I. Sabtu Malam

2.2K 180 13
                                    

"Gua otiway bro!" ujar seseorang dari seberang sana.

"Oke. Jangan lupa pesenan gua ya. Kacang turbo 3 bungkus." jawab Galen sambil berjalan kearah nakas dimana dia meletakkan sekotak rokoknya.

"Eh babi, dimana gua cari kacang turbo? Mana produksi lagi setan!"

"Yaelah Za, belum juga lu cari udah bilang gak ada aja. Dah pokoknya lu cari dah tu kacang turbo, kalo gak dapet lu beli kacang kulit rasa dah. Oke coy? Oke, makasih. Sama-sama." Galen menutup panggilan secara sepihak sebelum seseorang yang disana sempat protes.

Iya, tadi si Eza yang menelepon.

Setelah meraih kotak rokoknya Galen segera keluar kamar dan turun menuju meja makan untuk mengisi perut yang tengah lapar. Dibalik tudung saji terdapat lauk ayam dan tempe goreng serta sayur tumis kangkung yang lumayan menggugah selera makan si Galen.

Galen tengok kanan kiri, namun tidak ada orang. Bukan, bukannya dia mau mencuri, tapi dia sedang mencari Bi Inah, asisten rumah tangga dirumahnya. Mungkin sudah pulang, pikirnya.

"Assalamualaikum ya ahli neraka!"

Baru saja Galen menyentuh piring, sudah ada saja yang berteriak mengucap salam yang tidak berakhlak.

"Mulut lu emang gak ada akhlaknya ya, Nat. Salam tu yang bener jingan!"

Nata tertawa mendengar umpatan Galen. Dia sontak menerobos masuk ke dalam dapur dan langsung ikut duduk di meja makan.

"Wiihh, enak nih. Kebetulan gua laper Len." ucap Nata seraya mengambil piring.

Mereka memang seperti itu, sudah biasa. Mau dirumah siapa saja mereka akan seperti itu. Orang tua mereka sudah memakluminya, sudah bukan hal baru lagi.

"Anak-anak mana kok pada belum nyampe?" tanya Nata.

"Eza otw. Abel masih anter si Irina pulang, abis pemotretan katanya. Bian, Ansell, Aksa paling bentar lagi nyampe."

Benar saja, tak lama berselang terdengar suara mobil yang menderu khas mobil balap milik Bian. Biasa, knalpotnya di ganti biar mirip kayak film Fast & Farious katanya.
Suara gaduh seketika terdengar tatkala ketiga pemuda yang baru saja sampai tengah berjalan memasuki rumah Galen.

"Wey, ma bro!!" sapa Bian sambil menepuk pundak Galen dan Nata.

"Eh ini, kakek tuanya taroh dimana?" sambung Aksa yang sedang menenteng kantong kresek hitam berisikan botol-botol bertuliskan merk minuman beralkohol.

"Beli berapa lu?" tanya Nata.

"Bian tadi beli 5 botol. Cukup kan? Gak usah banyak-banyaklah bentar lagi puasaan, kudu insap." Aksa tersenyum lebar menampilkan gigi kelincinya.

"Halah, gayaan lu aja cah, insap-insap, ntar juga bakal minum lagi." sungut Ansell.

"Assalamualaikum, ya akhii ya ukhti~" nyanyi Eza.

"Wiiihh udah siap keknya nih." Eza ikut nimbrung.

Nata dan Galen beranjak untuk mencuci piring dan gelas bekas makan mereka. Setelah selesai Galen memberi aba-aba untuk mengikutinya naik ke lantai 2 rumahnya dimana kamarnya berada.

"Om sama tante sampe kapan di Kaltim bang?" tanya Ansell.

"Katanya seminggu. Gak tau dah. Kan kadang suka nambah hari mereka."

"Bang Abel belum dateng ya?" tanya Aksa.

"Ntar juga nongol tuh anak. Paling masih cipokan dia." sahut Galen.

"Anjrit!" umpatan yang disertai tawa mulai terdengar dari kelimanya.

Sabtu malam itu, mereka habiskan dengan senda gurau dan obrolan-obrolan tak bermoral mereka. Tak jarang umpatan-umpatan kotor turut serta terlontar dari sungut para pemuda yang sedang menikmati masa mudanya.

Kalau kata Rhoma Irama, darah muda darahnya para remaja...

Ya begitu juga bagi mereka. Mereka masih darah muda, jadi masih suka senang-senang.

Tepat pukul 9 malam Abel baru sampai dan langsung mendapatkan berbagai macam umpatan-umpatan dari yang lainnya. Kecuali si Galen yang hanya tersenyum sambil mengunyah kacang kulit.

"Bang, gimana? Udah dapet jatah belom?" tanya Bian yang disambut dengan gelak tawa yang lain.

"Ya sudahlah. Lu pikir kenapa gua bisa ada disini? Kalo belum dapet gua kaga bakal ada disini cuk. Hahahaha.."

"Terooss aja, terooosss. Enak kan yang udah punya partner cipokan. Yang jomblo pergi jauh aja sana ke laut." Nata bersungut sambil melempar kulit kacang ke lantai dengan gusar.

"Untung gua udah kaga jomblo hehee." Ansell cengengesan sambil menaik turunkan kedua alisnya.

"Hati-hati aja sih, biasanya yang ngomong gitu gak lama bakal putus." Galen menyahut.

"Heh, Galon! Kaga punya akhlak emang ye mulut lu! Anjir doanya kaga baek lu. Gua doain balik lu mampus lu. Gua doain Ilana kaga mau ama lu. Mampus!" Ansell sewot bukan main membuat yang lain tertawa keras tatkala Galen melotot dan melempar kulit-kulit kacang ke arah Ansell yang sibuk menghindar.

***

Jam sudah menunjukkan angka tiga pagi ketika Abel dan Galen tengah duduk berdua di balkon kamar Galen, sedangkan yang lain tengah terkapar tak berdaya efek minuman yang mereka tenggak sebelumnya.
Udara dingin tengah menusuk kulit, menyapa helaian rambut yang terombang-ambing tatkala udara menyentuhnya.

"Gimana Ilana?" Abel memutuskan untuk memecah keheningan terlebih dahulu.

"Gak gimana-gimana." jawab Galen sembari menghisap rokok yang tengah bertengger di jari-jari putihnya.

"Lu seriuskan sama dia?" Abel memalingkan wajahnya menatap Galen yang tengah mengepulkan asap rokoknya.

"Gua selalu serius sama dia Bel, tapi kadang dia yang suka narik ulur. Bikin gua jadi ragu buat nembak dia."

"Mungkin dia masih pengen mastiin perasaan dia Len."

"Mau mastiin yang kayak gimana lagi sih Bel? Gua udah gerak selama 2 tahun, dia juga tahu niat gua gimana, tapi sikap dia yang bikin gua bingung."

"Lu coba to the point aja Len. Siapa tau dia paham."

"Tanpa lu kasih tahu juga udah gua lakuin kali Bel."

"Terus sekarang mau lu gimana? Udahan? Nyerah gitu aja?"

Galen terdiam. Apa iya dia harus berhenti sampai disini? Semudah itu? Oh tidak tidak. Galen tidak bisa.

"Lu pikir, gua semudah itu ngelepasin dia setelah 2 tahun perjuangan gua buat ngeyakinin dia kalau gua serius? Jangan panggil gua Galen kalo gua segoblok itu." Abel hanya tersenyum menatap wajah tegas Galen.

"Gitu dong, itu baru sepupu gua." Abel menepuk-nepuk pundak Galen.

***

"Ila, ntar malam aku jemput ya?" tanya Galen pada seseorang diseberang panggilan.

"Ya jalan aja, kan sabtu malam."

"Oke, nanti aku kabarin kalo udah mau otw. Hm... Oke... Assalamualaikum.." Galen tersenyum sembari menatap layar ponsel yang terpampang foto dirinya dan gadis pujaan yang selama 2 tahun ini ia perjuangkan, tapi belum diresmikan, kasihan kan?

Namanya Ilana, Galen suka panggil Ila. Katanya biar spesial karena hanya Galen yang memanggilnya begitu.

Kenapa? Galen bucin? Oh jelas. Tidak perlu kalian tanyakan lagi hal itu. Galen memang sebucin itu sama Ilana. Di luar sana boleh saja dia sangar, wajah dingin, kaku, dan tidak bersahabat. Tapi, siapa yang menyangka sifatnya akan berubah drastis ketika ia sudah berhadapan langsung dengan sang pujaan hati, Ilana.
Kalian pasti akan berpikir, ah mana mungkin sih Galen bakal begitu.
Tentu saja mungkin, apasih yang tidak mungkin? Bubur saja bisa diaduk bisa tidak. Apalagi sifat Galen, hehehe.

[]

Barudak Tampan Squad ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang