PART 8-1

191 21 1
                                    

Part ini fokus ke NamJin ya..kalau nggak berkenan boleh skip hehe..
Warning! Ada adegan kisseu ♡♡



Namjoon POV

Aku baru masuk SMP saat ibuku dirawat di rumah sakit. Dari ayah, aku tahu kalau ibu sedang sakit. Saat itu, aku belum tahu apa-apa soal sakit yang di derita ibu. Kupikir, dalam waktu satu atau dua hari berada di rumahsakit, ibu akan kembali. Nyatanya tidak. Beberapa bulan berlalu, ibu tidak juga keluar dari rumahsakit. Aku sempat bertanya pada ayah soal penyakit ibu tapi ayah enggan menjawab. Aku lakukan berulang kali sampai akhirnya ayah menyerah. Ayah bilang, " ibu sakit kanker dan harus berada di rumahsakit sampai keadaannya membaik."

Aku tahu apa itu kanker. Guruku pernah menjelaskannya di sekolah. Guruku bilang, orang yang mengidap penyakit kanker stadium akhir hanya punya sedikit peluang untuk hidup. Setelah mengingat hal itu, aku kemudian bertanya pada ayah. Apa benar ibu akan meninggal? Ayah bilang, tidak. Katanya, ibu adalah perempuan yang kuat dan tidak akan kalah dengan penyakitnya. Harapan muncul di benakku. Ya! Ibu pasti bisa sembuh.

Setiap pulang sekolah, aku selalu menjenguk ibu, membawakannya buah-buahan yang ia sukai, juga menceritakan apa yang terjadi di sekolah. Aku juga sering mengajak Jin-hyung ke rumahsakit dan ibu sangat senang bertemu Jin-hyung. Jin-hyung itu satu-satunya teman yang aku punya. Dia orang yang baik dan selalu terlihat ceria. Beda denganku yang sedikit canggung dan tidak pandai bersosialisasi. Jin-hyung sering memberikan lelucon-lelucon membuat ibu tertawa mendengarnya. Itu salah satu alasanku membawa Jin-hyung menjenguk ibu. Aku ingin melihat senyum dan tawa di wajah ibu yang pucat.

Sayangnya saat Jin-hyung naik ke kelas 3, dia tidak bisa menjenguk ibu karena sibuk mempersiapkan ujian kelulusan. Meski sesekali saat tidak ada tambahan pelajaran, Jin-hyung pergi ke rumahsakit. Tanpaku. Ya, ibu yang memberitahuku. Katanya, beberapa kali Jin-hyung menjenguk ibu saat malam. Katanya baru pulang dari les. Ibu juga bilang kalau Jin-hyung adalah anak baik. Itu sebabnya aku harus menjaga Jin-hyung. Pesan ibu yang terus aku ingat sampai sekarang.

Ibu meninggal saat aku naik ke kelas 3. Saat itu aku benar-benar sangat sedih hingga depresi. Aku tidak dekat dengan ayah karena ayah sibuk bekerja. Sifatku yang pendiam dan lebih suka berada di perpustakaan membuatku tidak punya banyak teman. Ditambah lagi, Jin-hyung sudah lulus. Dia sudah punya teman baru di SMA. Aku benar-benar merasa sendiri saat itu.

Setelah kematian ibu, ayahku mulai berubah. Dia sering membentakku, sering memarahiku tanpa sebab dan jarang sekali berada di rumah. Meski tidak pernah memukulku, tapi tetap saja aku merasa takut saat bertemu ayah. Takut jika tiba-tiba saja ayah membentakku. Semakin lama, rasa kesepian itu semakin membuatku lelah. Aku hampir saja berpikir untuk bunuh diri meloncat dari jembatan kalau saja tidak ada Jin-hyung yang berteriak kencang memanggil namaku. Jin-hyung menyadarkanku dengan pukulan. Aku hanya bisa menangis saat itu. Entahlah. Mendengar suara Jin-hyung bahkan melihat sosoknya di depan mataku membuatku merasa lega. Aku merasa kalau aku tidak sendirian lagi.

Aku menceritakan semuanya pada Jin-hyung. Kemudian dia bilang padaku, “ kalau begitu, kau harus masuk ke SMA-ku. Kita bisa bersama lagi disana. Kau bisa? Aku yakin sulit karena sekolahku itu sekolah elit. Kau tidak akan bisa masuk kesana.”

Jin-hyung menantangku dan tentu saja aku terima. Aku belajar dengan keras dan akhirnya, aku benar-benar bisa masuk ke SMA yang sama dengan Jin-hyung. Aku tidak kaget dengan hasilnya, karena aku tahu kemampuanku. Aku tahu kalau aku pintar. Hanya butuh sedikit usaha untuk bisa lulus ujian masuk SMA tempat Jin-hyung bersekolah. Yah, walaupun aku harus tidur pagi beberapa hari sebelum ujian dilaksanakan.

Semenjak ada Jin-hyung, aku tidak merasa kesepian lagi. Ayah juga mulai melunak dan meminta maaf karena sering membentakku. Ternyata, setelah ibu meninggal, perusahaan ayah terancam bangkrut. Itu sebabnya, ayah berjuang keras, banting tulang mempertahankan perusahaan dan aku-lah yang jadi pelampiasannya. Kemudian setelah perusahaan ayah kembali stabil, ayah akhirnya bisa beristirahat. Beliau meminta maaf padaku dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Aku tahu ayah dan aku yakin, ayah tidak akan mengulanginya.

Hingga suatu ketika, ayah mempertemukanku dengan seorang perempuan yang dia kenalkan sebagai ‘ibu’-ku. Perempuan itu masih muda,mungkin sekitar 30-an tahun. Dia membawa seorang anak yang aku perkirakan masih duduk dibangku SD. Anak laki-laki tanpa ekspresi itu tengah meminum susu kotak rasa pisang –menatapku dengan kedua mata besarnya. Ayah meminta ijin padaku untuk menikahi perempuan itu. Ayah bilang, tidak ingin aku kesepian dan ayah juga tidak bisa mengurusku seorang diri. Itu sebabnya, ayah memutuskan untuk menikahi perempuan yang ternyata dulu adalah adik kelasnya saat kuliah.

Aku sama sekali tidak mengerti apapun soal itu dan mengiyakan keputusan ayah. Akhirnya, aku hidup bersama ibu tiri dan adik tiri-ku yang awalnya kubenci karena dia sama sekali tidak punya ekspresi. Bahkan saat jatuh dari sepeda dan lukanya sangat parah, dia sama sekali tidak menangis. Dia hanya bilang sakit dan kembali bersepeda. Saat ingin sesuatu dariku, dia hanya diam sambil terus menatapku sampai ibu yang harus menjelaskan keinginannya. Aku benar-benar tidak bisa mengerti isi kepala anak itu.

Lulus sekolah. Aku pindah ke kota lain mengikuti jejak Jin-hyung untuk berkuliah. Saat itu aku baru mengerti isi kepala bocah laki-laki bernama Jungkook itu. Tiba-tiba saja dia masuk ke kamarku. Memberiku sekotak coklat kemudian memelukku. Dia menangis sambil berkata, “ Namjoon-hyung, jangan pergi...” berulang kali.

[ONGOING] OUR FIRST LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang