Aku baru menginjakkan kaki pertama kali di Okinawa, tujuanku kesini karena ikut dengan orangtuaku yang selalu berpindah kerja. Sekaligus memulai hari yang baru setelah aku putus dengan pacarku, Tomo.
“Dista, ayo makan bersama nak”, ajakan mama setelah memasuki kamarku. Papa menungguku bersama adik kecilku, Kiki, untuk makan malam bersama.
“Iya ma, sebentar lagi”, sahutku ke mama.
Aku meninggalkan laptop yang masih menyala, aku langsung sibuk membuat sebuah novel untuk kisahku yang baru pertama di Okinawa sedari sore. Padahal kami sekeluarga baru tiba dirumah ini juga tadi sore.
“Hai Kiki maniiiiis”, sambil menyubit pipi adikku yang baru selesai tamat SMA. Aku suka sekali dengan pipinya yang melembung seperti balon.
“Aduh kakak! Sakit! Nanti kalau gosong gimana? Mau tanggung jawab?”, dia cemberut dan aku spontan tertawa karena kelucuan sifatnya itu.
Setelah makan malam, aku melanjutkan cerita novel dikamarku. Sudah 4 jam aku berada di depan laptop dan jam menunjukkan arah pukul 11, terdengar suara seperti biola dengan alunan yang sangat menyentuh hati. Alunannya membuat perasaanku seakan berada disebuah tempat yang sepi tak ada siapapun dengan berbagai bunga disekitarnya. Damai sekali.
Aku tersadar dan mencari arah suara itu, ku buka jendela kamar dan aku melihat sosok duduk dibangku yang agak jauh dari rumahku sedang memainkan biola. Aku melihatnya dari lantai 2 kamarku.
“Siapa orang itu?”, tanyaku dalam hati.
Lalu aku menutup jendela dan bergegas tidur, alunan itu masih terdengar hingga aku terlelap.
“Pagi kakaaak!!”, teriak adikku sambil menarikku yang masih masih mengantuk.
“Aduh Ki, kakak masih ngantuk nih”, aku merebahkan tubuhku lagi diatas tempat tidur.
“Yah kakaaak, ayo kita jalan-jalan mengelilingi kota baru ini, aku butuh teman, mama dan papa gak bisa nemenin karena ada meeting nanti siang, ayolah kaaaak”, seru Kiki sambil memelas padaku.
“Iya deh iya, kakak mandi dulu ya”, aku langsung bangun dan menuju kamar mandi. Aku tak tega melihat adikku memelas seperti itu.
Kami berdua sudah memutari tempat demi tempat, dan sekarang kami menuju ke pantai yang terkenal dikota ini. Ku lihat adikku menikmatinya, aku senang dia gembira.
“Kak, aku beli eskrim disana dulu ya”, ucap Kiki langsung meninggalkanku yang baru saja duduk diteduhan bawah pohon.
Lagi-lagi ku dengar alunan itu, aku mencari-cari seseorang yang memainkan biola. Nihil. Tak ada yang bermain biola disekitar sini dan Hima datang dengan membawa 2 eskrim yang satunya disediakan untukku.
“Ki, kamu denger suara biola gak?”, tanyaku ke Kiki.
“Biola? Disini mana ada suara biola kak, yang ada suara ombak tuh”, jawab Kiki.
“Lantas, suara darimana itu berasal? apakah ini hanya halusinasiku saja?”, aku dibuat bingung dengan nada-nada biola yang masih terdengar olehku.
Sesampai dirumah malam hari, aku langsung menuju kamar dan membuka jendela kamarku.
“Cowok itu tak ada disana, siapa dia? Kenapa alunan biolanya selalu mengikutiku?”, ucapku.
Terdengar suara ringtone handphoneku, ada pesan masuk dan ku buka. Pesan dari nomer yang tak ku kenal.
“Kamu mencariku dari jendela ya?”, isi pesan itu.
Aku terbelalak membacanya. Siapa? Kenapa? Ada apa? Darimana? semua pertanyaan menjadi satu dan jantungku berdegup kencang. Aku mulai merinding.