Satu

252 17 0
                                    

Jingga tergores makin rapat di langit raya. Burung-burung mencicit, mengepakkan sayap yang membawa tubuh ringkih mereka menuju sarang. Daun mangga pasrah terbawa tiupan angin, menjatuhkannya di tanah kering yang seharian tertempa terik kemarau.

Ia menatap kosong di depan jendela yang terbuka daunnya. Sesekali sapu tangan putih bersih ia usapkan di telapak tangan. Hatinya terasa hampa. Sesuatu dari masa lalu menyeruak, menghantam pikirannya dengan bisikan-bisikan aneh yang meracuninya.

Pintu kamar berderik, suaranya terdengar jelek karena engselnya telah lama berkarat. Kepalanya tertoleh. Sesosok lelaki berdiri di ambang pintu yang setengah terbuka. Wajahnya terlihat lelah, dengan jeans robek-robek di lutut dan jaket butut membungkus kemeja kotak-kotak, melekat di tubuh tegapnya. Ia menyunggingkan senyum polos pada lelaki itu. Rambutnya berkibar menutupi separuh wajah. Ia mengernyit sebal.

"Abang pulang." Lelaki itu menggenggam handle pintu dengan erat. Senyumnya tersungging tipis.

Ia kembali mengernyit tak suka. Matanya mengarah ke tangan lelaki itu. "Jangan pegang. Itu kotor."

Lelaki itu terdiam, melepaskan tangannya dari handle pintu. Ekspresi di wajah tegas itu berubah datar saat mendekatinya. Ia menahan napas saat tangan besar dan kasar itu memegang pergelangan tangannya.

"Abang baru gajian, tadi." Si lelaki berkata dengan nada sedikit lunak.

"Malam ini kita makan di restoran Koh Leon saja, ya?"

Ia mengangguk kaku. Seperti robot. Tangannya terasa tidak nyaman karena masih berada di genggaman lelaki itu. Terasa janggal. Ia tidak suka perasaan ini. Benaknya berpikir untuk segera lepas, tapi sorot tajam namun lembut orang di hadapannya membuat saraf geraknya kaku.

"Ganti baju sana. Abang tunggu di depan," kata lelaki itu sebelum melepaskan tangannya dan berbalik keluar dari kamar.

Ia terdiam, memandangi daun pintu yang ditutup dari luar. Lagi-lagi suara derikannya terdengar mengganggu di telinga. Pandangannya turun ke pergelangan tangan. Bibirnya menyeringai.

"Kotor," gumamnya sebelum berlari menuju kamar mandi secepat yang kakinya bisa.

Ia harus segera menghilangkan kotoran itu sampai bersih sempurna karena ia masih ingin hidup.

***

Ritual Angka GanjilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang