Di ujung koridor, Charis melihat beberapa orang terkumpul pada daun pintu kamar yang kerap dia kunjungi. Langkahnya memelan, berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Tapi, satupun tidak ada yang terlintas. Kecuali, peringatan sang Papi yang dia terima pagi ini.Charis bergerak sembrono. Meminggirkan orang-orang yang ada di sekitar pintu tersebut. Sebagian orang mengaduh. Sebagian lainnya hanya berjengit terkejut. Menoleh sejenak lalu kembali kepada pusat perhatian.
Charis tiba di daun pintu. Lalu langkahnya berhenti begitu saja saat melihat apa yang ada di hadapannya matanya membulat. Keringat dingin sebesar biji jagung keluar dari dahinya. Kakinya ingin melangkah lebih jauh. Tapi tidak bisa bergerak kemanapun.
Wanda di hadapannya dengan tubuh tidak berdaya. Setiap sendi tubuh gadis itu seperti bergeser. Memar tidak menutupi hampir seluruh permukaan kulit bersih Wanda. Wajahnyan tersembunyi dari bekas pukulan berwarna merah.
Parahnya, darah segar Wanda yang keluar dari ujung dahinya menglir dan membekas di beberapa bagian dari kamar tersebut. Wanda hampir mati. Atau benar-benar mati.
Charis bergerak maju. Mendorong tubuh laki-laki yang membelakanginya. Sudah tidak ada harapan. Satu-satunya yang bisa dia lakukan adalah menlindungi Wanda dari kekerasan apapun sendiri.
"Apa yang anda lakukan?!" Charis menggeram, ditatapnya marah Setiawan yanh sudah siap dengan sebilah pisau besar yang tadi dia sembunyikan di balik bajunya.
Tidak ada ketakutan yang disampaikan oleh Setiawan melalui tatapannya. Charis juga. Sedikitpun dia tidak merasa takut dengan ancaman yang diberikan oleh Setiawan padanya.
Kemarahan Charis sudah sampai pada puncak kepalanya. Melihat Wanda yang bahkan sudah tidak mampu merintih. Charis marah karena dirinya adalah orang yang berperan besar terhadap kejadian ini. Dia sangat marah.
"Minggir. Saya tidak punua urusan dengan kamu!" Gertak Setiawan. Kakinya melangkah maju lagi. Merangsek dan menarik pergelangan tangan Wanda.
Charis yang sudah kehilangan kewarasannya menendang rahang Setiawan. Lelaki itu terpelanting ke arah daun pintu. Orang-orang yang hanya melihat hanya berjengit ketakutan. Sementara Setiawan meringis kesakitan.
"Agus panggil ambulans!" Charis tahu Agus masih mengikutinya. Ditatapnya Agus hingga lelaki itu mengangguk kaku.
Aguspun baru pertama kalinya melihat kekejaman ini. Sarah segar yang mengalir dari dahi dan mulut gadis itu. Kemarahan Charis yang tidak bisa disembunyikan.
"Nggak seharusnya kamu ikut campur," kata Setiawan serak, dia meludahkan liur yang tersangkut ditenggorokannya. Lalu berjalan ke arah Charis yang masih merangkul Wanda.
"Bapak yang nggak tahu diri. Bapak kira Wanda siapa? Dia anak kandung bapak sendiri."
"Kamu nggak tahu apa-apa," erang Setiawan marah, saat dia mendapatibada perlawanan dari sosok lelaki tersebut.
"Apapun alasannya, apakah yang anda lakukan dapat dibenarkan?"
"Apa yang dia lakukan juga tidak benar!"
"JANGAN CARI PEMBENRAN!" Habis sudah kesabaran Charis. Dia meletakkan kepala Wanda dengan lembut di atas lantai. Lalu menghampiri Setiawan yang tidak jauh darinya.
Kerah Setiawan ditarik paksa oleh Charis. Sebuah tinjuan kembali bersarang di pangkal rahangnya. Ada nyeri yang menjelajar. Bahkan Setiawan menganggak bahwa tulang di bagian sisi wajahnya itu retak atau bergeser.
"Jangan pernah cari pembenaran atas semua kesalahan yang anda lakukan!" Ujar Charis lagi, sebuah tinjuan kembali dia berikan di pusat perut Setiawan. Tanpa ampun dia memberikannya.
