"Tharn, kau tau? Kau sangat jelek saat ini. Cobalah tersenyum maka kau akan lebih tampan na."
"..."
"Hei kau mendengarkan ku tidak sih?"
"Iya sayang aku dengar. Sudah jangan kesal begitu, makin imut saja na."
"Huh."
Gulf menatap Tharn lama. Begitu pula Tharn. Tangannya menggenggam erat tangan Tharn. Seiring airmata Gulf mengalir deras.
"Jangan mengatakan apapun." Peringat Tharn. Tubuhnya langsung mendekat dan memeluk tubuh ringkih Gulf dengan erat. Ikut berbaring disisi Gulf yang tengah terbaring lemah dibangsalnya.
"Aku mencintaimu Tharn. Sangat." Lirih Gulf pelan. Tangannya mengusap lembut rambut pria yang sangat dicintainya ini.
"Jangan mengatakan apapun ku mohon." Balas Tharn tak kalah lirih. Wajahnya ia sembunyikan di leher Gulf. Mencium kulit halus disana penuh sayang.
"Tharn. Sudah waktunya. Dengarkan aku na."
"..." Tharn hanya diam, semakin mengeratkan pelukannya di tubuh sang kekasih.
"Makan makanan bergizi. Jangan hanya meminum kopi. Gunakan setidaknya singlet ketika tidur, tubuhmu lemah akan udara dingin. Pakai baju hangat ketika musim dingin, baju hangatmu di rak paling atas na. Bersih-bersih kamar setiap seminggu sekali. Uhuk uhuk-"
"Gulf-"
"Uhuk. Aku belum selesai uhuk. Jangan mabuk. Aku sudah tidak bisa mengurusmu lauummphh."
Tharn membungkam mulut itu dengan ciuman memabukkan. Melumatnya penuh hasrat.
Gulf menangis dalam ciuman itu. Membalas sebisa mungkin.
Gulf melepaskan ciuman itu. Menatap Tharn penuh cinta. Menangkup wajah tampan itu dengan kedua tangan ringkihnya.
"Aku akan selalu ada dihatimu. Kelak jika ada seseorang yang menggantikan-"
"Gulf!"
"Terima dia. Kau harus bahagia tanpaku. Aku akan. Bahagia jika kau bahagia. Aku uhuk mencintaimu Tharn uhuk."
"Gulf ummphh."
Gulf dengan cepat membungkam bibir Tharn. Melumatnya dengan sisa-sisa tenaganya. Tharn membalas lumatan itu dengan sigap, airmatanya mengalir deras.
"Aku mencintaimu Tharn."
Tiiiinnnnnn
Bunyi khas itu membuat air mata Tharn semakin mengalir deras. Ciumannya tak ia lepaskan, ia tetap mencium bibir pucat itu.
"Hiks kau jahat Gulf. Kau jahat."
Tharn mencium seluruh titik wajah Gulf, mulai dari kening, mata, pipi, hidung, dagu, kemudian bibir pucat itu. Gulfnya telah pergi. Pergi jauh meninggalkannya.
"Gulf!!!" Teriak Tharn putus asa. Dipeluknya erat tubuh tanpa nyawa itu.
SKIP TIME
Tharn menatap data gundukan tanah basah didepannya. Wajahnya sangat amat datar, bahkan tanpa ekspresi. Orang-orang disana memakai pakaian serba hitam, termasuk Tharn sendiri.
"Tharn sudah, ayo pulang." Bujuk Tum mengelus pundak tegap Tharn, mencoba memberi kekuatan pada sang sahabat.
"..."
"Tum duluanlah, bibi akan berbicara pada Tharn." Ucap Mae Gulf pada Tum. Tum melihat Tharn sekilas kemudian beranjak pergi.
"Tharn." Panggil Mae ketika hanya tinggal ia dan Tharn di depan pusara Gulf.
"Kenapa Mae? Kenapa dia begitu bodoh? Kenapa dia memilih pergi dari ku?" Datar Tharn masih menatap makam didepannya.
"Jangan begini sayang. Gulf tak akan menyukai ini. Mari wujudkan keinginan Gulf. Kita harus membuatnya tersenyum diatas sana." Mae memeluk Tharn, namun Tharn tak membalas pelukan itu. Hanya diam menatap pusara Gulf dengan pandangan tak dapat diartikan.
~~Joy~~
Sudah sebulan sejak kepergian Gulf, nyawa Tharn seolah ikut dibawa oleh Gulf. Tharn yang dulunya pemuda sopan santuh ceria serta ramah, kini menjelma menjadi pemuda dingin yang keras. Tak ada lagi senyuman diwajahnya. Emosinya naik turun jik ada yang tak sesuai dengan perintahnya. Membuat orangtua Tharn sedih, orangtua Gulf pun demikian. Ia tak menyangka kepergian Gulf akan berdampak berkepanjangan pada Tharn.
"Tharn, kau akan mengurus perusahaan di Jepang. Biar Thorn saja yang di Thailand." Ujar Pho Kirigun pada Tharn. Kini mereka tengah makan malam bersama, termasuk juga ada orangtua Gulf. Karena memang mereka sudah sangat dekat, mengingat putra mereka akan menikah jika saja takdir lebih baik.
"Baik." Jawab Tharn datar.
"Bukan perjalanan bisnis, kau akan menetap disana."
"Tidak."
"Tharn!"
"Hm."
"Bangkitlah nak. Gulf tak akan menyukai ini." Ujar Mae Gulf lirih.
"Apapun itu aku tak akan meninggalkan Gulf sendiri disini. Terima kasih makanannya." Tharn berlalu pergi.
"Tharn! Kembali!"
"Sudah sudah. Jangan memaksa Tharn Pho, dia sudah cukup sulit dengan kepergian Gulf. Biar aku saja yang mengurus disana. Tharn masih bertahan karena ia masih mengingat ucapan Gulf untuk tetap hidup. Sudah cukup aku kehilangan satu nong, tidak dengan nong ku yang lain." Ujar Thor penuh pengertian. Mendengar itu Mae Gulf dan Mae Tharn terisak.
~~Joy~~
Saat ini Tharn tengah berdiri angkuh di depan pusara Gulf. Menatap pusara itu dengan datar.
"Kau senang? Aku masih hidup sampai saat ini. Tapi jiwa ku mati."
"Kau tau. Pho menugaskan ku ke Jepang, ku tolak. Jelas saja, aku tak mungkin meninggalkan istriku na?"
"Sebentar lagi-"
"Dasar gila, bicara sama makam." Celetuk seseorang disamping Tharn. Tharn menoleh cepat guna untuk memarahi yang memotong pembicaraannya dengan Gulf.
"Orang mati ya mati saja. Kau tak perlu ke sini setiap hari. Ia pun pasti ingin kau menjalani hidupmu tanpa bayang-bayangnya. Yasudah aku permisi, pesawatku akan otw sebentar lagi. Sawatdee. Sawatdee Phi Gulf."
Pemuda itu berlalu meninggalkan Tharn dengan wajah bingung. Biasanya ia akan langsung membentak orang yang tidak disukainya. Namun pemuda bermasker itu membuatnya tak berkutik, entah mengapa Tharn merasa mata itu seperti mata Gulf. Ia hanya menatap punggung pemuda itu sampai menghilang dibalik tembok.
Sementara pemuda yang tadi menegur Tharn kini tengah sibuk mengecek ponselnya.
"Type Thiwat, dalam waktu setengah jam kau tidak dibandara. Kau akan ku tinggalkan."
"Shia aku terlambat! Aisshhh!" Kesal pemuda bernama Type Thiwat itu. Kemudian segera menaiki taksi yang berhenti didepannya.
Sementara Tharn, masih betah di depan pusara Gulf. Mengenang betapa rindunya ia pada kekasihnya itu.
Pertemuan singkat itu akankah menjadi awal benang merah baru terajut diantara mereka? Entahlah, kadang takdir memberikan sesuatu yang buruk, namun belum tentu itu yang terburuk untuk kita.
.
.
.
.
.
END