"Amanda."
"Hmm?"
Yudha mencoba mengalihkan perhatian Amanda, sembari terus memilih rambut perempuan tersebut dengan tangan kanannya. "Kamu gak berminat untuk ngenalin aku sama sahabat-sahabat kamu itu?"
Di lantai dua salah satu kafe yang terletak di pusat kota, Amanda menengadahkan kepalanya menatap langit sore yang mulai menggelap. Bentuk lantai dua kafe yang disengaja tak memiliki atap dan dinding membuat semilir angin sejuk puas bermain dengan kulit putih susu perempuan tersebut, namun justru mengundang senyum manis di wajahnya.
"Apa yang bikin kamu kepengin banget kenal sama mereka?" Sebuah rencana sudah mulai tersusun di balik kepala perempuan itu.
Yudha tersenyum lembut, "biar aku bisa dekat sama sahabat-sahabat kamu juga, dong. Aku pengin kenal kamu lebih lagi."
Ya, cukup sampai di situ. Lo yang minta gue menghentikan semuanya, Tuan Yudha Baskara.
"Kamu nyaman sama aku? Mau kenal aku lebih jauh lagi?" tanya Amanda yang kini sudah mengalihkan perhatiannya pada Yudha.
"Jelaslah. You're lovable. Orang bodoh mana yang gak bakal ngerasa nyaman sama kamu?" jawabnya sembari menjawil ujung hidung Amanda.
Perempuan itu mengangguk pasti. Perlahan, senyum Amanda mulai melebar. "But, i'm not," ucapnya santai. Ia memberi jeda sesaat, meneliti ekspresi pria tersebut. "If you wanna be my friend, so you are. But for more than that, sorry Yudha ... aku gak bisa."
Nada final dalam kalimat Amanda membuat Yudha seolah kehilangan suara. Ia tak pernah menyangka bahwa apa yang selama ini ia harapkan hanya sebatas rasa sepihak. Nyaris empat bulan Yudha menganggap hubungan mereka lebih dari sekadar pertemanan. Semua yang Amanda berikan padanya terlihat begitu natural dan penuh dengan perasaan. Membuat harapan pria itu kian hari kian melambung.
"Tapi, kalau memang kamu gak mau kita lebih dari ini, kenapa kamu minta aku untuk mengakhiri hubunganku dengan Kamila? Kami nyaris bertunangan, kamu tahu, kan?" tuntut Yudha.
Masih dengan senyum yang sama, Amanda Shesya merapikan helai rambut Yudha yang tertiup angin. "Aku gak pernah minta kamu untuk mutusin Kamila. Aku cuma memberi saran. Kamu sendiri yang bilang kalau kamu mulai ragu."
"Jadi kamu ... maksud kamu, aku yang salah? Bukannya jelas kemarin kamu bilang gitu karna kamu juga mau sama aku?"
Tak ada jawaban dari bibir Amanda. Ia justru mengalihkan perhatiannya pada layar ponsel yang sudah menunjukkan pukul lima sore. "Sudah jam segini, mau hujan juga. Pulang, yuk!" ajaknya tanpa memandang Yudha sedikitpun, lantas beranjak meninggalkan pria itu sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Over
General Fiction#PlayerSeries Amanda Shesya menyukai sebuah permainan dimana ia sendiri dapat menjadi karakter utama dalam permainan tersebut. Cara bermainnya sederhana, cukup pilih lawan main berjenis kelamin pria dengan status taken--bukan suami orang, apalagi pr...