Rencana

639 82 6
                                    

"Ibu kok gak bilang ada Yuta disini?" Tanya ku pada ibu sambil berbisik.

"Kan dari tadi ibu udah tahan kamu supaya jangan buru-buru masuk!" Jawab ibu sedikit berjinjit mensejajarkan tinggi nya agar mudah berbisik di telingaku.

Aku melihat wajah Yuta dan kedua orang tuanya yang sedang memandangku dengan tatapan bingung.

Miris memang jika mengingat keadaan ku sekarang, kusut dan juga kotor karena seharian berada di jalanan dengan terik matahari dan asap kendaraan yang menyelimutiku selama siang itu.

"Kok pada diem di depan pintu sih kak—"
Suara Rendy melemah ketika menghampiri aku dan ibu, dia ikut terkejut dengan keberadaan Yuta serta keluarganya yang sudah ada di dalam rumah.

Aku, ibu, dan Rendy saling tatap satu sama lain. Keadaannya menjadi sedikit aneh dan canggung, rasanya waktu seperti berhenti sejenak sampai pada akhirnya om Yuma, ayahnya Yuta, menyapa aku juga Rendy.

"Akhirnya yang ditunggu datang juga." Itu kalimat pertama yang pernah aku dengar dari om Yuma.

Selama 2 tahun berpacaran dengan Yuta, aku tidak pernah secara utuh bertemu dan saling berkenalan dengan kedua orangtua Yuta, hanya pernah melihat dari kejauhan ketika om Yuma akan pergi ke kantornya sesaat aku tiba di rumah Yuta untuk pertama kalinya.

"Rendy, Sarah, salam dulu sini masuk." Perintah ayah.

Aku, rendy dan juga ibu mulai memasuki ruang tamu dimana Yuta dan keluarganya berada. Aku benar-benar merasa canggung dan bingung. Untuk sekadar melihat wajah Yuta saja nyali ku menciut. Tidak tahu harus berbuat apa. Sangat buntu.

"Malem om, tante." Sambut ku dengan senyum miris.

Aku mencium punggung tangan kedua orangtua Yuta bergiliran, begitu pula dengan Rendy yang mengikuti setelah aku.

Tak lupa aku dan Rendy pun mencium tangan ayah dan ibu juga.

Suasanya pun hening, membuat rasa canggung semakin menyeruak ke seluruh tubuh ini. Mau tidak mau aku tetap harus berusaha untuk menyambut orangtuanya Yuta.

"Sebelumnya maaf ya om, tante, kalo Sarah baru sampai rumah." Ujarku dengan badan yang sedikit membungkuk tanda hormat.

"Gak apa-apa, ayok duduk dulu." Jawab om Yuma.

"Tapi om, Sarah mau rapi-rapi dulu ya?" Ujarku memohon.

"Udah gapapa, duduk aja, biar mempersingkat waktu."

Aku pun kembali duduk atas perintah om Yuma.

Kini, ada aku yang duduk berhadapan dengan Yuta. Disamping ku ada ayah dan ibu, dan di samping Yuta pun ada kedua orangtuanya. Tak lupa juga Rendy yang ada di kursi lain dan ikut menyimak acara yang bahkan aku pun masih belum bisa menerka akan ada acara apa malam ini.

Sedari awal aku tiba di rumah, Yuta tidak mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Dia hanya melihatku tetapi ekspresi nya terlihat biasa saja. Mungkin dia marah? Aku pun tidak tahu.

"Kedatangan om dan tante kesini untuk mengantar Yuta melaksanakan kewajiban nya, pasti Sarah sudah tau kan ya?"

Jantungku mulai berdebar dengan tempo yang sangat cepat. Mendengar ucapan om Yuma, rasanya otak ku berhenti dan tidak bisa berfungsi untuk beberapa detik. Tangan ku bergetar dan aku mulai merasa ada butir-butir keringat yang muncul di pelipis wajahku.

Aku terdiam tak menjawab, lebih tepatnya tidak bisa menjawab karena sekujur tubuh ini terasa kaku.

"Sarah!" Bisik ayah sambil menyenggol ku pelan berhasil mengembalikan kesadaranku.

101 [ YUTA ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang