(Part 1) Sebuah Notifikasi

757 24 0
                                    

Pagi ini cuaca sangat cerah. Sinar mentari menerobos masuk ke dalam celah jendela kamar milik seorang gadis yang tengah duduk manis di atas kursi kamarnya. Matanya memandang ke arah cermin yang memperlihatkan bayangan dirinya. Ia sedang sibuk mengenakan hijabnya.

Khanza Fatimah, itulah namanya. Seorang gadis berusia 17 tahun yang masih menduduki kelas dua SMA. Ia adalah sosok gadis yang ceria. Ia selalu tersenyum dan tertawa riang bersama teman-temannya di sekolah. Khanza adalah salah satu murid yang sangat menggemari Bahasa Inggris di sekolahnya. Ia sangat bersemangat ketika pelajaran bahasa Inggris telah dimulai.

Bahkan Khanza memiliki banyak sekali teman yang berasal dari negara asing. Tujuan Khanza mencari teman dari negara asing tentunya adalah untuk mengasah kemampuan berbahasa Inggrisnya. Bahkan Khanza memiliki sebuah mimpi untuk melanjutkan pendidikannya di sebuah negara yang terletak di antara dua benua, yaitu Turki. Mimpinya tersebut tentu sangat didukung oleh orang tuanya dan teman-temannya.

"Kakak! Cepat keluar dan segera sarapan! Jangan sampai kita terlambat ke sekolah!" teriak adik Khanza dari ruang makan.

"Iya! Sebentar!" Jawab Khanza.

Setelah selesai mengenakan hijabnya, Khanza pun keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ruang makan.

"Kakak kenapa lama sekali? Sebentar lagi sudah jam setengah tujuh. Apa Kakak lupa kalau sekarang hari senin?" oceh Reza, adik Khanza yang masih duduk di kelas dua SD.

"Kakak tidak lupa. Tenang saja, kita tidak akan terlambat," jawab Khanza dengan santai sambil melahap sarapannya.

"Ayah, hari ini aku akan membawa motor sendiri. Jadi, Ayah tidak perlu mengantarkan kami," ucap Khanza.

"Baiklah. Tapi tetaplah waspada ketika mengendarai motor. Jangan terlalu kencang."

"Iya, Ayah."

Setelah menyelesaikan sarapannya, Khanza pun berangkat menuju sekolah bersama adiknya. Sebelum melaju menuju sekolahnya, Khanza mengantarkan adiknya terlebih dahulu ke sekolah. Setelah itu, Khanza kembali melanjutkan perjalanannya.

Bel berbunyi tepat ketika Khanza baru saja memarkirkan motornya. Dengan segera, Khanza pun berlari menuju kelasnya untuk meletakkan tasnya.

"Hey! Kenapa kau baru datang? Apakah kau lupa bahwa sekarang hari senin?" celoteh salah seorang teman Khanza yang bernama Reina.

"Ah, sudahlah Reina. Yang penting aku sudah tiba di sekolah," jawab Khanza dengan nafas yang tak beraturan.

"Sudahlah, lebih baik kita segera turun ke bawah untuk upacara," sahut Rani yang juga teman sekelas Khanza.

Seluruh murid pun berjalan menuju lapangan sekolah untuk melaksanakan upacara bendera.

Setelah selesai upacara, Khanza dan teman-teman sekelasnya pergi menuju kantin untuk membeli minuman. Setelah selesai membeli minuman, mereka pun kembali menuju kelas.

Khanza membuka tasnya untuk mengambil Handphone-nya. Terlihat sebuah notifikasi dari Instagram yang terpampang di layar Hp milik Khanza.

"Hello!" isi sebuah notifikasi yang ada di Hp-nya.

Khanza pun membuka profil dari pengirim pesan tersebut. Terlihat bahwa pemilik akun tersebut bukanlah orang Indonesia, melainkan orang berkebangsaan Turki.

"Hi!" balas Khanza.

"Apakah aku boleh berkenalan denganmu?" tanya pemilik akun tersebut.

"Of course," balas Khanza.

"Baiklah. Siapa namamu?"

"Seperti yang kau lihat di Instagram, namaku adalah Khanza Fatimah. Kau bisa memanggilku Khanza. Lalu, siapa namamu?"

"Perkenalkan, namaku adalah Mustafa Demir. Kau bisa memanggilku Mustafa."

"Baiklah, nice to meet you, Mustafa."

"Nice to meet you too, Khanza."

Tak lama kemudian, guru yang mengajar di kelas Khanza pun datang. Dengan segera, semua murid merapihkan tempat duduk mereka. Khanza memasukkan Hp-nya tanpa membalas pesan dari Mustafa.

*****

Bel istirahat telah berbunyi. Khanza keluar dari kelas bersama teman-temannya dan pergi menuju kantin.

"Hari ini aku mendapat teman baru dari Turki," celetuk Khanza setelah ia dan teman-temannya memesan makanan di kantin.

"Benarkah? Siapa namanya?" tanya Rani.

"Namanya Mustafa Demir. Ku harap dia orang yang baik."

"Ya, semoga saja. Berhati-hatilah, Khanza. Kita tidak pernah tahu sifat asli manusia itu seperti apa. Terlebih lagi dia adalah orang dari negara lain," nasihat Reina.

"Ya, kau benar, dan aku sudah sering berhadapan dengan orang negara asing yang kurang baik. Sampai-sampai aku bisa dengan mudah membedakan mana yang benar-benar baik, dan mana yang sebaliknya," jawab Khanza.

Tak lama kemudian, ibu penjaga kantin pun mengantarkan makanan pesanan Khanza, Rani dan Reina.

"Terimakasih bu," ucap Khanza, Rani dan Reina bersamaan.

"Iya, sama-sama," jawab ibu pemilik kantin sambil tersenyum ramah.

"Jadi, bagaimana pendapatmu tentang Mustafa? Apakah menurutmu dia orang yang baik?" tanya Rani.

"Hmm, aku belum tahu. Aku tidak ingin suudzan padanya. Tapi aku harap dia orang yang baik," jawab Khanza sambil memakan hidangan yang ada di depannya.

Reina dan Rani pun hanya mengangguk mendengarkan jawaban Khanza. Mereka tahu bahwa Khanza bisa menjaga dirinya sendiri dari orang-orang asing yang memiliki niat buruk terhadapnya. Karena Khanza memang sudah terbiasa menghadapi orang-orang semacam itu.

Cinta di Bawah Langit TurkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang