Zwillingsbruder; Saudara Kembar
Mendung hitam tebal seakan ingin menumpahkan keluh kesahnya. Kilatan petir bergemuruh memberontak pada bumi membentuk garis garis yang menakutkan.
Malam semakin larut, suara burung gagak yang hinggap di pagar seolah sedang mencabut nyawa, menyeramkan.
Rumah tak berhenghuni kurang lebih satu bulan belakangan ini, dedaunan kering berserakan di halaman depan. Taman yang biasanya terlihat rapi kini sudah tidak lagi. Ada beberapa pot pecah hingga tumbuhan liar yang sudah mulai tumbuh membesar.
Gelap dan pengap ketika pintu utama terbuka, bau jamur langsung menyapa indra penciuman. Partikel plitur yang mulai melembab menyebabkan bau tak sedap karena ruangan tak ada ventikasi udara, selalu tertutup.
Deretan perabotan rumah yang tak di sentuh selama hampir satu bulan lebih menjadi sarang debu, menyesakkan ketika jemari lentik mengusap frame foto.
Suasana sepi, sunyi dan hening. Rumah ini begitu dingin tanpa penghuni.
Sebuah alat music tersedia diruang tengah yang menghubungkan dapur. Masih terkesan bersih karena tertutup kain putih seperti biasa, dulu pemilik piano ini selalu menjaganya dengan baik.
Lantai atas didesign secara apik dan tertata rapi. Terdapat dua kamar dengan sekat pembatas ditengah sebagai perpustakaan pribadi. Jejeran buku mendominasi musik, sejarah, hingga beberapa buku cacatan seni.
Pintu kamar di lengkapi dengan inisial L untuk sebelah kanan dan V untuk sebelah kiri.
Rumah ini menghantarkan rasa kenyamanan, kehangatan, kerinduan, kebersamaan dan sebuah kenangan manis tak bisa di lupakan sekaligus sakit menyesakan
"I'm home....!!" Suara anak remaja yang terlihat ceria dari arah pintu masuk yang masih lengkap dengan seragam sekolah meski waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam.
"Lian, sudah datang sayang," Seorang wanita ke Ibuan itu datang dari arah dapur, sepertinya ia sedang menyiapkan makanan.
"Vian mana Ma?" Tanya Lian sambil membuka sepatu.
"Di kam—
Ibunya belum selesai bicara Vian sudah lari menuruni anak tangga dan langsung menghamburkan diri di kakaknya yang masih mencuci tangan di wastafel. Vian memeluk kakaknya erat dengan muka yng tertekuk. Membuat sang kakak gemas melihat adiknya yang begitu sangat lucu dan manja.
Mereka kembar namun tidak identik. Lian lahir lebih awal sepuluh menit dari Vian.
Sifat Lian sangat berbeda dengan Vian.
Lian mempunyai sifat jenius, datar, dingin, pendiam, tajam dan irit bicara. Berbeda dengan Vian yang ramah, murah senyum, manja, banyak berbicara, penuh kasih sayang yang secara terang terangan Vian tunjukan dan membuat suasana selalu riang.
Namun dimata Vian kakaknya adalah panutan yang luar biasa. Kakaknya selalu memerhatikan dirinya, sayang padanya dan kakaknya adalah orang yang Vian kenal tak bisa tergantikan oleh siapapun, seorang kakak yang sempurna.
"Ada apa? Mendapatkan nilai jelek."
Adiknya itu langsung melepaskan pelukan pada kakaknya. "Seorang Vivyana Alerice Voskhod tidak ada dalam kamusnya mendapatkan nilai jelek."
"Tapi nilai Math–mu kemarin A minus," Lian mengingatkan adiknya tentang nilai yang membuat Vian frustasi. Lian melenggang santai menuju meja makan sedangkan adiknya menghentak hentakkan kakinya kesal dan justru membuat wajahnya terlihat lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lily [Completed] TAHAP REVISI
Teen FictionARAS The Series By ; @kimnana_Eriina Update: Monday Mungkin mereka akan mengatakan bahwa kematian adalah akhir dari segalanya. Namun, tidak bagi gadis bernama Lilyana Valeria Voskhod. Baginya kematian adalah awal dari segala. Takdir kematian sela...