Kau tau, ada begitu banyak bintang dilangit. Tak ada seorang pun yang bisa menghitung ada berapa titik cahaya yang berkerlap-kerlip diatas sana. Tapi aku seperti orang bodoh disini yang selalu ingin menghitung bintang itu.
"1.215, jumlah mereka banyak, bukan?"
Terdengar sangat konyol, aku hanya ingin membuktikan ucapanmu kala itu. Sangat sulit untuk mengingat bintang mana saja yang telah masuk dalam hitungan bodohku ini.
"Dan bintangku adalah yang paling terang,"
------------------
Malam ini begitu sunyi. Hanya deru mesin yang ku dengar disini. Entah apa yang membuatku ingin melangkah keluar menyusuri gelapnya malam ditemani hawa dingin yang amat menusuk tulang. Ada suatu tempat yang menarik perhatianku saat itu. Dan kau berada disana. Menyandarkan lenganmu dibesi pembatas seraya menatap langit malam Sungai Han.
Bukan maksud mengganggumu, hanya saja mataku ini kurang awas ketika ada ranting tepat berada didepanku. Aku tersandung dan kopi itu tumpah di setelan jas mu yang rapi.
"Maaf, aku tidak sengaja,"
Bukannya marah, kau malah tersenyum dan menolongku untuk berdiri.
"Kau baik-baik saja? Apa ada yang terluka?"
Aku baik-baik saja. Yang ku khawatirkan adalah penampilanmu saat ini. Ada bercak yang cukup besar di kemeja putih itu dan aku adalah pelakunya. Saat aku bertanya padamu, lagi-lagi kau menjawab dengan senyuman dan ucapan yang begitu lembut tanda kau tak apa.
Kau pergi begitu saja tanpa menuntut apapun. Aku hanya bisa melihat punggungmu yang lebar itu semakin menjauh. Dan aku tidak melakukan apapun untuk bertanggung jawab selain bertanya.
Berharap kau baik-baik saja dengan kemejamu yang kotor karena ku.
Semenjak kejadian itu, seperti ada magnet yang selalu menarikku untuk kembali melangkah dimalam hari, tepat di sana. Sungai Han sepertinya akan masuk ke list favoritku kali ini dan aku lupa sudah berapa kali aku mendatanginya. Aku selalu bertemu denganmu ditempat yang sama, dengan posisi yang sama, dengan setelan jas rapi saat kau melihat langit malam lalu. Kau tersenyum begitu pandanganmu bertemu denganku.
Americano ini mulai kehilangan hawa panasnya. Kau hanya memandang langit dalam diam. Aku hanya memperhatikan lelaki misterius ini. Apa yang sebenarnya sedang ia cari diatas sana. Aku ingin sekali membaca pikiranmu sekarang.
"Dingin?"
Sama dinginnya dengan wajahmu, akhirnya kau memecah keheningan ditelingaku.
"Bagaimana jika kita duduk disana?"
Aku hanya mengikutimu melangkah tepat dibelakang punggung lebar itu. Kau hanya berjalan tanpa berbalik kebelekang atau sekedar mengedarkan pandanganmu. Hanya lurus menatap arah didepanmu, begitulah yang ku lihat.
Sama seperti sebelumnya, kau tak banyak bicara. Mungkin sepatah atau dua patah kata itu sudah cukup bagimu. Aku tidak pula banyak berkomentar lantaran kita memang tidak terlalu dekat.
"Apa kau sering kesini?"
Tanyaku kembali kau jawab cukup dengan senyuman sekilas sebelum kau mulai berucap.
"Tidak ada tempat lain yang bisa ku datangi...."
"... untuk melihat langit,"
Kau kembali memalingkan pandanganmu kelangit, lagi. Aku hanya mengikuti penglihatanmu tanpa tau apa yang sedang coba kau lihat diatas sana. Gelap, sangat gelap. Aku sama sekali tak berkomentar tentang itu. Dan begitulah selanjutnya, kita mulai akrab. Sekedar kata akrab saja. Kau bahkan tak pernah memberitaukan namamu.
YOU ARE READING
Story Of Life
FanfictionKehidupan bukan hal sederhana, semua orang tau. Awal atau akhirnya saja yang masih menjadi teka-teki. Semua akan membaik jika kita menjalankannya dengan baik pula, bukan menyalahkan atau menyerah.