Matahari sore menebarkan kehangatan di bumi Pondok Maarif (PM), rasa gerah bersarang di tubuh para santri, hari itu hari pertama imtihan akhiru sannah , seperti kebudayaan yang telah turun-temurun di Pondok Maarif, apabila santri kelas 1-5 imtihan, kelas enamlah yang bertugas piket ma’had , dari piket thobahoh , kharisatu nahar , kharisatu lail , wadhifah ghurfah , wadhifah khatif , dan juga piket di sore hari yang biasanya di sebut bersih lingkungan (berlin).
Pondok Maarif merupakan pondok yang memiliki banyak cabang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, tempat Rania belajar merupakan cabang Pondok Maarif Putri yang ke-lima, letaknya di daerah Kediri, Jawa Timur. Penempatan pondok putra dan putri pun tidak satu wilayah, berbeda dengan pondok pesantren kebanyak yang mempunyai santri putra dan putri pada satu wilayah yang hanya berbatas tembok. Pondok Maarif sangat ketat dalam pengawasan santrinya karena itu pondok putra dan putri terletak pada wilayah yang cukup jauh.
Sore itu saat Rania dan beberapa orang temannya, Aulia, Aira, dan Zakia sedang bertugas membersihkan sampah yang berada di sekitar gedung Syiriah, tiba-tiba suara dari speaker qismu i’lam memanggil namanya untuk datang kebagian riayah .
“Ran, nama kamu tuh dipanggil, kamu habis melanggar peraturan ya?” ucap Zakia sedikit cemas.
“He ki, memangnya kalau dipanggil ustazah riayah harus selalu berhubungan dengan kesalahan ya?” Sungut Aulia tak terima.
“Hehehe, ya nggak juga sih,” Zakia menggaruk kepalanya yang tertutup kerudung putih.
“Eh sudah-sudah yang dipanggil aku kok kalian yang ribut, tenang saja aku tidak merasa punya salah kok. Jadi, kalian tidak perlu khawatir, palingan juga akan ada tamu yang datang,” ucap Rania mencoba menenangkan teman-temannya.
“Ya sudah Ran, cepat ke sana,” ucap Aira.
Tanpa disuruh dua kali Rania memberikan sapu lidi yang dipegangnya pada Aira dan berlari ke hujroh ustazah riayah. Dengan nafas yang masih terengah-engah ia mengucapkan salam di depan pintu riayah.
“Waalaiku salam, naam suaya ,” ucap salah satu ustazah dari dalam hujroh.
Rania menunggu dengan sedikit cemas. Ia mencoba menyakinkan dirinya bahwa tidak ada kesalahan yang ia perbuat sehingga tidak ada alasan bagi ustazah riayah untuk menghukumnya. Namun, dia juga tidak dapat membohongi perasaannya, takut apabila secara tidak sengaja melanggar peraturan, gadis itu tidak ingin mendapatkan hukuman di hari-hari terakhirnya di pondok, baginya sudah cukup banyak peraturan yang selama ini dilanggar oleh dirinya selama berada di Pondok Maarif. Salah satu hal yang ditakutkan Rania adalah memakai kerudung berwarna oranye mencolok, hadiah khusus dari ustazah riayah bagi para santri yang melanggar peraturan. Baginya sudah cukup lima kali saja memakai kerudung mencolok itu. Itu merupakan hukuman yang memalukan. Saat semua santi memakai kerudung putih, orang yang melanggar memakai kerudung berwarna oranye, berbeda dari yang lain, selain itu ditambah dengan dijemur di depan masjid setelah Shalat Dhuhur dengan membawa papan bertuliskan kesalahan yang telah dilakukan, semua mata tentunya akan tertuju pada si pelaku, seakan-akan diadili oleh semua penghuni dunia.
Saat Rania sibuk dengan pikirannya, suara langkah kaki terdengar semakin mendekatinya, ia menegakkan pandangannya, dan melihat seorang wanita berumur 23 tahunan berdiri tegap dihadapannya, badannya lebih tinggi beberapa senti dari Rania, tubuhnya tidak gemuk dan tidak kurus, cukup proposional, ia adalah Ustazah Uswah, asisten wali kelas 6 B, kelas Rania belajar.
“Rania, seusai Shalat Maghrib siapkan guest house ya, karena pukul delapan nanti Ustaz Hanafi dan sekertarisnya akan berkunjung ke sini,” ucap Ustazah Uswah to the point.
“Oh, naam ustazah,” ucap Rania sopan.
“Beri tahu qismu ghurfah dari sannah sadisa yang lain ya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Syahadat Cinta [END]
RomantizmRanking tertinggi: #1 : #khitbah (April-17 Juli 2020) #1 : #tasbih (Mei-Juni 2020) #1 : #pesantren (Juni-15 Juli 2020) #1 : #syahadat (Mei-10 Juni 2020) #1 : #kalbu (Juni-Agustus 2020) #3 : #taaruf (April-Juli 2020) #122 : #cinta (Juni-5 Juli 2020) ...