2

40 9 3
                                    

Kaki kurus itu menapaki aspal yang menguarkan bau khas tampias hujan.
Langkah besarnya seakan tak mengikis jarak.

Lelah, itu yang ingin dia suarakan pada dunia.

Lagipula semua ini murni kesalahannya, mengapa ia tidak segera pulang, padahal mendung menjemputnya di surai langit sejak tadi siang.

Jarak masih terlalu jauh, dan jaemin tak mendapati satupun kendaraan umum yang lewat.

"Kesialan macam apa ini?"

Gerutu hati jaemin

Tanpa ia sadari, satu sorot mata menangkap kemalangan nya, dan berniat menolong kelelahan nya.

"Nana, sendirian?"

Suara berat yang tiga tahun belakangan ini banyak didengar jaemin menyentuh gendangnya lembut.

Jantungnya berdegup seakan tubuhnya sedang berlari, netra rusanya di usahakan untuk tidak terbelalak terlalu lebar, atau semua usaha jaemin akan tertebak bahwa dia sedang menyembunyikan keterkejutannya.

"Ayo aku antar pulang"

Jeno bergerak untuk menyilahkan jaemin duduk di jok belakang

Jaemin tersenyum.

Bukan, dia tak ingin merepotkan pemuda lee itu. Kepalanya menggeleng-geleng bertanda sebuah penolakan.

"Ayolah, sudah sore, aku akan merasa bersalah jika tak mengantarmu pulang"

Bagai titah, jaemin akhirnya meletakkan tangannya pada pundak kokoh jeno, berniat mencari keseimbangan agar tak tergelincir saat duduk di atas kuda besi itu.

Motor hitam jeno melesat bak sebuah peluru, membuat na jaemin terpaksa harus menggigit bibirnya, takut jika dia tergelincir nantinya, tangannya meremat ranselnya, tak ada pegangan untuknya.

Ah ayolah, na jaemin masih punya malu untuk merangkul pinggang jeno, walau ada perasaan ingin, tapi lagi-lagi jaemin harus menampiknya.

"Kau tak takut jatuh na?"

Jeno berbicara agak keras dari balik helmnya.

Bodohnya jeno, karena melupakan bahwa kenyataannya tidak akan ada jawaban yang bisa didengarnya dari mulut mungil na jaemin.

"Berpeganganlah"

Jaemin menatap punggung jeno kikuk. Namun sesaat kemudian jeno menarik tangan kiri jaemin agar melingkar di pinggangnya.

Kalbu siapa yang tidak mengalirkan cinta ketika sang sumbu rasa memberinya secuil kisah pendukung.

Semburan kupu-kupu menggeletik perut kurus na jaemin, menciptakan sensasi bak mengapung diatas kolomonimbus, lembut namun penuh sengatan.

Tangannya saat ini sedang memeluk sang pujaan hati, deretan giginya bahkan menampakkan bagaimana sang tubuh sedang merayakan hari ini.

"Ah, aku ingat rumah kita hanya beda 2 kompleks"

Jaemin mengangguk lucu dipundak jeno, membuat kekehan kecil dari pemilik mata sabit itu.

"Bagaimana kalau setiap hari aku menjemputmu dan mengantarmu"

Jaemin terbelalak, kalimat tanpa beban itu seakan menghujam hati jaemin, membuatnya kembali tersenyum miris.

Bukannya tuhan sudah menguras habis kebahagiaannya? Dan sangat tidak konsisten dalam menciptakan skenario dalam hidupnya, akan di habisi seperti apa lagi jaemin kali ini?

Perjalanan yang memakan waktu membuat dua pemuda berbeda marga itu saling diam, tak ada yang berniat membuat suara atau sekedar melempar senyum.

Lee jeno tenggelam pada arus hatinya, mencoba berfikir kalimat apa yang baiknya digunakan untuk niatnya kali ini? Tak ada yang mampu mengerti jaemin sejauh ini, itu yang sedang ia tekan kan pada dirinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

netra siriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang