"Chat dia nggak yah"
Dari subuh sampai tengah hari, masih kepikiran. Ingin menghubungi dulu, namun keegoisanku bertanya.
"Kenapa harus aku dulu (lagi)?"
Lima hari kemarin, aku mengalah. Menghubungimu lebih dulu dan berusaha mencari kabarmu lebih dulu dibanding usahamu menghubungiku. Akan terasa impas jika saat aku menghubungi dan menanyakan kabar atau sesuatu kepadamu, kau juga melakukan hal serupa.
A k a n l e b i h i m p a s.Sayangnya, pamrihku tak membuahkan hasil. Apa yang kutanyakan padamu, tak kunjung berbuah tanya darimu untukku. Sebatas,
"Sibuk apa hari ini?"
"Kerjaan numpuk gak karuan. Capek banget."
-tamat
Lagi-lagi harus kupikirkan beberapa obrolan receh hanya untuk membuatmu bertahan di dalam room chat denganku lebih lama lagi.
Gagal.
Selalu berakhir gagal. Ketika sudah kusediakan waktu luang untukmu, namun selalu berakhir dengan fast responku dan slow responmu. Berujung ketidaknyambungan pembahasan dan menimbulkan kerusakan mood di hatiku.
Kau sibuk? Bagaimana dengan sedikit kabar saat kau memegang ponselmu? Atau saat kau membalas pesan grupmu? Untuk mengetik beberapa kalimat atau mungkin hanya kata saja, tak memakan waktu hingga 5 menit bukan?
Kau tau? Perlahan aku mulai kehilangan sosokmu. Dulu saat melihat notifikasi pesan membuatku sangat berdebar dan lupa dengan lelahku, namun sekarang notifikasi pesan itu layaknya kertas ujian bagiku. Belum sempat kulihat dalamnya, aku sudah memikirkan 'jawaban apa yang harus kutulis untuk membuat ujian ini lancar dan hasilnya sesuai harapanku'.
Sulit sekali menerima dan tidak mendapat pesanmu. Saat kuterima, aku takut pesan balasanku salah. Saat tak kudapati pesanmu, aku takut balasanmu tak sesuai mauku.
Iya, akhir-akhir ini aku salah bagimu, kan? Apapun yang kulakukan terhadapmu selalu membuahkan kesakitan untuk hatiku. Namun aku menerimanya, mungkin aku memang salah. Hingga berpikir, besok akan kucoba lagi dengan cara yang lain lagi. Sampai aku dapati hatimu yang baik lagi, yang luluh lagi, yang mencintaiku lagi, dan yang takut kehilanganku (lagi).
Day 2 without you, ternyata ini lebih berat dibanding kemarin. Tiba-tiba sakit luar biasa ketika melihatmu online dan membuat satu status cerita baru di akun whatsapp-mu.
Foto baru. Yang mana biasanya setiap punya foto baru selalu mengirimkannya padaku. Alay? Jelas bukan! Sebab dulu kaulah yang memulai kebiasaan itu. Pergi kemana, pamit. Pulang dari mana, lapor. Sedang di mana, kirim foto. Sedang sibuk apa, kirim video. Bahkan saat ingin mengunggah foto baru-pun, kau mengirimkannya terlebih dahulu sebelum orang lain tau.
Terakhir. Info status. Kau memperbolehkan foto profil akun media sosial adalah foto sendiri asalkan dengan syarat, bagaimanapun caranya orang bisa mengerti, bahwa kau dan aku ada yang memiliki.
Sekarang?
Oh shit!
Miris sekali melihat perubahan sekarang ini yang semua aturan-aturan di atas sudah tak lagi ada dan berlaku tanpa adanya kesepakatan, alias luntur begitu saja.Mungkin takkan sesakit ini jika dulu tak kau buat tata tertib seperti itu. Rasanya belum terbiasa. Dan terasa seperti luka. Di mana letaknya, entahlah. Intinya, sakit.
Hari kedua ini, aku mencoba untuk menekan egoku. Baiklah, aku yang akan memulai. Aku mencoba ramah tamah dengan mengomentari unggahanmu. Balasanmu? Ah sudahlah. Sakit rasanya ketika aku membacanya. Atau lebih baik kubisukan saja?
Malam, kucoba seperti caramu. Menggunggah foto terbaruku, tanpa mengirimkannya lebih dulu kepadamu.
Tai!
Hanya dilihat saja!
Tak ada respon!
Tak ada apapun darimu!Ini bagian tersakit bagiku. Bukan sekali, dua kali, tiga kali. Bahkan meski unggahanku adalah fotomu dengan kata mutiara yang terdengar seperti membanggakanmu, kau tetap acuh! Kau cinta, atau pura-pura?
Inikah orang yang kucintai dulu? Atau bahkan, inikah orang yang katanya mencintaiku?
Hari ini berakhir dengan aku menangis karena merasa tak kau cari. Kau sibuk dengan urusanmu, dan aku sibuk membasuh lukaku karenamu. Aku diam. Memilih tak membicarakan ini padamu. Sebab aku tau, kau akan mengatakan hal yang sakit (lagi) padaku.
"Apa-apa jangan dibawa perasaan. Emang kemana-mana harus laporan, ya? Harus banget gitu kamu tau apa aja kegiatanku? Hidupku gak melulu tentang kamu, ya!"
"Iya benar. Maaf. Aku belum terbiasa melewati hari tanpa kabarmu. Sebab enam tahun kemarin, kau membuatku terbelenggu dalam aturan itu." Jawabku dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Days Without You
RomanceSebuah usaha melupakan kebiasaan mencintai dan mengejar seseorang.