransel-nya. Ia tengah mengobrol dengan Hoseok saat keluar dari pintu.

Tiba-tiba saja Jungkook merasa wajahnya panas. Dia tidak pernah bisa mengontrol diri saat melihat Jimin. Bahkan meski berada di kejauhan.

Kulitnya yang putih, matanya yang kecil, bibir-nya yang penuh dan senyumnya yang selalu terlihat adalah daya tarik Jimin. Dulu saat masih SMA, Jimin terlihat sangat kecil membuat Jungkook selalu merasa ingin melindunginya. Apalagi saat Jimin di-bully oleh teman-temannya di sekolah karena orientasi seksualnya yang berbeda. Dia benar-benar ingin melindunginya tapi dilarang oleh Namjoon. Kakaknya itu tidak mau Jungkook terlalu mencampuri urusan oranglain. Namjoon juga masih memikirkan kedua orangtuanya yang pasti akan sangat sedih jika Jungkook terlibat masalah di sekolah.

Jungkook yang masih muda, polos dan lugu hanya bisa mengikuti semua perintah sang kakak.

“ Kali ini aku harus menjaganya,” gumam Jungkook menatap ke bawah. Tidak lama, dia menengok ke belakang saat mendengar suara seseorang memanggil Jimin.

Kedua mata Jungkook menyipit saat melihat seorang perempuan berambut pendek tengah bicara dengan Jimin. Entah apa yang sedang mereka bicarakan tapi Jungkook merasa tidak nyaman. Perempuan itu terlihat senang saat Jimin menunjukkan layar ponselnya.

Dia ingat perempuan tadi duduk di sebelah mejanya. Tadi seorang temannya memberikan sesuatu pada Jimin. Kemudian,mereka sempat membicarakan soal Jimin membuat Jungkook sedikit kesal. Dari pembicaraan mereka, Jungkook yakin jika perempuan berambut pendek bernama Hyerin itu menyukai Jimin.

‘ Mungkin mereka saling bertukar nomor,’ kata Jungkook dalam hati.

Pemuda itu kembali ke posisinya –menghela nafas panjang mencoba untuk tenang. Sempat terlintas di kepalanya bahwa mungkin saja Jimin sudah berubah ‘normal’. Jika benar, itu tanda jika Jungkook harus menyerah. Dia tidak mungkin membuat Jimin kembali menjadi gay. Tidak ada yang bisa Jungkook lakukan selain mendukungnya. Tidak masalah baginya meski dia harus menyia-nyiakan waktu demi Jimin. Jika Jimin bahagia, ia pun akan merasakannya.

Hanya senyum kecut yang bisa Jungkook tunjukkan sekarang.



Bau-bau konflik mulai tercium pemirsah 👍

[ONGOING] OUR FIRST LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang