Bagian 18

48K 3.1K 44
                                    

Akhirnya setelah drama panjang yang dilalui, Nela sudah mendapatkan gelarnya sebagai Sarjana Teknik. Pelaksanaan sidang sarjana yang menghabiskan waktu hampir dua jam lamanya, mampu membuat lutut sahabatku itu lemas. Bahkan aku yang duduk didepan ruang sidang untuk menungguinya pun ikut deg-degan.

"Selamat ya sayangnya gue. Semoga ilmunya berkah," ucapku sambil memeluk erat tubuhnya.

Setelah itu aku memberikan Nela hadiah, sebuah clutch bag yang aku bungkus dan masukkan kedalam tote bag. Dan tidak lupa sebuah salempang yang bertuliskan 'Nelaemon S.T'. Segila apapun Nela, Doraemon tetap menjadi kesukaan gadis itu.

"Makasih Vi. Sayangnya gue juga sayang lo. Apalagi sudah disediakan ini, yang entah apa isinya. Semoga lo cepat nyusul. Wisuda periode terdekat, kita harus barengan. Titik!"

"Semoga ya, gue juga lagi usaha ini."

Tak seperti ketika bimbingan untuk proposal, bimbingan untuk menuju seminar hasil begitu lancar. Terkadang jadwal bimbinganku yang biasanya satu kali jadi bisa menjadi dua sampai tiga kali seminggu.

Bu Mini juga menargetkan agar aku bisa seminar hasil diakhir bulan kedua atau awal bulan ketiga setelah seminar proposal. Dan itu luar biasa membuat ku tertekan hingga bahkan dari pagi sampai malam, aku hanya berkutat dengan laptopku. Untungnya otakku bisa digunakan dengan sangat baik sehingga setiap bimbingan hanya sedikit kesalahan.

"Ayo, kita berdua foto cantik dulu. Biar posting di medsos. Sekalian lo juga posting dan tag gue ya. Lumayan bisa dilihat followers lo yang banyak itu. Siapa tau ada berondong yang suka setelah lihat foto gue."

"Siap! Nanti gue buat caption 'Yang berondong merapat, sahabat gue siap nunggu lo pada'." Aku tertawa mendengar ucapanku sendiri.

"Boleh juga, jangan sampai gak loh, Vi."

Setelah beberapa kali menjadi model dengan berbagai gaya, aku berubah menjadi tukang foto dadakan. Teman Nela itu lumayan banyak, pergaulannya menyebar luas dilingkungan universitas. Dia juga sering aktif dibeberapa acara dan kegiatan kampus.

Ketika Nela masih berfoto-foto dengan teman-teman KKN nya, aku beranjak karena tugasku menjadi tukang foto dadakan tidak diperlukan lagi. Duduk di lobi sebentar sebelum menuju toilet jurusan untuk menuntaskan panggilan alam.

"Kalau dihitung-hitung, sudah satu bulan deh sejak Nela kasih info di grup."

Ketika hendak keluar dari bilik toilet, suara seorang gadis yang berbicara membuatku terhenti. Penasaran karena gadis itu sebenarnya ingin membicarakan tentang apa.

Nela? Kenapa mereka membicarakan tentang Nela? Memangnya apa yang Nela umumkan digrup?

"Tapi gue gak lihat tuh, perut Vivian membesar," ucap suara yang sama.

Jadi ujung-ujungnya yang mereka maksud adalah aku?

"Kalau hamil tiga atau empat bulan gak terlalu kelihatan juga. Kemeja dia longgar begitu," ucap suara yang berbeda.

"Vivian mah dari dulu gue lihat dia tetap pakai kemeja longgar juga. Sudah kayak style nya dia."

Kalau dari suara yang aku dengar, mereka cuma berdua saja.

"Tapi lo gak lihat, dia juga pakai kemeja baru. Normalnya sih anak tahun akhir kayak kita, biasanya pakai kemeja lama. Pasti kemeja barunya lebih besar dari ukuran yang biasa."

Anggap saja aku gak normal kalau begitu. Apa masalahnya sih aku memakai kemeja baru? Toh suamiku punya uang, dia mampu membelikan. Tanpa diminta pun suamiku punya inisiatif sendiri.

Rasanya aku pengen keluar terus mengacak-ngacak mulut dua-duanya karena beraninya menggosipiku dibelakang. Tapi belum sekarang waktunya.

"Gue masih gak yakin dia hamil dulu sebelum nikah deh. Lo baiknya jangan asal tuduh, timbulnya fitnah, dosa loh."

Dosa karena fitnah saja dia tau. Lah memangnya gibah dapat pahala? Di toilet lagi, tempat yang banyak setannya.

"Gue tetap yakin dia MBA. Nikah dadakan begitu apalagi jika bukan karena MBA?" Aku ingin membuka pintu untuk melabrak keduanya tapi terhenti ketika mendengar kalimat berikutnya, "anak-anak lain juga pada ngomongin ini."

Anak-anak lain? Jadi sekarang aku adalah bahan gunjingan?

"Udah ah, gak usah bahas lagi. Gue mau bimbingan nih."

Aku tersentak ketika mendengar suara dobrakan pintu toilet. "Kan sudah gue jelasin sama lo pada, Vivian gak ngundang kita supaya gak memberatkan lo semua untuk datang ke rumah dia. Bahkan untuk kumpul angkatan sebentar, cuma satu dua orang yang datang karena sibuk tugas akhir, gimana mau berangkat ke kota sebelah? Kalau dia MBA, gue pasti gak akan umumin digrup kayak begitu, karena gue tau berita itu akan buat kalian mikir yang enggak-enggak. Gue biarin saja sampai Vivian wisuda dan pergi dari kota ini."

Dengan air mata yang tanpa sadar sudah mengalir, aku keluar dari bilik toilet. Ketiga gadis yang berdiri didekat westafel itu serentak menoleh dengan raut terkejut.

"Harusnya dari awal lo nanya aja langsung ke gue, gue MBA atau gak? Gak perlu omongin gue dibelakang." Aku berjalan mendekati ketiganya sambil mengusap air mataku yang keluar.

"Penikahan gue memang sudah sebulanan. Kalau gue MBA, harusnya butuh satu bulan untuk gue mempersiapkan pernikahan sebesar itu. Dan satu bulan juga untuk gue baru jujur kepada orang tua gue. Tiga atau empat bulan kan, prediksi lo?"

Aku menarik tangan kanan keduanya yang menatapku dengan tatapan malu. Menempatkan tangan mereka keatas perutku. "Coba lo rasain, perut gue buncit gak? Tekan juga boleh, ada tonjolannya gak?"

Wajah keduanya memerah malu setelah mereka menarik kedua tangannya. "Maafin gue, Vi. Gue udah mikir yang gak-gak."

"Gue minta maaf juga, Vi. Gue kemakan omongan anak-anak yang nuduh lo."

"Kalau masih gak yakin, lo bisa lihat artikel di internet. Kalau gak salah judulnya, 'Menghadiri pernikahan mewah pengusaha muda Samudera Raksa Baskoro, ini kata Andika Rindu Band'. Atau kalau mau lihat kapan tanggal-tanggal penting mulai dari pertemuan, lamaran, pertunangan dan pernikahannya lo bisa baca artikel, judulnya 'Pengusaha muda Samudera Raksa Baskoro akhirnya menikahi sang gadis impian. Sahabat: Perjuangan Raksa begitu panjang, dia menunggu sejak istrinya masih SMP'."

Aku melototkan mata tak percaya mendengar kalimat panjang Nela. "Gue belum bilang ya, artikelnya sudah sekitar satu minggu lalu keluar. Gak cuma dua sih, ada yang lain juga. Sumpah, gue bacanya baper, Vi," ucapnya disertai kekehan.

Artikel? Mungkinkah itu kerjaannya Bang Wahyu? Mungkin saja sih, selain Bang Wahyu ya siapa lagi?

Setelah kedua biang kerok yang membuatku menangis tadi keluar dari toilet, aku mencuci wajahku. "Nel, maafin gue sampai bikin lo bohong. Harusnya gue gak lupa dulu dan usaha lebih keras untuk ambil ponsel gue, pasti undangannya sampai ke tangan lo."

"Santai aja, Vi. Gue mah gak terlalu ambil pusing. Jangan terlalu lo pikirin apa yang mereka bilang. Nanti gosip nya reda juga."

Tapi bagaimana jika aku nyatanya benar-benar hamil dalam waktu dekat? Penjelasan tadi jadi kelihat tidak berguna sama sekali.

Karena juga tidak biasanya tamu bulananku sudah terlambat dua hari.

***

Aduh Vi,,, baru telat dua hari kok 🙊telat seminggu pun biasa 😂

Mas Raksa diumpetin dulu yaa 😂😂

Stay safe and healthy semuaa 😍

Semoga Suka 🤗

Salam Sayang 😘
~fansdeviyy,
P.S you can call me Dev 😉

Taken by Him [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang