06 | Kritis

451 33 0
                                    

Ada dua lelaki yang Ralissa sayangi di dunia ini selain Razel. Anres dan Dion. Jika perempuan itu masih bebas bertemu dengan adiknya, lain halnya saat merindukan Dion. Ralissa merasa jauh dan dibatasi. Setahun yang lalu Dion masuk jeruji besi atas tindak pembunuhan seorang pria bernama Yerry.

Yerry Wirawan adalah mantan suami wanita yang dicintai papanya dari seragam putih abu-abu. Dion hanya membela diri saat Yerry ingin menghabisinya, tetapi nasib sial menghampiri. Papanya itu justru tak sengaja menusukkan pisau pada perut Yerry, dan beberapa orang yang lewat beranggapan Yerry menjadi korban pembunuhan berencana. Penjelasan para saksi membuat Dion mendapat status pelaku dan menerima hukuman kurungan selama 20 tahun.

Seharusnya Dion tak dihukum seberat itu. Semua hanya salah paham. Ralissa tak pernah menerimanya hingga sekarang. Hukuman itu telah merenggut gairah hidup papanya. Hukuman itu juga membuatnya kehilangan orang yang selama ini menjadi pegangan saat terjatuh dan terluka.

"Dion Arghatama!"

Suara tegas dari salah satu polisi itu membuat Ralissa berdiri. Sebelumnya, ia yang duduk di depan ruang tahanan bersama penjenguk yang lain yang mengantre akhirnya meninggalkan tempat itu setelah nama lengkap papanya disebutkan.

Ralissa meletakkan papper bag berisi makanan di meja, memeluk erat papanya ketika sudah bertemu di suatu ruangan private. Pelukan itu berlangsung lama. Bagi Ralissa, hanya itu cara ampuh mengobati rindu pada papanya..

Begitu pelukan berakhir, Ralissa dan Dion duduk bersamaan. Sebuah meja kayu menjadi batas keduanya. Masih belum ada yang berbicara, tetapi tangan keduanya menggenggam satu sama lain. Ralissa menatap Dion dengan linangan air mata. Dion menunduk, tafakur. Keduanya sama-sama tahu jika kebersamaan ini hanya singkat. Hanya 300 detik dan tidak bisa ditambah.

Mereka tidak membuang waktu. Justru yang keduanya lakukan adalah melakukan apa yang sudah tak bisa Dion lakukan. Dion menguatkan Ralissa tentang masalahnya. Dion mengetahui semua luka putrinya. Ralissa tersenyum di tengah tangis diamnya saat Dion mengangkat wajah, menghapus air matanya. Fakta yang tak bisa dibantah, kisah cinta Ralissa tidak jauh beda dengan kisah cinta sang papa. Dion lebih berpengalaman dan lebih menyedihkan. Belum genap sebulan, Rena, wanita yang dicintai Dion menikah dengan pria lain. Ralissa tak pernah sanggup untuk memberitahukannya pada Dion hingga sekarang. "Pa," lirih Ralissa dengan bibir bergetar, merasakan betapa malangnya sang papa. Lain itu karena waktu berjalan kian menipis.

"Apa lagi? Dia nggak minta kamu aneh-aneh lagi 'kan?" Di balik mata redupnya, Dion memaksakan tegas.

"Enggak, Pa." Ralissa menggeleng. "Dua hari yang lalu aku abis jalan-jalan sama dia," ungkap Ralissa, memaksa bibirnya mengembang.

"Awas aja kalo dia menjadi-jadi terus sampai berani mukul kamu."

"Razel enggak pernah mukul aku, Pa."

Pria berpostur tinggi itu tak berkata-kata. Ralissa kembali merasakan kehangatan pada tangannya saat Dion kembali menggenggam tangannya. "Jaga diri baik-baik. Jangan cuma fokus sama dia. Fokus juga sama diri kamu sendiri."

Ralissa menggangguk haru. "Iya." Tiada kata lain selain itu untuk membuat ayahnya tenang.

Hening, Ralissa merasakan genggaman tangan Dion mengerat sebelum kemudian suara lantang yang Ralissa tak mau dengar muncul. "Habis!"

Mau tak mau Ralissa harus berpisah dengan Dion. Keduanya berpelukan singkat. Beberapa detik kemudian, polisi perempuan datang memperingati.

FOREVER RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang