MENCOBA MEYAKINKAN PAK KEPSEK

843 67 166
                                    

Hai...
Gue kembali 😆
Btw, selamat menjalankan ibadah puasa ya bagi teman-teman yang menjalankannya 😇

Happy reading 😉
.
.
.
.
Gue menghembuskan nafas berat yang entah keberapa kalinya hari ini. Rovan sampai menyikut lengan Guntur melihat gue yang gak bersemangat untuk melakukan aktivitas apapun hari ini.

"Kenapa sih?" tanya Rovan heran. Semenjak gue masuk ke kelas setelah mendapat sindiran berkali-kali dari Pak Kepsek membuat gue menghela nafas sepanjang jam pelajaran. Parahnya lagi, gue sampai melewatkan penjelasan Pak Sutomo tentang kepribadian anak yang baik.

Seharusnya gue mendengarkan penjelasan Pak Sutomo kan? Kali aja ada tips-tips untuk menjadi calon menantu yang baik.

"Lu kenapa sih? Dari tadi loh gue perhatiin lesu gitu. Masih sakit kepala lu?" tanya Rovan sekali lagi, sementara Guntur sudah meletakkan sendok pada mangkuk mie ayamnya. Kini pandangan mereka mulai terfokus pada gue.

Gue menggelengkan kepala. Lalu menyuapkan potongan batagor itu dengan lesu.

"Terus kenapa lesu gitu? Tadi kayaknya baru datang fine-fine aja."

"Gue gak papa kok." jawab gue sepelan mungkin, lalu mulai mengunyah batagor itu dengan ritme yang sangat lambat.

"Gak usah kayak cewek deh, punya segudang masalah, bilangnya gak papa." sindir Rovan, lalu mencomot beberapa potong batagor gue.

Memang ya, kalo jiwa tukang palak itu susah sembuhnya, lihat deh, tanpa permisi udah ambil beberapa potongan batagor gue, dan ini udah suapan ke empat.

"Untuk lu aja deh." gue mendorong piring batagor gue ke arahnya, dan di terima dengan senang hati.

"Makasih." serunya, lalu menuangkan sisa batagor di atas nasi gorengnya.

Guntur menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Rovan. Lalu meminum jus jeruknya.

"Kalo ada masalah cerita bro, ya walaupun kita belum tentu bisa bantu, seengaknya beban lu sedikit berkurang." saran Guntur.

"Hm, iya, nanti gue cerita deh." tutup gue.

"Trid, Mai, ke sini!!" seru Rovan melambaikan tangan dengan tersenyum.

Astrid membalas lambaian itu, lalu menarik tangan Maimunah menuju meja kita.

"Hai semua... Hai, my baby honey." sapa Astrid ceria, walaupun mendapatkan delikan tajam dari Rovan saat menyapa gue dengan sapaan alaynya.

Gue melirik Maimunah yang juga tengah melirik gue, sejak obrolan yang berujung pemutusan panggilan sepihak itu, kita berdua sama sekali belum pernah bertemu.

Rasa canggung tiba-tiba mendominasi gue, mengeser duduk saat Maimunah hendak duduk di samping gue. Kita semua dalam diam, kecuali Astrid dan Rovan yang kini terlibat dalam obrolan ringan.

"Kalian kok diem aja sih? Lagi pada sariawan apa?" tanya Astrid.

"Enggak sih, cuman lagi pengen menikmati makanan aja." jawab Guntur sekedarnya.

"Gue mau pesan, lu mau di pesanin apa Trid."

"Samain aja sama lu, Btw, makasih." Maimunah berdehem, lalu berdiri meninggalkan kita menuju meja ibu kantin.

"Lu kenapa?" tanya Guntur pelan, setelah kakinya berhasil menyengol betis gue di bawah meja.

"Gak papa, gue udahan ya." Pamit gue.

"Lah, ngapa tuh bocah?" tanya Rovan heran.

"Gak tau deh."

Itu obrolan terakhir yang gue denger sebelum bener-bener meninggalkan kantin.

Ku MATIMATIKA (Mati-matian ngejar kamu) END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang