Bab 64•Sadar

625 21 0
                                    

"Pasien banyak kerusakan di organ dalam tubuh nya, dia juga mengalami suok berat di kepalanya.. oh ya, apa bapak sebagai orang tuanya sudah tau kalau anak bapak menderita kanker hati? Kita butuh donor hati agar pasien bisa selamat. Waktu kita tidak lama, batas waktu pasien bertahan hanya sampai 24 jam," ucap seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan Didi.

Tangisan Kana pecah saat itu. Mendengar ucapan dokter yang buruk ditelinganya. Gea menopang tubuh Kana menuju kursi yang berada di koridor rumah sakit.

"Lo tenang oke? Gue yakin, pendonor nya bakal ada sebelum 24 jam." Gea berusaha menenangkan Kana. Gadis itu menyenderkan kepala Kana pada pundaknya. Tangisnya tertahan, sebab gak mau terlihat lemah oleh sahabatnya.

Fredo menghampiri Gea dan Kana. Pria itu tersenyum kecil. "Nak, sudah, jangan terus ditangisi. Kita doakan saja supaya dokter berhasil menemukan pendonor nya secepat mungkin," ucap nya.

"Aku sayang Didi, om," ucap Kana

"Om juga sayang Didi," balas Fredo. Tiba-tiba Dodo menghampirinya.

"Dodo udah ke kantor polisi Pab. Penculiknya bakal ketemu secepatnya," kata Dodo pada Fredo. Fredo menepuk punggung Dodo tegas.

"Bagus. Kamu juga harus mendoakan kembaranmu Do, supaya dapat pendonor secapatnya." Dodo mengangguk. "Iya Pah, pasti," balas Dodo.

"Papah gak pernah tau Do kalau Didi menderita penyakit itu," ucap Fredo pada Dodo.

"Dodo juga gak pernah tau, Didi gak pernah ngeluh apa-apa soal penyakitnya."

———

Kana berjalan menuju arah masjid rumah sakit bersama Gea dan Cici. Ketiga gadis itu memasuki masjid dan langsung mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat maghrib.

Selesai mengambil wudhu, mereka memakai mukena nya lalu berdiri di syaf perempuan.
Selesai sholat, mereka bertiga mendoakan kesembuhan Didi. Airmata Kana tak henti mengalir. Beberapa kali dia mengusap pipinya untuk menghapus air matanya. Namun semuanya percuma.

Selesai berdoa, Kana mengambil al-quran di dekatnya. Lalu berbicara kepada kedua sahabatnya,"kalian duluan aja. Aku mau ngaji dulu sebentar."

"Yaudah Na, kita duluan ya. Laper bangat ini soalnya," kata Gea dan diberi anggukan oleh Kana.

Setelah itu Gea dan Cici keluar dari masjid. Mereka berdua menuju kantin rumah sakit untuk membeli makanan.

Berbeda dengan Kana, gadis itu membuka alquran di hadapannya. Air matanya mengalir lagi, teringat kondisi Didi beberapa menit yang lalu.

Kana mengaji, surah demi surah dia baca. Di tengah-tengah bacaan surahnya, tiba-tiba dia terisak. Kana menenangkan dirinya sebentar, lalu lanjut mengaji lagi menyelesaikan surah yang dia baca.

Selesai mengaji, Kana kembali berdoa untuk Didi. Gadis itu tersenyum sambil sedikit mendongak ke atas, berharap Allah bakal kabulkan doa nya.

Selesai berdoa, Kana melipat mukena nya, lalu berjalan keluar masjid. Gadis itu melangkahkan kakinya menuju ruangan Didi, lagi.

Dari jauh, dia melihat semua orang yang berada di luar ruangan Didi sedang menangis. Fredo sedang berbicara dengan dokter. Jantung Kana berdetak lebih cepat, pertanda apa ini?

Kana melangkahkan kakinya mendekati ruangan Didi.

"Detak jantung putra bapak sudah lemah pak, kita benar-benar butuh donor secepatnya," ucap Dokter yang masih bisa di dengar oleh Kana meskipun dengan jarak 2 meter.

La-Luna (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang