Bab 8

249 31 11
                                    

Keesokan harinya, tanpa menyinggung rencananya kepada siapa pun, Yeorin mulai menyiapkan pengaturan untuk menangani pasien berikutnya.

Dia memberikan waktu kepada diri sendiri untuk memulihkan diri dari rasa sakit karena kehilangan Jimin, waktu untuk membiasakan diri terbangun tanpa tahu Jimin ada di kamar sebelah.

Aku akan mulai pada akhir Januari, pikir Yeorin.

Jimin akan mulai bekerja lagi setelah satu Januari, dan Yeorin mungkin sudah pergi sekitar saat itu.

Karena sekarang sudah menggenggam keberhasilan, Jimin memaksa diri lebih keras lagi. Yeorin menyerah untuk mencoba mengekang energi Jimin. Dia memperhatikan Jimin memaksa diri berjalan sepanjang palang, bersimbah peluh, tak henti mengumpat untuk menawar rasa sakit dan rasa letihnya.

Kalau Jimin sudah terlalu lelah melanjutkan latihan, Yeorin memijat tubuhnya yang pegal, membawanya ke kolam renang, lalu memijatnya lagi. Yeorin mengawasi menu makan Jimin lebih ketat daripada sebelumnya karena saat ini pria itu sangat membutuhkan nutrisi tambahan. Ketika serangan kram membuat otot Jimin mengeras pada malam hari, Yeorin memijatnya hingga melemas.

Tak ada gunanya menghentikan Jimin.

Sudah waktunya Jimin meninggalkan kursi roda. Yeorin membawakan alat bantu berjalan, penyangga berkaki empat mirip kurungan yang menyediakan keseimbangan dan kekokohan yang Jimin butuhkan, dan kegembiraan bisa ke sana kemari, kemampuan sendiri begitu meluap sehingga pria itu dengan senang hati berjalan dalam gerakan lambat dan menahan otot yang tegang.

Jimin tidak menyinggung Hyejin yang tiba-tiba tidak lagi hadir saat makan malam, meski bibi Song dengan cepat menyesuaikan jenis menu dan porsi makanan yang dia masak. Makan malam dalam porsi melimpah dihentikan, sebagai gantinya bibi Song menyiapkan menu makan malam ringan dalam porsi kecil. Yeorin sering menemukan meja makan ditata dengan dilengkapi lilin dan sebotol anggur. Suasana intim itu menjadi satu lagi tombak yang menikam jantung Yeorin, tapi jika Jimin sanggup menahan rasa sakit akibat terapinya, Yeorin juga sanggup menahan luka hari karena menghabiskan waktu bersama Jimin. Hanya itu yang Yeorin miliki, dan waktu bergulir begitu cepat sehingga wanita itu merasa seperti menggenggam bayangan.

Pada hari Thanksgiving — dengan mematuhi petunjuk dari Jimin — Yeorin menyetir ke rumah Hyejin untuk makan malam. Kecuali saat dipindahkan dari rumah sakit ke rumah, ini pertama kali Jimin bepergian sejak kecelakaan itu. Dia duduk sekaku batu, sekujur tubuhnya tegang saat semua indranya berjuang menyerap segala sesuatu. Selama dua tahun, Daegok mengalami perubahan, model mobil berubah, model pakaian juga berubah.

Dalam hati Yeorin bertanya-tanya apakah langit gurun pasir kini lebih biru bagi Jimin dan apakah sinar matahari lebih cerah.

“Kapan aku bisa menyetir lagi?” tanya Jimin tiba-tiba.

“Setelah refleksmu cukup cepat. Tidak lama lagi,” janji Yeorin sambil melamun.

Dia jarang menyetir, dan dia harus berkonsentrasi pada tugasnya. Yeorin terlonjak ketika tangan Jimin memegang lututnya, lalu merayap naik di balik rok untuk menepuk pahanya.

“Minggu depan kita mulai berlatih,” kata Jimin. “Kita akan pergi ke gurun, jauh dari keramaian lalu lintas.”

“Ya, baiklah,” sahut Yeorin, suaranya tegang karena tangan hangat Jimin di kakinya.

Jimin menyentuhnya terus-menerus, membanjirinya dengan ciuman dan tepukan, tapi rasanya tangan Jimin lebih intim ketika Yeorin memakai rok.

Bibir Jimin berkedut karena senyum.

“Aku suka gaun itu,” katanya.

Yeorin melemparkan lirikan resah ke arah Jimin. Jelas sekali pria itu menyukai semua gaun yang Yeorin pakai. Dia tipe pria yang mengagumi kaki wanita. Jimin bergeser mendekat dan menunduk untuk menghirup wangi parfum yang Yeorin pakai.

Lie To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang