Pria tampan itu menatap rumah dua lantai yang ada di hadapannya. Cukup asri. Saat melihat kembali alamatnya, ternyata dia benar.
Rumah dua lantai ini menawarkan kontrakan di lantai atas. Walaupun harus naik dan turun tangga tiap hari, Ervin merasa suasana di sini cukup nyaman.Kaki jenjangnya melangkah mendekati pintu tuan rumah. Menurut informasi, pemilik rumah memang tinggal di lantai dasar.
Setelah mengetuk dua kali, wanita dengan jilbab sepaha keluar. Wajahnya terlihat begitu teduh.
"Apa betul, rumah atapnya di kontrakkan?"
Tanya Ervin ramah."Oh, iya. Tunggu sebentar yah, Nak. Saya panggilkan suami saya dulu." Ucap wanita itu. Ervin baru saja hendak melangkah masuk. Pintu sudah tertutup lebih dulu. Ervin hanya mampu garuk-garuk kepala karenanya.
Selang beberapa menit, pria paruh baya muncul dari balik pintu. Dan akhirnya mempersilahkan dirinya masuk. Setelah berbincang ringan, akhirnya Ervin boleh menempati rumah atap itu setelah membayarnya selama setahun.
"Mudah-mudahan, Nak Ervin betah, yah. Dulunya, Anak kami yang menempati rumah atap itu. Setelah dia ke pesantren, kami buka kontrakan. Nak Ervin bisa permak sesuai selera!"
"Oh, Oke. Saya sudah boleh ke atas?"
"Silahkan!" Jawab pria itu di selingi senyum ramah.
Ervin lalu berdiri dari duduknya. Tapi, kembali berbalik saat melupakan sesuatu.
"Oh, iya. Kuncinya, Pak?"
"Astaghfirullah. Saya lupa. Althof, Ambil kunci atap sama Ummi. Bawa ke Abi, sini!" Seru Pak Husain.
Semenit kemudian, bocah kecil itu keluar membawa kunci dan menyerahkannya pada Abinya. Tapi, Ervin seolah membeku saat bocah itu melempar senyum manis padanya.
"Boleh, Al, panggil Paman?"
Tanya Althof pada Abinya. Ervin tersenyum lebar di buatnya.Setelah pamit, Ervin lalu segera menuju lantai atas. Sebelum memasuki rumah, dirinya lebih dulu berdiri di teras. Bocah kecil itu benar-benar mengganggu pikirannya. Ervin merasa begitu aneh. Setelah menghirup udara dalam-dalam, Ervin membuangnya cepat. Setelah itu, ia mulai membuka pintu dan memasuki rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya selama setahun.
Saat masuk, Ervin merasa tatanannya cukup unik. Walaupun agak sempit, tapi cocok untuk bujangan seperti dirinya. Walaupun tidak begitu luas, tapi kamar mandi, tempat tidur dan juga dapur sudah siap di sana.
Setelah meletakkan koper di atas ranjang, Ervin memutar keran dan juga menyalakan lampu. Walaupun masih sore, tapi ruangan terasa cukup gelap.
Tiba-tiba, Ervin kembali teringat bocah kecil itu.
"Althof?!"
Gumam Ervin dalam hati. Ia lalu tersenyum tipis. Kemudian bergegas mengambil handuk dari dalam koper. Berkeliling seharian membuatnya begitu gerah.Saat air mulai mengguyur, ia memejamkan mata. Ingatan tentang gadis itu kembali berkelana dalam pikirannya. Gadis itu benar-benar tak membiarkan dirinya tenang barang sejenak saja.
Jika dirinya sudah kembali tenang maka bayangan gadis itu kembali mengusiknya. Walaupun ia terus berusaha mencari keberadaannya, tapi tetap saja begitu sulit untuk ia temukan. Apalagi, dia hanya bisa mencari diam-diam.
Ervin tidak tahu, jika rumah yang ia tempati kini, adalah rumah orang tua Sekar dan juga kamar yang ia pakai sekarang adalah milik wanita yang sudah ia renggut kehormatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Name Is Sekar
EspiritualBagaimana perasaanmu jika berada di posisi Sekar? Saat tragedi mengerikan menimpa dirinya. Di usia dua belas tahun, mahkota kesuciannya harus raib dengan paksa. Untuk gadis keras kepala seperti dirinya, jelas menjadi pukulan yang sangat berat. Apa...