Part 25

594 20 14
                                    

"Beli apartemen mahal kan?" tanya shani
"Dua tahun yang lalu harganya setengah sekarang loh" jawabku
"Wah, lumayan banget"
"Apalagi si boby itungannya ngekos disini, jadi dia bantuin gue nyicil"

Fajar pagi dengan malu -malu muncul aku dan shani berbincang semalaman, membicarakan apapun yang bisa dibicarakan. Kami duduk berdua di balkon, merokok dan menghirup kopi, menunggu fajar hari minggu itu datang. Berjam-jam kami berbincang mengusir bosan dan sepi.

"Loh kalian disini toh" bisik boby dari dalam, mengeluarkan kepalanya dari sela-sela pintu balkon.
"Sini yuk" sahut shani memanggilnya
"Gak ah, masih ngantuk" balasnya dan dia pun berlalu.

-------

Pemandangan biasa di teras kantorku, yaitu aku merokok di sore hari sambil memperhatikan jalanan Jakarta yang mulai macet.

"Cie"
"Apaan sih ve..... Gak bisa apa gue ditinggalin sendirian kalo lagi ngerokok sore-sore di kantor"
"Cie" godanya lagi.
"Apaan"
"Cie yang sampe pagi ngobrol berdua"
"Cuma ngobrol doang...."
"Ngobrol lebih dalem tau dari seks" bisiknya
"Lagian... tau dari mana si lo?" tanyaku kesal.
"Boby"
"Oh"
"Pokoknya cie"
"Ganggu ah... Itu kan udah beberapa hari yang lalu..." balasku.

Veranda hanya menjulurkan lidahnya dengan jahil. Aku kembali membakar sebatang rokok lagi.

"Kemang macet ya jam segini?" sebuah pesan whatsapp sore itu datang dari nomer yang asing ,aku zoom fotonya. Shani.

"Iya, ini shani ya?" balasku
"Haha iya, maaf mendadak ngehubungin abisnya bingung harus ngehubungin siapa kata boby sih kalo stuck di kemang suruh kontak lo...."
"Oo... Abis ngapain emang?"
"Abis interview.. ntar beres jam 7, gak enak jam nya, macet bgt ke Bekasi..."
"Yaudah... Mau ditemenin ntar?"
"OK, tar kabarin ya " balas shani

Aku tersenyum, dan kembali ke pekerjaanku di laptop sore itu entah kenapa chatting singkat itu membangkitkan semangatku di pekerjaan kali ini. Memang sulit mencari mood image untuk kebutuhan klien. Apalagi kalau selera klien agak sulit, jadi kita harus membaca selera mereka dari citra diri mereka.

"Mas.. Nanti bisa asistensi?" celetuk anin yang sudah duduk di depanku
"Hmm...." aku mengambil berkas yang dia serahkan kepadaku.
"Besok pagi aja gimana?"
"Bentar doang kok Mas.."
"Saya malem ada acara soalnya... besok pagi aja gimana, gak urgent kan?" anin terdiam, menelan ludah dan menatapku kosong.
"Oke..." jawabnya lemas dan beranjak kembali ke mejanya.

Anin . Ya sudah mau bagaimana lagi dia sudah lama tidak mengangguku, bicara denganku sudah mulai normal, tapi masih kurasakan aura dingin dari dirinya. Aku lebih tertarik kepada pertemuanku nanti malam dengan shani.

------------

"Oh jadi lo emang ga banyak ngomong ya orang nya " celetuknya sambil makan , menunggu macet dengan makan bersama.
"Bisa dibilang gitu sih" balasku
"Ada sodara yang deket?"
"Kaka sama ade gue udah lama ga disini mereka lebih milih sekolah di luar , jadi gue lebih deket sama sepupu itu pun dia doang yang bisa bikin gue nyaman "
"Cowok apa cewek"
"Cewek"
"Anak mana?"
"Medan, akhir bulan dia kesini kok"
"Ngapain?"
"Job fair dan sebagainya"
"Baru lulus kuliah ya?"
"Ho oh"

Percakapan ringan mewarnai makan malam kami berdua,beberapa pasang mata melirik ke arah kami, lebih banyak memperhatikan shani Tampaknya orang-orang sadar siapa dia. Aku menikmati bicara dengannya. Talkative, juga sangat ramah. Walaupun belum terlalu banyak cerita seru yang kami dapat dari diri masing-masing. Semuanya masih meraba.

BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang