shasa : 16

107 14 17
                                    

Kini kedua kakak beradik itu berada di kedai depan rumah sakit tempat sang Bunda dirawat. Dua mangkuk mie instan dan dua gelas teh manis hangat jadi pelengkap keduanya pagi ini.

Shasa yang sedang menyantap mie instan nya termenung memikirkan jalan yang harus ia ambil untuk kehidupannya di masa depan. Setelah ia tahu jika selama ini ia tinggal dengan orang tua asuh membuatnya merasa shock, bahkan membuat dirinya enggan bertemu dengan kedua orang tua angkatnya yang membuat dirinya merasa tidak nyaman, pun merasa tidak pantas untuk berada dirumah yang selama ini ditinggalinya.

Gadis bernama lengkap Shuhua Yoonalisa itu menatap sang Adik angkat dengan tatapan mata sendunya, "Thea, Kakak nggak tau lagi harus gimana buat kedepannya." lirihnya.

Athea yang masih menikmati sarapan pagi nya itu tersedak kaget, "Hah? Kenapa... soal Kak Doyoung?"

Shasa yang mendengar tanggapan Athea mulai mengernyitkan keningnya kebingungan, namun tetap mengangguk mantap. Setelah di pikir-pikir, nggak mungkin juga berbagi masalah pada nya, karena ia tahu tiap raga yang hidup sudah memiliki masalah sendiri sesuai takaran dan tak melebihi batas kemampuan.

Athea berdecak kesal, tentu saja ia merasa setengah mati jika dugaannya itu benar, "Kalian tuh, sama-sama saling suka kenapa nggak jadian aja sih? Ribet banget."

"Kakak sendiri nggak yakin kalau Doyoung punya perasaan yang sama, Thea." balas Shasa.

Athea yang mengamati wajah lesu Kakaknya itu mulai meletakkan sendok garpu nya dengan kesal, "Iya udah kalo gitu...terus, kenapa Kakak masih mau bertahan saat Kak Doyoung malah nggak peduli sama perasaan kakak-- Kakak masih sehat, kan," Athea yang baru menyadari bahwa ucapannya tadi mungkin bisa menyakiti perasaan Kakaknya sedikit merutuki kebodohannya dengan membuang nafasnya kasar, "udah nyerah aja, barangkali ini titik lelahnya Kakak." lanjutnya.

Shasa terdiam. Matanya ia sibukkan untuk mengamati para pejalan kaki yang berlalu-lalang melintasi trotoar pagi ini.

Kini matanya kembali ia fokuskan pada Athea yang mulai mengeluarkan sketchbook coklat dari dalam tas selempang kecil yang dibawanya, "Tapi, kalau sewaktu-waktu Doyoung dateng dan mulai balas perasaan Kakak gimana?"

Athea lagi-lagi berdecak kesal, "Duh, minus banget Kakak kalo bahas soal cinta. Sering-sering deh belajar soal ginian ke Athea." timpalnya tanpa dosa.

"Bahasa lo--tapi emang iya, sih."

Athea mulai menuliskan satu kata pada sketchbook yang seharusnya ia penuhi dengan gambaran sketsanya, "Nih ya, Kak... Kakak tau Indomaret, kan?"

"Tau."

"Kakak pernah liat pegawai Indomaret mengizinkan orang untuk kembalikan barang yang udah dibeli?" sambung Athea.

Shasa menggelengkan kepalanya antusias, "enggak."

"Nah, Kakak bilang gitu ke Kak Doyoung." ucap Athea sambil mengarahkan pensil kayu di genggamannya ke arah sang Kakak.

Shasa yang tak mengerti dengan ucapan Athea tadi mulai mengerutkan dahinya bingung, "maksudnya, The?"

"Ck, Maksudnya tuh, dia nggak bisa seenaknya kembali gitu aja dan mengulang semuanya dari awal--nggak segampang itu!" Jawab Athea gemas dengan sikap polos Shasa yang hanya dibalas anggukan kecil dari Sang Kakak yang masih duduk dihadapannya.

Sungguh, Athea kesal bukan main. Ia sudah lama mengira kalau Kakaknya ini pasti lebih baik dalam soal percintaan dibandingkan dengan dirinya, tapi faktanya?

Sudahlah.

Shasa mulai mengalihkan pandangannya pada jam tangan dipergelangan tangannya, "The, Kak Shasa berangkat sekarang deh kayaknya. Kakak titip Bunda ya... kalau Bunda bangun, bilangin lain kali Kakak bakal main kok, kamu juga jaga diri ya mulai sekarang.. titip salam buat Ayah juga." ucap Shasa sambil meraih ransel berukuran sedang yang sebelumnya ia letakkan di bawah meja.

[✔] SHASA | Yeh Shuhua [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang