CHAPTER - 3 [ Zwillingsbruder ]

168 30 66
                                    



Zwillingsbruder; Saudara Kembar











Mendung hitam tebal seakan ingin  menumpahkan keluh kesahnya. Kilatan petir bergemuruh memberontak pada bumi membentuk garis garis yang menakutkan.

Malam semakin larut, suara burung gagak yang  hinggap di pagar seolah    sedang mencabut nyawa, menyeramkan.

Rumah tak berhenghuni kurang lebih satu bulan belakangan ini, dedaunan kering  berserakan di halaman depan. Taman yang biasanya terlihat rapi kini sudah tidak lagi. Ada beberapa pot pecah hingga tumbuhan liar yang sudah mulai tumbuh membesar.

Gelap dan pengap ketika pintu utama terbuka, bau jamur langsung menyapa indra penciuman. Partikel plitur yang mulai melembab menyebabkan bau tak sedap karena ruangan tak ada ventikasi udara, selalu tertutup.

Deretan perabotan rumah yang tak di sentuh selama hampir satu bulan lebih menjadi sarang debu, menyesakkan ketika jemari lentik  mengusap frame  foto.

Suasana sepi, sunyi dan hening. Rumah ini begitu dingin tanpa penghuni. 

Sebuah alat music tersedia diruang tengah yang menghubungkan dapur. Masih terkesan bersih karena tertutup kain putih seperti biasa, dulu  pemilik piano ini selalu menjaganya dengan baik.

Lantai atas didesign  secara apik dan tertata rapi. Terdapat dua kamar dengan sekat pembatas  ditengah sebagai  perpustakaan pribadi. Jejeran buku mendominasi musik, sejarah, hingga beberapa  buku  cacatan seni.

Pintu kamar di lengkapi dengan inisial  L untuk sebelah kanan dan  V untuk sebelah kiri.

Rumah ini menghantarkan rasa kenyamanan,  kehangatan, kerinduan, kebersamaan dan sebuah kenangan manis tak bisa di lupakan  sekaligus sakit menyesakan

"I'm home....!!" Suara anak remaja yang terlihat ceria dari arah pintu masuk  yang masih lengkap dengan  seragam sekolah meski waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam.

"Lian, sudah datang sayang," Seorang  wanita ke Ibuan itu datang dari arah dapur, sepertinya ia sedang menyiapkan  makanan.

"Vian mana Ma?" Tanya Lian sambil membuka sepatu.

"Di kam—

Ibunya belum selesai bicara  Vian sudah  lari  menuruni anak tangga dan langsung  menghamburkan diri di kakaknya yang masih mencuci tangan di wastafel. Vian memeluk kakaknya erat  dengan muka yng tertekuk. Membuat sang kakak gemas  melihat adiknya yang begitu sangat lucu dan manja.

Mereka kembar namun  tidak identik. Lian lahir lebih awal  sepuluh menit dari Vian.

Sifat Lian sangat berbeda dengan Vian.

Lian mempunyai sifat jenius, datar, dingin, pendiam, tajam  dan irit bicara. Berbeda dengan Vian yang ramah, murah senyum, manja,  banyak berbicara, penuh kasih sayang yang secara terang terangan Vian tunjukan  dan membuat suasana selalu riang.

Namun dimata  Vian kakaknya adalah panutan yang luar biasa. Kakaknya selalu memerhatikan dirinya, sayang  padanya dan kakaknya adalah orang yang Vian kenal tak bisa tergantikan oleh siapapun, seorang kakak yang sempurna.

"Ada apa? Mendapatkan nilai jelek."

Adiknya itu langsung melepaskan pelukan pada kakaknya. "Seorang Vivyana Alerice Voskhod tidak ada dalam kamusnya mendapatkan nilai jelek."

"Tapi nilai Math–mu kemarin  A minus,"  Lian mengingatkan adiknya tentang nilai yang membuat Vian frustasi. Lian melenggang santai menuju meja makan sedangkan  adiknya  menghentak hentakkan kakinya kesal dan justru  membuat wajahnya  terlihat lucu.

Lily [Completed] TAHAP REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang