Jalan-jalan

30 6 0
                                    

Pagi ini, adalah pagi yang cerah. Secerah wajah Kayanna. Pagi yang  tidak biasanya bagi gadis itu. Bahkan, lihatlah, baru hari ini Kayanna menyambangi Papa Mamanya dan berpamitan pergi ke sekolah kepada mereka dengan ekspresi sumringah. Persis seperti tahun-tahun yang lalu. Bobby dan Anggi hanya bisa heran melihat kelakuan Kayanna. Anggi agak cemas, takut kalau anak gadisnya itu kepalanya terantuk sesuatu atau entahlah sampai-sampai tingkahnya aneh seperti itu.  Senyuman Kayanna sepertinya tidak pernah hilang dari bibirnya sejak kemarin siang. Bermula dari Junior yang akan mengajaknya jalan-jalan sore nanti.

“Ma, Pa, Kay berangkat dulu ya!” Kayanna berseru sebelum ia menuju mobil putih kesayangannya.

Bobby dan Anggi berpandangan sebentar.

“Kay? Ini kamu? Kamu gak apa-apa?”

“Ya gak apa-apa lah, Ma.” Kayanna masuk ke dalam mobil. Kemudia ia melambaikan sebelah tangannya yang menyembul dari kaca mobil.

“Hati-hati, Sayang!” Anggi memekik senang. Sama seperti Kayanna.

“Anakmu kembali.” Kata Anggi kepada Bobby yang kemudian ditanggapi seadanya.

“Paling kepalanya kepentok.” Bobby tersenyum datar. Lalu meninggalkan Anggi sendirian di ambang pintu.

“Mama masih berharap, agar keluarga kecil kita utuh kembali. Sama seperti dulu. Kamu bersabar ya, Sayang. Mama masih berusaha. Maafkan Mama. Maafkan Mama yang sering mengabaikan kamu.” Hatinya teriris tatkala dirinya berbicara sendiri mengenai perihal 'keluarga'. Air matanya sedikit demi sedikit kian deras mengucur dari sudut matanya. Meski sering mengacuhkan Kayanna, tak dapat dipungkiri bahwa Anggi sangat menyayangi putri kecilnya. Bahwasanya, seorang ibu tidak akan pernah bisa untuk tidak mencintai anak-anaknya.

***
“JUN! SPANDUK TUTUP MOBIL PAPA MANA?!!”

“Ada apa, Pah? Kenapa teriak-teriak?” Junior ke luar rumah sembari memakaikan tas ranselnya diikuti oleh Friska yang masih mengenakan baju piyama. Gadis lucu itu menggendong boneka kesayangan didalam dekapannya.

“Spanduk buat penutup mobil Papa kemana ini? Kamu yang ambil ya?”

Junior mendadak bingung hendak menjawab apa. Ia benar-benar lupa soal spanduk milik Papanya yang sudah dipakai untuk membuat kejutan kecil-kecilan itu.

“Enggak tau, Pah.” Junior menggendikan bahunya.

“Aduh, mobil Papa bisa kepanasan ini.”

“Masukkin ke garasi aja, Pah.”

“Kenapa bisa hilang ya? Aduh, memangnya spanduk butut itu bisa jalan?” Darma menaikkan kacamatanya yang sempat merosot. Lalu ia bergegas mencari spanduk itu kembali sampai ke kolong-kolong mobil.

“Kenapa gak pakai yang lain aja, Pah? Kan ada kain khusus buat penutup mobil.” Niel keluar dari dalam rumahnya, ikut nimbrung .

“Dipake buat Abang kamu tuh, katanya biar motor kesayangannya gak kena debu sedikitpun.”

Junior menggaruk belakang telinganya. Aduh, kenapa bisa lupa gitu sih, Jun?

Friska menghampiri Papanya yang masih sibuk sendiri. “Pah, kemarin pagi kan Ica bangun, terus Ica lihat Abang Jun—”

Junior gelagapan, ia langsung membekap mulut adik kesayangannya yang selalu berbicara jujur apa adanya.

“Ihhh, Abang!!!” Friska memekik dengan suara membekam.

“Junior kamu apa-apaan sih? Lepasin!” Perintah Darma. Friska berlari ke belakang tubuh Darma dan menjulurkan lidahnya kepada Junior.

“Abang jahat! Ica gak mau main boneka sama Abang lagi!” Friska masih bersembunyi di balik tubuh Darma.

Verruckte LiebeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang