III: Strategy

38 3 0
                                    

"Mengenai promo dan social media quiz untuk weekend akhir bulan nanti, apa pakai jumlah kuota yang sama seperti yang sebelumnya, Mba Sya?"

Shesya melihat hasil laporan dari promo dan quiz yang dimaksud Latifah--admin umum Amore. Jika dilihat dari segi grafik minat konsumen, kegiatan triwulan tersebut memang berhasil menambah minat para pelanggannya. Apalagi tidak jarang customer loyal mereka kerap bertanya mengenai apakah acara tersebut akan diadakan kembali atau tidak.

"Bagian produksi siap kalau ada penambahan kuota pemenang?" tanya Shesya pada Farah yang duduk di deretan ujung, bersama rekan koordinator lainnya.

"Saya sudah sempat nanya sama beberapa, Mba. Dan mereka menyanggupi," jawab perempuan berjilbab hitam tersebut.

Shesya mengangguk sekilas. Ditatapnya satu per satu peserta rapat bulanan Amore Bakery tersebut. Ia sangat ingin menambah kuota pemenang seperti usulan mereka, namun masih ada beberapa pertimbangan yang menahan perempuan berlesung pipi itu. Menjadi seorang pengusaha muda memang terlihat sangat menggiurkan, meski sebenernya begitu banyak hal yang harus diperhitungkan di belakangnya.

"Sementara kamu share aja dulu banner-nya. Mengenai pemenang, jangan disebutkan dulu jumlahnya. Kalau apa-apa saja reward yang didapat, sepertinya gak masalah." Shesya menutup buku kecil yang selalu dibawanya saat melakukan rapat bulanan. "Besok Mba mau bahas soal kafe dulu, setelahnya kita atur lagi di rapat umum Amore. Kita bahas mengenai cabang Amore yang di JakSel, sekalian mengenai kelanjutan promo and quiz ini juga."

Setelahnya, Shesya mempersilakan anggota rapat untuk kembali melanjutkan pekerjaan mereka masing-masing. Termasuk Meisya yang harus kembali ke ruangannya karena harus mengurus beberapa pembayaran.

"Ada kabar dari Tama?" tanya Shesya tepat saat Meisya hampir menggeser pintu ruang rapat.

"Harusnya, sih, sekarang he's on his way to lunch with our target."

Sebelah alis Shesya terangkat mendengar jawaban tersebut. "He is? Waw."

"Ya dan lo kalah langkah sama guardian yang biasa cuma nge-backing pas lo dianiaya sama korban-korban lo itu." Meisya tertawa di akhir kalimatnya yang membuat Shesya lantas mendengus kesal.

Empat hari sejak pembicaraan terakhir mereka mengenai permintaan Shesya untuk Tama yang turut bermain dan memang sepertinya ia harus mengakui kehebatan pengacara muda yang tak lain adalah sahabatnya itu. Tama benar-benar melakukan permintaan Shesya untuk mendekati Aurel. Terbukti dengan pria itu yang telah berhasil kembali menghubungi Aurel dengan begitu mudah.

Lagi, Shesya mendengus kesal. "Itu mah Aurel-nya aja yang murah!" Perempuan itu lantas menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi. "Lo telpon dia, deh, ntar. Bilang kita dinner di luar nanti. Tempat biasa. Langsung ketemu di sana. Sekalian lo minta Farah sama Dimas buat jagain Amore dulu. Suruh sampein ke SPV Kafe juga. Gue mau keluar bentar."

"Mau kemana lo?"

"Ngamburin minyak, ngukur jalan," jawab Shesya sekenaknya, lalu mengusir Meisya untuk segera kembali bekerja.

❤❤❤❤❤

Sejak beberapa jam yang lalu, Shesya terus mengemudikan mobilnya tanpa arah. Setelah sempat berhenti di salah satu restoran fast food untuk makan siang, dan mampir ke minimarket si merah untuk membeli minuman dingin dan beberapa batang coklat, perempuan mungil itu terus saja berkeliling seperti alasan ngawur yang ia katakan pada Meisya tadi. Pikirannya terus berkelana mencari cara untuk dapat mendekati Pandu, namun nihil.

Pandu adalah kasus yang jauh berbeda dengan korban-korban Shesya sebelumnya. Terlebih, pria itu terlihat begitu lurus. Meisya yang sebelumnya kerap membantu Shesya untuk mengatur strategi mendekati korban pun hingga saat ini belum kunjung menemukan ide yang tepat. Mereka seolah sulit menemukan celah untuk membuat perangkap pada lawan mereka kali ini.

Game OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang