"Noona, boleh aku bicara denganmu? Empat mata, please." Wajah Jongkuk tegang.
Yeorin menatapnya tajam, penasaran menyaksikan kegetiran yang begitu kentara di wajah pria itu. Yeorin menengok ke belakang Jongkuk, ke pintu ruang kerja, dan Jongkuk membaca jalan pikirannya.
"Hyejin bermain catur dengan Jimin hyung," kata Jongkuk dengan suara berat sambil menyusupkan tangan ke saku dan berjalan ke pintu yang mengarah ke halaman dalam rumah.
Keraguan Yeorin hanya sesaat, dia pun menyusul Jongkuk. Yeorin tidak ingin ada komentar miring tentang kebersamaannya dengan Jongkuk, tapi di sisi lain, dia tahu Jongkuk takkan mencoba merayunya, dan Yeorin kesal harus merasa bersalah karena bersikap ramah kepada Jongkuk. Hyejin masih berusaha menjalin pertemanan dengannya, dan Yeorin menyadari dia benar-benar menyukai wanita itu.
Hyejin sangat mirip Jimin - sikapnya terus terang dan siap menerima tantangan. Kadang-kadang Yeorin dihantui pikiran meresahkan bahwa Hyejin lebih mudah mengawasinya di balik kedok pertemanan, tapi makin lama pemikiran itu hadir karena kecemasannya sendiri, bukan karena Hyejin merencanakannya lebih dulu.
"Bukankah keadaan berjalan baik?" Yeorin bertanya pelan kepada Jongkuk.
Jongkuk tertawa getir sambil mengusap tengkuk.
"Kau tahu jawabannya tidak. Aku tidak tahu mengapa," sahut Jongkuk dengan lelah. "Aku sudah mencoba, tapi di balik benakku pikiran itu selalu ada, bahwa dia takkan mencintaiku seperti dia mencintai Jimin hyung, bahwa aku tak cukup berarti seperti Jimin hyung, dan itu membuatku hampir muak menyentuhnya."
Yeorin memilih kata-katanya dengan hati-hati, mengutipnya satu per satu seperti memetik bunga liar.
"Situasi saling benci lumrah terjadi. Aku melihat ini terus-menerus, Jongkuk-ssi. Kecelakaan seperti ini mengguncang jiwa semua orang yang terhubung dengan pasien. Jika yang terluka anak-anak, akan terjadi saling benci antara orangtua, juga anak lain dalam keluarga itu. Dalam situasi seperti ini, ada satu orang yang menerima semua perhatian dan yang lain tidak menyukai itu."
"Kau membuatku terkesan begitu kecil dan picik," kata Jongkuk, satu sudut bibirnya yang tegas melekuk ke atas.
"Bukan begitu. Apa yang kau rasakan itu manusiawi." Suara Yeorin masih penuh kehangatan dan rasa sayang.
Jongkuk menatapnya lekat-lekat, tatapannya merayapi wajah lembut Yeorin.
"Keadaan akan membaik," Yeorin menenangkannya.
"Cukup cepat untuk menyelamatkan pernikahanku?" tanya Jongkuk dengan suara berat. "Kadang-kadang aku hampir membenci Hyejin, dan itu ganjil, karena alasanku membenci Hyejin adalah dia tidak mencintaiku seperti aku mencintainya."
"Mengapa dia yang harus menerima semua kesalahan itu?" desak Yeorin. "Mengapa kau tidak menunjukkan sebagian kemarahanmu pada Jimin? Mengapa kau tidak membenci Jimin karena menyita semua perhatian Hyejin?"
Jongkuk terpingkal-pingkal.
"Karena aku tidak jatuh cinta pada Jimin hyung." Jongkuk terkekeh. "Aku tidak peduli apa yang Jimin hyung lakukan dengan perhatiannya, kecuali itu menyakiti hatimu."
Yeorin terkejut. Mata besarnya semakin besar. Dalam keremangan senja, matanya berkilat keemasan, dalam dan tidak berdasar seperti mata kucing.
"Bagaimana Jimin bisa menyakitiku?" tanya Yeorin dengan parau.
"Dengan membuatmu jatuh cinta kepadanya." Jongkuk sungguh jeli, bisa meringkas sebuah situasi hanya dengan melihat sepintas. "Aku memperhatikan kau berubah dua minggu terakhir ini. Sebelumnya kau sudah cantik, Tuhan pun tahu, tapi sekarang kecantikanmu makin memesona. Kau bercahaya. Pakaian barumu, ekspresi wajahmu, bahkan cara berjalanmu, semua berubah. Sekarang Jimin hyung sangat membutuhkanmu sehingga semua orang tersingkir dari pikirannya, tapi bagaimana nanti? Ketika Jimin hyung bisa berjalan lagi, apakah dia masih akan menatapmu seolah matanya menempel padamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie To Me
Romance(Completed) Kecelakaan mengerikan membuat Han Jimin lumpuh, dan kehilangan semangat hidup. Ia pesimis akan pulih kembali dan menolak semua bentuk terapi yang disarankan. Sebagai terapis andal, Kim Yeorin yang ditawari pekerjaan untuk membantu memul...