Beberapa hari semenjak itu Alika sudah tak merasa takut lagi, namun... Ia merasa aneh, lantaran setiap sehabis isya pasti ada sekumpulan cowok yang nongkrong di depan rumahnya.
Karna kejadian itu.
Iya,
Saat Mahendra memperhatikan Alika masuk rumah...
Flashback
"HALAH NGIMPI KOE JANCOK!" Teriak Derian tepat di telinga Dafa.
"EH SAKIT GOBLOK"
Setelah itu pun mereka ribut lagi.
Pak Agus sweatdrop lalu akhirnya pergi meninggalkan mereka bertiga.
'Capek saya ngadepin kelakuan mereka' batin Pak Agus seraya mengusap dadanya beberapa kali.
Mahendra yang juga capek akhirnya berteriak "WOY!"
Sayangnya tidak ada yang mendengar.
Mahendra berdiri, menghampiri Dafa dan Derian yang sedang jambak-jambakan lalu menyentil dahi mereka satu persatu.
CTAK! CTAK!
Cara yang cukup ampuh, namun membuat 2 sepupu itu memegangi dahi mereka terus tanpa henti.
"Gue mau ngasih tau sesuatu yang penting." kata Mahendra sembari memasang muka sok serius.
"Halah paling mau ngomong lo ditolak lagi."
"Nggak cuk. Gue tau rumah cewek itu dimana."
Dafa terkejut sampai-sampai ia berdiri dari duduknya "SERIUS LO?!"
"Serius lah, tadi gue ngintilin dia ampe depan rumah soalnya."
Derian yang dari tadi menyunggingkan senyumnya menggebrak meja.
"Eh guys, mulai besok kita nongkrongnya depan rumah doi aja. Setuju?"
Tanpa pikir panjang Dafa dan Mahendra kompak menjawab.
"SETUJU!"
End Flashback.
Keadaannya sangat ricuh, padahal cuma ada 3 orang pria saja.
"AHAHAHAHAHA."
"EH DAP JANGAN CURANG DONG."
"BACOT LAH."
"KASAR YA KAMU, MAMA JEWER NTAR."
"APASIH DER."
Dan beberapa celoteh berisik pun terdengar.
1 minggu,
2 minggu,
Dan minggu seterusnya mereka masih suka disana, di depan rumah Alika.
Ibunya pun bingung, lantaran baru kali ini depan rumah mereka dijadikan tempat tongkrongan anak muda.
"Dek, mereka bukan temen-temen kamu kan?" tanya sang Ibu sembari memperhatikan tiga sekawan itu di jendela.
Alika yang sedang sibuk masak menjawab. "Bukan ma, lagian mama kan tau sendiri aku gak punya temen cowok waktu SMA."
Ibunya terlihat mengingat sesuatu, dan tak lama kemudian ia mengangguk.
Sementara di luar sana mulai berisik, Alika yang sedang memotong bawang pun menjadi sedikit tidak fokus.
Alika mempercepat acara memotongnya, namun malah jarinya terkena pisau.
"Aw!"
Ibunya kaget, "Alika, kamu kenapa nak?" ia berlari menghampiri anaknya yang sedang memegangi jari.
"A-anu ma, Alika tadi nggak fokus tapi malah makin kenceng motong bawangnya, terus kena pisau deh." Alika nyengir, sang Ibu menghela nafas.
"Lain kali hati-hati, sayang."
Tiba-tiba terdengar suara bel. Sang ibu hendak menghampiri tapi di cegah sama Alika.
"Jangan ma, palingan cowok-cowok yang di depan rumah lagi iseng."
"Eh gak boleh gitu dong, siapa tau mereka beneran tamu kan?"
Dan benar saja, ia benar-benar tamu. Tapi bukan tamu ibunya, melainkan tamu Alika.
"Eh, Keina?"
"Halo tante." sapanya.
Alika yang baru rampung memakai plester pun menghampiri dan bertanya, "Siapa, Ma?"
Dan betapa terkejut sekaligus senangnya Alika saat tahu 'tamu' itu ternyata sahabatnya.
"EH KEINAAA"
"ALIKAAAAA" Keina menghampiri Alika lalu memeluknya, kemudian mereka berpelukan sambil berputar-putar. Persis seperti teletubies.
"Aduh kalian ini kayak anak kecil aja."
"Abis kangen banget Ma udah lama nggak ketemu." kata Alika sambil mem pout kan bibirnya.
Keina mengangguk
Ibu Alika menggeleng sembari tertawa.
"Yaudah karna kamu udah ada temennya mama pergi dulu ya."
"Loh malem-malem gini mama mau kemana?"
"Nyamperin Papa kamu di jakarta. Tadi sebenernya Papa telepon Mama suruh kesana tapi Mama nggak tega ninggalin kamu sendirian, tapi karena sekarang kamu udah ada temennya Mama mau pergi." jelas sang Ibu.
"Ah iya, kamu baik-baik ya dek di rumah. Yang baik sama Keina, jangan pelit kasih makanan juga ya."
"Tuh, dengerin kata mama lo, Al." Keina tiba-tiba saja berbicara.
"Halah giliran bahas makanan aja baru nyaut lo." celetuk Alika dan sang Ibu hanya bisa tertawa kecil.
"Yaudah, Mama pergi dulu ya dek."
"Iya, Ma." Alika salim kepada Ibunya, dan gantian Keina yang salim.
Manner number one.
Sang Ibu sudah keluar, Alika menutup pintu dan berbalik menatap Keina. Memberi kode.
Keina yang sudah paham kodenya pun tersenyum dan habis itu mereka kompak teriak :
"LET'S GO WOOHOOOOOO!!!"
2 Hours Later
Alika dan Keina sudah larut dalam canda tawa dan obrolan mereka. Suara mereka kini sudah melebihi Dafa dan kawan-kawannya yang ada di luar.
"Waduh berisik amat dah di dalem sana." keluh Mahendra sembari menatap ke jendela.
Disana terlihat jelas Alika dan Keina sedang mengobrol di meja makan. Membuat semua orang memandangi paras Alika. Sebenarnya Keina pun juga mereka lihatin, sih.
"Iya, bisa-bisa acara caper kita gagal."
Mendengar perkataan Derian yang Dafa anggap omong kosong pun akhirnya membuat dia berbicara.
"Apaan lo daritadi diem mulu."
"Diem apaansih? Lo kan denger sendiri gue yang paling heboh, Ampe jumpalitan malah."
Derian tak terima, ia menatap geram Dafa dan Dafa juga melakukan hal yang sama.
"Udah deh jangan ribut, mending kita nyanyi aja gimana?"
"Setuju!" iya, itu Dafa yang langsung nyaut.
"Tapi mau nyanyi apaan dah?"
"Lagunya day6 aja." saran Derian membuat semuanya ber-oh ria dan itu membuat Derian menyilangkan tangannya mengangguk dengan muka sombong.
"Tapi lagu day6 kan banyak, kita nyanyi yang judulnya apa?" Mahendra bingung.
Dafa dan Derian pun terlihat berfikir, karena menurut mereka lagu day6 itu bagus semua.
Dan akhirnya mereka teringat suatu lagu yang cocok. Mereka bertiga kompak menjentikan jari sambil menyebutkan judul lagu.
"YOU WERE BEAUTIFUL!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna
Teen FictionLacuna means like a blank space or a missing part, and you're my missing part. Cerita biasa tentang pasangan biasa namun sedikit unik, lantaran tak bertukar kata mesra malah saling mengejek satu sama lain. Sejak pertemuan yang tak bisa dikatakan per...