Setelah puas, Charis menghempaskan tubuh Setiawan begitu saja. Lalu dia memapah Wanda saat sirine ambulans tiba. Membawa Wanda dalam pangkuannya. Membisikkan banyak kata motivasi yang mampu memberikan Wanda kekuatan.
Sementara Wanda sudah tidak bisa membuka matanya. Pendarahan terjadi di sana membuat gadis itu tidak tahu apa yang terjadi selama matanya tertutup. Sementara tubuhnya tidak bisa digerakkan. Terutama sendi pada kaki dan pergelangan tangan.
Charis menggenggam jemari Wanda yang rapuh saat gadis itu sudah tiba di alam ambulans. Diusapnya rambut Wanda dengan lembut. Tanpa dia sadari bahwa air mata turun begitu banyak melihat apa yang terjadi pada orang yang begitu dia cintai.
Seharusnya dia tahu, bahwa apapun yang dia pilih nantinya tidak akan mengubah apapun. Wanda akan bertemu dengan Papa kandungnya yang berbahaya. Dan satu-satunya yang harus dia lakukan adalah menjaga Wanda.
"Sayang, kamu dengerin aku kan? Ada aku. Aku nggak akan pergi. Jadi kamu jangan pergi. Tetap sadar. Kamu rasain aku ada di sini."
Wanda mendengar semuanya. Sejak awal Charis masuk ke dalam kamarnya. Harapan itu ada. Dan berhasil dia buktikan. Wanda bisa memastikan bahwa lelaki itu sekarang berupaya ada terus bersamanya. Charis tidak membohonginya.
Tapi dia tahu, Charis adalah laki-laki yang sangat berharga. Butuh banyak pengorbanan untuk membuat lelaki itu ada di pihaknya. Dan kali ini, dia memastikan bahwa sudah tidak ada lagi yang bisa dia korbankan.
Tubuhnya semakin menjerit kesakitan. Sementara tenaganya juga sudah tidak bisa lagi dikumpulkan. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan adalah menangis. Entah karena bahagia Charis masih ada di tempat ini. Atau merads sedih karena ini mungkin terakhit kalinya mereka bertemu.
Wanda ingin bilang kalau Charis sudah memberikan sebuah momen tidak terlupakan dari hidupnya. Charis memberikan warna yang tidak pernah bisa dia dapatkan dari semua orang. Charis bahkan menolongnya di detik-detik terakhir.
"Wanda.." lirih Charis yang mengetahui bahwa gadis itu kian lemah. Denyut nadi yang dia pantau melalui pergelangan tangan hampir tidak terasa. "Kamu dengerin aku kan? Kamu janji sama aku nggak ninggalin aku. Aku juga. Aku buktiin ke kamu kalau aku ada di sini sekarang. Jadi kamu harus buktikan kalau kamu nggak akan kemana-mana."
Seandainya Charis tahu betapa sakit dia menahan ini semua. Dia juga ingin meronta, agar sakit yang mendesak di tubuhnya bisa di lampiaskan melalui teriakan yang keras. Dia ingin menjelaskan bahwa dia bahagia melihat Charis di sini.
"Tekanan darahnya menurun," ujar seorang perawat yang bertanggunh jawab di dalam kabin ambulans. "Mbak, bisa ya tetap sadar sebentar lagi kita sampai rumah sakit. Tahan sebentaaar saja," kata dia lagi.
Charis yang tidak tahu apa yang terjadi menatap perawat dan Wanda bergantian. Di lihatnya Wanda berkeringat. Sementara sang perawat yang menatap cemas ke arah Wanda.
Tapi bagi Wanda suara itu justru membuat dia semakin lelah mencoba. Dia ingin tidur. Karena ternyata kantuk begitu menyerang. Napasnya tersendat-sendat. Dia ingin tidur. Agar paling tidak ketika bangun dia bisa melihay Charis dengan lebih jelas.
Dia ingin tidur. Untuk mungkin agar tidak terbangun lagi.
.
Pendek dulu ya gengs. Insya allah secepatnya update lagi..
YOU ARE READING
A Midsummer Nights Dream ✔
FanfictionWanda hanya tidak percaya pada cinta. Dia memilih melakukan apapun sendirian. Lalu Charis datang. Membuktikan cinta itu punya kekuatan magis. Tapi Wanda tidak pernah percaya. Bagi Wanda, cinta sangat menyakitkan. Bagi Wanda, cinta hanya membawanya p...