satu,

351 20 4
                                    

08.00.

Bel berdering bising. Guru berpenampilan muda-mungkin masih di umur tiga puluhan-memasuki ruang kelas.

Pelajaran pertama hari ini pun dimulai. Seperti biasa, hari Selasa kelas 2-A diawali oleh bahasa Inggris. Seluruh siswa memperhatikan guru yang sedang menulis beberapa patah kata di papan tulis. Sebagian sudah cukup familiar dengan ingatan mereka, dan sebagian rasanya tak pernah mereka dengar sedikitpun.

Tak ada seorangpun siswa yang rela meninggalkan penjelasan sang guru. Terlebih lagi, ini bahasa Inggris. Siapapun itu yang tak memperhatikan penjelasan, pasti ilmu bahasanya sudah cukup tinggi untuk nantinya diterapkan setelah lulus.

Apa ada makhluk sejenis itu di balik bangku kelas ini?

Tentu. Namanya Park Jaehyung.

Ia menghabiskan lebih dari separuh umurnya sekarang di Los Angeles, lalu pindah ke sekolah ini setelah kedua orang tuanya-yang beretnis Korea murni-memutuskan untuk kembali ke negeri kelahiran mereka.

Dan kini ia memutuskan untuk menghabiskan tiga jam pelajaran dengan menjahili gadis yang duduk di depannya. Gadis cantik dengan rambut hitam legam yang sedikit melebihi bahu. Cocok sekali sebagai target sasaran Jae pagi ini.

Lelaki pirang itu menyobek halaman belakang bukunya, membaginya lagi menjadi beberapa bagian kecil lalu menggulung sobekan-sobekan itu menjadi seukuran kerikil untuk kemudian ia sentil ke arah rambut panjang di hadapannya.

Gadis itu cepat tanggap. Sontak ia menoleh ke belakang. Mata bulatnya yang terlihat polos menatap Jae tajam seolah-olah mengisyaratkan; Park Jaehyung, diam! Aku akan membunuhmu setelah ini jika kau melakukannya lagi.

Jae terkikik. Misinya pagi ini sukses.

Tap tap!

Sungjin-yang terpisah sekitar satu bangku dari tempat kejahatan itu-menoleh ke sisi kanannya.

Seorang lelaki berponi sepanjang dahi memberikan secarik kertas seraya mengembalikan penghapus kepunyaan Sungjin.

Setelah kembali menghadap ke arah guru, ia membuka secarik kertas pemberian sahabatnya itu.

「Jangan lihat ke sana.
Pak Kim masih menerangkan, lho.」

Sungjin menghela napas, lalu mengambil pena dari kotak pensilnya.

「Aku tau.」

Ia mengirim surat itu kembali tanpa menolehkan kepalanya. Wonpil-sang lelaki berponi yang duduk tepat di samping Sungjin-mengangkat sebelah alis kebingungan. Dugaannya tadi pagi soal kemuraman Sungjin mulai terbukti.

Jam makan siang nanti, aku benar-benar harus menanyakan soal ini padanya, tekad Wonpil dalam hati.

Jam makan siang nanti, aku benar-benar harus menanyakan soal ini padanya, tekad Wonpil dalam hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
farewell stop. | DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang