Prolog

35 7 0
                                    

"Lebih baik kamu mati saja!"

"DUNIA AKAN MENJADI LEBIH BAIK JIKA KAMU TIDAK PERNAH TERLAHIRKAN!"

Kata-kata itu terus mengiang di kepala seseorang hingga membuatnya terbangun dari tidurnya. Keringat dingin kembali membasahi dahinya. Nafasnya yang tidak teratur membuat ia membelalakan matanya dan membuka mulutnya dengan lebar. Ia berusaha mengusap dahinya dengan lengannya yang basah.

Namun pandangannya justru menjadi lebih gelap ketika ia mengusap dahinya. Pandangannya menjadi semerah darah ketika ia melilhat sekelilingnya. 

"Tidak.... 

Tidaakkkk....

Lagi-lagi... 

Aku....

.

.

.

.

.




Aku sudah membunuh manusia..." Gumamnya terkejut.

Ia melihat sekelilingnya dan mendapati sebuah mayat manusia yang sudah tidak berbentuk. Isi perutnya yang terurai, kepalanya yang telah terpisah dari tubuhnya berada tidak jauh darinya. Ia berusaha berjalan perlahan namun langkah kakinya terhenti sekejap ketika ia merasa menginjak sesuatu. Ia melihat ke kakinya yang telah menginjak salah satu mata yang telah keluar dari kepala mayat itu. 

Tubuhnya seketika menjadi tidak seimbang dan ia terjatuh duduk. Wajahnya begitu putus asa dan terkejut ketika ia melihat sekelilingnya. 

"AAARRGHHHHH!!!!" Teriaknya sembari menarik rambutnya.

"MATI!

LEBIH BAIK AKU MATI SAJA!

AKU HARUS MATI!!!" Ucap pria itu sembari menusuk perutnya dengan cakarnya.

"DOSA BESAR JIKA AKU TETAP HIDUP.

KEBERADAANKU ADALAH KEJAHATAN!

AKU HARUS MATI! 

MATIIII!!!!" 

Darah hitamnya mulai mengucur keluar dari perutnya yang mulai berlubang. Namun luka itu seketika menutup hingga membuat ia makin putus asa.

"Ahahaha.... Bahkan aku tidak bisa mati... Bahkan hari esok pun tak dapat menerimaku dengan baik.... 

HAHAHAHAHA...

HAHAHAHAHAHAHAHA......."

Ia terus tertawa dan menangis secara bersamaan. Perlahan ia berdiri dan melihat pantulan dirinya di jendela. Melihat pantulan warna mata merahnya itu membuat mulutnya tersenyum. Mulutnya tidak berbentuk seperti bibir manusia pada umumnya, justru seperti terlihat seperti taring yang kelaparan.

"Ah, aku memang seekor iblis gila." Ucapnya dengan simpul senyumnya yang begitu mengerikan.

Kemudian ia mulai mendekati tubuh mayat yang sudah tak berkepala itu. Perlahan ia mengambil tubuh mayat itu dimana darahnya masih mengalir. Namun ia tak menghiraukannya dan ia justru berdansa dengannya.

Darahnya bertebaran ketika ia memutar tubuh mayat itu. Wajah dan sekujur tubuhnya menjadi basah karena darah yang bercipratan. 

"Ahaha....

Aku tidak dapat berhenti menyalahkan diriku.

Aku tidak dapat berhenti melukai diriku sendiri.

Lagi-lagi aku justru berdansa dengan kedepresian tingkat SSS.

HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA...."

Ia terus menari dengan putus asa. Tawanya yang menggelegar itu justru membuatnya makin menangis menderu. Perlahan ia menghentikan dansanya dan mulai  memeluk tubuh mayat itu. Ia menangis sembari mengutuk dirinya.

"Mati.... Aku harus mati... 

Jika tidak, aku akan menyakiti ayah dan ibu...

Aku harus mati! Jika tidak...

Jika aku tidak mati..." Kalimatnya terputus begitu saja.

Ia perlahan menyandarkan tubuhnya ke tembok dan tubuhnya merosot hingga ia terduduk. Ia terus memeluk dan mengelus punggung tubuh  mayat itu.

"Uhuhuhu....

Jika aku terus hidup.... Aku akan justru akan melukai mereka...

Aku harus mati... Aku tidak sebaiknya terlahirkan di dunia ini.

Jika aku tidak mati...

Maka....

Maka aku tidak bisa melihat senyummu lagi...

Lenka."


*****

Hai!

Kembali lagi dengan Leez^^

Senang bisa kembali ke dunia orange ini lagi :'v 

Karena v*rus coron* makin menyebar dengan indah, maka saya mengurung diri dan mulai mengetik kembali cerita ini.

Entah apakah ada yang menantikan keberadaan saya ataupun cerita ini, tapi Leez tetap berharap ada seseorang yang menantikannya :'3

Maaf bila prolognya terkesan seperti sangat putus asa seperti Leez *plaakkk

Tapi Leez selalu berharap readers mau mengorbankan waktunya untuk membaca dan menghayatinya^^

Jangan lupa voment yang salah ku nantikan ya~

See yaa~~

Happppy Life (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang