O3

291 35 0
                                    

Hangyul sekali lagi menguap. Menahan kantuknya setelah pelajaran yang membosankan akhirnya selesai.

Mungkin kelas Hangyul adalah satu satu nya kelas yang pulang terlambat, karena guru mata pelajaran terakhir mereka terlambat datang dan menolak untuk memulangkan para murid saat bel pulang berbunyi.

Saat murid murid lain beranjak untuk turun, Hangyul memilih untuk pergi ke kamar mandi dahulu.

Hangyul segera membasuh wajahnya di toilet agar tidak mengantuk saat mengendarai motor. Karena bisa bahaya dan mengakibatkan nyawa Hangyul jadi taruhan nya.

Setelah selesai dengan urusan nya, Hangyul segera berjalan cepat ke arah tangga. Ya bagaimanapun juga, Hangyul adalah manusia yang bisa takut. Apalagi hari sudah sore dan banyak kelas yang gelap.

Tubuh nya tiba tiba merasa di tabrak manusia dengan kencang. Hangyul jatuh dengan posisi mencium lantai, dan orang yang menabrak nya jatuh terduduk.

"Woi kalo jalan pake mata ya tolol!"

Hangyul bangun dari posisi jatuhnya, dan saat ia ingin melihat orang yang menabrak dirinya, orang itu langsung lari menaiki tangga ke arah atas.

Dan tidak sengaja menjatuhkan sebuah permata kecil merah di lantai.

Karena merasa benda kecil itu penting, Hangyul memutuskan menyimpan nya. Dia membaluti permata kecil tadi dengan sarung tangan dan ia simpan di saku celana abu abu nya.

Setelah itu, Hangyul cepat cepat pergi dan turun ke parkiran.

———

"Ah, sialan."

Yohan menggeram setelah melihat orang orang dengan pakaian tertutup hitam masih mengikuti dari spion motornya.

Ia mempercepat laju motor dan menukik tajam ke jalan pintas yang menuju arah rumahnya.

Tetapi ia lupa, jalan itu selalu sepi.

"Ini pada ngapain sih ngikutin gue?" Monolog Yohan sambil tetap menekan gas motornya.

Yohan melewati beberapa belokan,  seharusnya satu belokan lagi dan Yohan dapat sampai di rumahnya. Tapi dia terlambat, dua orang yang sama sama berbaju hitam menghadangnya dari depan.

Yohan terpaksa berhenti dan memarkirkan motornya di pinggir jalanan sepi. Ia melepas helm nya dan pergi ke tengah jalan.

Empat orang yang mengahadangnya dari depan dan belakang juga ikut turun dari motor. Tanpa membuka masker hitam dari wajah mereka.

"Lu pada ngapain sih?" Tanya Yohan agak kencang, tapi tidak ada jawaban.

"Kalo punya masalah ngomong, jangan keroyokan begini. Ga gentle amat lau."

Seseorang dari mereka berjalan maju, "Banyak bacot ya lo."

Yohan terpukul ke belakang saat perutnya terasa di tonjok. Orang orang ini mengajak Yohan untuk baku hantam.

Yohan tidak keberatan untuk meladeni mereka, karena dia yakin dia akan menang. Lagipula Yohan adalah mantan atlet taekwondo nasional, mudah baginya untuk menghabisi orang orang ini dengan tangan kosong.

Yohan di serang dari empat arah berlawanan. Dia berusaha bertahan dengan pukulan dan tendangan yang ia rasakan di sekujur tubuhnya. Orang orang ini tidak seperti yang ia pikirkan, rasanya sulit untuk membuat satu orang mundur.
Apalagi ada empat.

Orang di depannya kembali melayangkan tinjuan, untungnya Yohan dapat menghindar dan menonjok orang tadi tepat di perutnya. Tapi saat Yohan menengok ke belakang, ada orang lagi yang siap dengan bogeman nya.

"NUNDUK WOI!"

Belum sampai bogeman tadi mengenai wajah Yohan, orang tadi sudah jatuh ke aspal. Yohan menuruti perkataan orang asing yang berteriak, ia menunduk. Yohan tidak sempat melihat orang asing yang datang, ia kembali berdiri dan menghadapi sisa orang orang berpakaian hitam.

Saat Yohan sibuk menyerang satu orang,
dua orang sisa nya dibuat terkapar lemas di jalanan oleh orang asing tadi.

Yohan membanting si lawan ke jalan dan menonjok dada nya berkali kali sampai tidak sadarkan diri. Ia berdiri setelah memastikan lawannya pingsan dan menendangnya dengan keras.

"Weh sabar bang, sabar."

Yohan berbalik, melihat orang asing tadi yang datang menyelamatkan nya. Sebenarnya Yohan tidak ingin di selamatkan, tapi ya apa boleh buat, dia harus berterima kasih.

"Ati ati bang kalo lewat sini, apalagi lau ga pake jaket. Besok besok bawa double an ya buat nutupin seragam SurMul nya." Kata Hangyul santai sambil mengemut permen nya.

"Makasi bro udah nolongin." Yohan merogoh kantongnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang lima puluh ribuan, "Di terima ya, buat ganti rugi badan lu yang sakit di pukulin tadi."

Hangyul mengeluarkan batang permen dari mulutnya dan tersenyum, "Simpen aja bang, mending lu pake duit nya. Buat manggil tukang urut kalo enggak beli salep pereda nyeri lebam."

"Enggak enggak, gue ga enak sama lu. Terima aja ya, atau gak gue beliin rokok aja gimana? Lu biasa make apa?" Paksa Yohan, ia berusaha menyelipkan uang di saku Hangyul tapi di tolak.

Hangyul menggeleng, "Gausah bang, gue ga ngerokok lagian. Btw, gue duluan ye bang, besok besok ati ati kalo lewat sini."

Hangyul menepuk bahu Yohan pelan, kemudian berbalik menuju motornya yang terparkir di pinggir jalan. Hangyul tidak sengaja menjatuhkan sesuatu yang membuat Yohan menarik alisnya ke atas.

Yohan buru buru memungut kartu tersebut dan berlari ke arah Hangyul, "Eh bentar woi."

Hangyul kembali membuka helm nya, "Kenapa bang?"

"Nih, jatoh tadi." Yohan menyerahkan barang yang tadi Hangyul jatuhkan.

"Eh? Makasih bang, untung lo temuin, kalo enggak berabe dah." Hangyul menyimpan kartu tadi di saku jaketnya.

"Btw, anak SurMul juga ya?" Yohan mengulurkan jabatan tangannya, "Kenalin, Yohannes Putra Panjaitan, X IPA 3."

Hangyul tersenyum ramah dan membalas uluran tangan Yohan, "Gabriel Hangyul Ramadhana, X IPS 3. Gue kira lo lebih tua makanya gue panggil bang."

Yohan tertawa pelan, "Lo di undang La Regla juga ya? Sama dong."

"Serius? Asik lah gue ada temennya."

initié, +99 line. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang