16 - Terpesona

1.4K 68 24
                                    

Barisan rapi berseragam coklat itu khidmat menjalani apel pagi, diam-diam hati mereka bersorak karena mendapat IB selama 4 hari. Tidak terkecuali Dirgan, lelaki dengan tinggi 183cm disertai rahang tegas dan alis tebal itu sangat bahagia. Senyum manisnya mengembang perlahan, menunjukan betapa lembutnya lelaki yang bersembunyi dibalik wajah sangar nya sebagai senior tingkat tiga yang segera menjadi senior tingkat empat.

Sermatutar.

Apel selesai, segera Dirgan berkemas meski ia merasa cukup gerah dengan seragam press body ditengah pagi yang cukup panas, ia tetap merasa bangga. Meski selama IB, Dirgan harus tetap memakai seragamnya, karena aturan, tak apalah. Dirgan merasa ketampanan nya sangat paripurna.

"Wes cakep tenan ini temanku toh, IB pulang kampung atau menjomblo disini wae, Dir?" Ujar Satyo setengah meledek.

"Kamu ini seenak jidat itu bicara, yang jomblo tuh kamu!! Makrab bawa cewek bayaran, hahahaha!!!" Dirgan membalasnya hingga tergelak.

"Yah, ora buka kartu lah, Dir. Eh, eh ngomong-ngomong adek mu itu cantik, buatku rapopo?" Satyo mengerlingkan matanya genit.

"Hilih, mana mau saya kasih adik saya itu sama kamu, Yo. Sadar umur, sudah tua, Kadal cap Blitar pula, yang ada adek saya uring-uringan sama kamu, Yo. Hahaha!" Dirgan menolaknya mentah dengan nada bercanda.

"Dengarlah kata kata dia, Yo. Sudah mau sermatutar masih saja goda goda wanita, karma kau tau rasa!!!" Sela teman nya yang lain. "Kau tengok lah, si Dirgan. Sudah tampan, tapi tak playboy macam kau! Ini kau satyo muka macam kaleng sarden saja belagu." Semuanya tertawa, termasuk Satyo, dia tak menanggapi nya serius, baginya ini yang akan dirindukan setelah lulus nanti. Manusia-manusia aneh bin ajaib yang sering dikatakan gagah dan sangar, tapi isinya sangat berbanding terbalik.

***

Di kereta menuju perjalanan pulang. Dirgan mengeluarkan music box miliknya, menyetel nya dengan tidak terlalu keras, lalu menyambung kan telponnya pada wanita yang sudah ia rindukan. Ya, siapa lagi kalau bukan Istha?

Diujung sana wanita berperawakan tinggi itu tergesa keluar dari kelas karena sering telponnya. Biasanya dia tak menghiraukan telpon yang masuk, tapi ada sesuatu yang beda yang memaksanya izin keluar. Meskipun saat itu pelajaran yang diberikan dosennya adalah pelajaran vavorit nya.

Pipinya memerah, mata nya menyipit sebab senyum bahagia yang sangat kentara.

"Hallo, Tara? Apa kabar? Tumben menelepon ku pagi-pagi."
Tidak ada jawaban dari lawan bicaranya.

"Dirgantara, can you hear me? Hallo"

Samar-samar ia mendengar irama yang sepertinya tidak asing, ia merogoh saku celana nya dan menempelkan earphone di telinganya.

Terpesona, aku terpesona. Memandang, memandang wajahmu yang manis.
Bagaikan mutiara bola matamu, bola bola matamu.
Bagaikan kain sutera, lesungnya lesung pipimu.
Semua yang ada padamu, membuat aku jadi gelisah.

Istha tak berhenti mengembangkan senyumnya tatkala mendengar lagu militer tersebut. Ia terus menikmatinya, membiarkan Dirgan melakukan hal aneh yang membuat degub jantungnya jadi tak beraturan.

"Gimana? Playlist lagu saya, enak tidak, Tha?" Tanya Dirgan menghentikan music box nya.

"Enak, padahal saya tidak tahu, hehe. Loh, kamu pesiar?"

THE PROMISE OF A SOLDIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang