Prolog

168 14 5
                                    

'Oek..Oek...Oek...'

"Suara tangisan bayi di sore hari,  mengalahkan suara anak-anak yang sedang bermain di teras depan Panti. Dengan langkah cepat oma dan Mbak Mirna mencari sumber suara. Hati oma mencelos ketika menemukan bayi di dalam sebuah keranjang di bawah pohon rindang yang tidak jauh dari plang panti dengan keadaan memprihatinkan. Tubuh merahnya hanya terbalut kaos tipis dan popok yang ditutupi kain tipis yang menyerupai kerudung segi empat, tangan dan kaki mungilnya dibiarkan tanpa sarung bayi. Dengan hati-hati, Mbak Mirna mengangkat bayi tersebut dan langsung menimangnya. Dan saat itu lah oma menemukan secarik kertas di keranjang bayi tersebut," tutur Oma Eni di ikuti wajah sendu mengingat kejadian enam belas tahun yang lalu.

Cellia mengusap bulir bening yang mulai menetes di pelupuk matanya, lalu menegakkan badannya. "Kertas itu berisikan apa oma?" Tanya Cellia.

Oma Eni bangkit dari tempat duduknya, lalu membuka salah satu laci yang tersusun di dinding ruangannya itu. Setelah menemukan apa yang di carinya, Oma Eni memberikan secarik kertas yang sudah lusuh ke Cellia. Segera Cellia menerimanya dan mulai membaca tulisan yang terdapat dalam kertas tersebut.

Tanpa mengurangi rasa hormat, saya ingin menitipkan bayi ini kepada ibu/bapak.

Kami memberikannya nama 'Sampah Marcellia Putri'

Saya harap nama yang kami berikan dapat di pakai oleh bayi ini.

Sekian dan terima kasih.

Air mata Cellia yang sempat mengering kini  membasahi secarik kertas yang sudah lusuh itu. Oma Eni segera memeluk Cellia, "Ini jawaban dari pertanyaan kamu, sayang."

"Oma hanya ingin menghargai pemberian nama dari orang tua kamu, makanya oma tidak merubah nama kamu," ucap Oma Eni sembari mengusap punggung Cellia penuh sayang.

Cellia hanya diam dengan air mata yang masih menetes dimata sipitnya, dan menikmati punggung hangat Oma Eni yang merawatnya selama enam belas tahun ini.

Setelah cukup lama Cellia menengadahkan mukanya, "Tapi, oma kenapa mereka setega itu sama Cellia. Salah Cellia apa?" Lirihnya.

"Apa jangan-jangan Cellia itu anak haram, sehingga orang tua Cellia memberikan nama yang sangat-sangat rendah itu," asumsi Cellia sebelum Oma Eni menjawab.

Oma Eni hanya menggelengkan kepalanya, dengan mata sendu mengusap matanya yang enggak sengaja ikut menitihkan air mata.

"Cellia yakin di dunia ini hanya ada satu-satunya nama Sampah," cerocos Cellia.

"Cellia malu oma," ungkap Cellia.

Kini Oma Eni memegang kedua tangan Cellia. "Kamu enggak boleh begitu Cellia!! Seharusnya kamu tunjukkan pada mereka yang mengejek kamu, bahwa kamu tidak sesampah nama kamu!"

"Buat mereka kagum! Sehingga cacian itu berubah menjadi tepukan tangan," ucap Oma Eni sembari membelai pelipis Cellia.

~Tbc~


Terima kasih, sudah menyempatkan waktu untuk membaca💙  Semoga suka, dan semoga kakak-kakak tertarik untuk mengikuti cerita ini sampai tamat.

Sembari menunggu update part selanjutnya, yuk kunjungi profil aku dan baca cerita-cerita aku yang sebelumnya.

My Name Is SampahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang