15. Kamu ngapain disini?

2.3K 119 3
                                    

Aku mulai mencari informasi mengenai Raden. Sebenci-bencinya aku pada Kansa dia masih sepupuku juga. Teman mainku sewaktu aku tidak punya teman di kampung. Kawan tempat aku curhat sewaktu SMP. Partner in crime terbaik saat aku pulang kampung. Intinya kami akrab, entah sejak kapan ada jarak antara kami yang menumbuhkan perasaan sirik begini.

    Apa dimulai sejak Kansa lamaran? Ah tidak. Sebelum itu juga kami sudah menaruh jarak. Bahkan semenjak Mami sakit, jauh sebelum Mami sakit, kami sudah lama menjaga jarak antara satu sama lain. Aku lupa apa penyebabnya, namun intinya kejadian itu membuat aku benci besar pada sosok Kansa.

     Meski begitu Kansa tetap sepupuku. Ia tetap punya hubungan darah denganku. Setelah Mama Kansa meninggal, Kansa jadi tidak punya tempat untuk lari lagi. Ah, benar juga. Malam kematian Mama Kansa adalah hari dimana kami mulai bermusuhan. Namun sebenci-bencinya aku pada sepupu yang hanya berbeda beberapa bulan dariku itu, aku tetap tidak bisa membiarkan seorang laki-laki yang entah darimana asal-usulnya memporak-porandakan kehidupan Kansa.

     Aku juga tidak bisa memaafkan pria sebrengsek itu. Dia kan sudah menikah, sudah punya anak juga, apa maksudnya meminang perempuan muda? Terlebih memalsukan status dan pekerjaannya. Sumpah demi Tuhan aku, Adine Issabella Lim, tidak sudi memiliki hubungan dengan pria brengsek macam Raden.

     "Lo yakin mau ngelakuin ini?" Tanya Leo yang sudah lengkap dalam pakaian penyamarannya, seragam kantoran lengkap dengan dasi serta kaca mata dengan bingkai kotak.

    Aku mengangguk mantap, "emang Kakak mau punya hubungan sama penipu? Gua sih ogah, ya!" Seruku penuh semangat.

    Rencana awalnya adalah untuk menyamarkan Kakak menjadi pegawai utusan perusahaan lain. Ia akan berpura-pura menunggu terlalu lama dan memutuskan untuk mencari Raden, yang katanya adalah manager keuangan perusahaan ini. Setelah tahu kalau Raden bukan manager keuangan melainkan kepala cleaning service, Kakak yang notabenenya orang penting akan meminta untuk dipertemukan dengan Raden.

    Akhirnya Aku akan masuk dan kami mulai menginterogasi Raden. Setelah ia mengaku perihal pekerjaan dan keluarga, aku akan memintanya untuk mengakui seluruh kebohongannya di depan para Tante. Setelah itu Kansa akan gagal menikah, tidak akan ada tuntutan pernikahan, damai sudah!

    "Lu udah nyiapin itu kan?" Tanya Kakak memastikan. Aku lantas mengangguk mantap, menunjukan alat yang ia maksud kemudian menghidupkannya.

    "Lu tunggu disini aja, nanti gua suruh orang panggilin kalo udah ketemu Raden." Pinta Kakak yang segera membuatku mencari tempat duduk terdekat. Hanya beberapa meter dari meja resepsionis, sebuah handless sofa kulit hitam yang tampak mahal.

    Aku mendudukan diriku, kemudian meraba isi tasku untuk meraih ponsel. Ngomong-ngomong ini sudah bulan Desember saja, sebentar lagi aku akan pergi Inggris. Negara impianku untuk melanjutkan pendidikan, yang sejak dahulu aku idam-idamkan. Tapi kenapa rasanya berat sekali untuk meninggalkan Indonesia? Well, aku tahu sebelum ini aku tidak begitu punya banyak teman. Aku juga tidak punya... umm sebut saja orang yang memberi aku perhatian. Selain itu keadaan Mami kian membuat aku sedih, aku ini durhaka tidak sih meninggalkan Mami sendirian? Terutama Kakak akan segera bekerja dan kemungkinan besar akan sangat sibuk. Bagaimana kalau perawat kesukaan Mami harus pulang kampung lagi?

     Dua bulan setelah aku dinyatakan lolos test beasiswa, disaat aku masih dalam keadaan sibuk mengurus surat-surat, Mami harus jatuh sakit. Jantuntnya melemah dan bisa saja meninggal di tempat jika tidak diselamatkan oleh mas-mas yang kebetulan lewat disana dan membawa Mami ke rumah sakit. Saat itu, Mami berjuang sendirian di rumah sakit, tidak ada aku maupun Kakak, aku sedang sibuk mengurus beasiswa dan Kakak tidak bisa kembali karena urusan tesisnya.

Ninetynine of Hundred Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang