Bagian XIX

2.3K 138 2
                                    

Dua hari Deliar tak ada kabar. Bintang pun menekan keinginan untuk bertanya kabar Deliar.

Saat sore, Bintang yang baru pulang dari kampus memutuskan untuk mendudukkan dirinya terlebih dulu di sofa. Melirik jam, baru pukul lima sore. Kepalanya terasa berdenyut, memiliki masalah saat ulangan sangat menguras pemikiran.

Ketukan pada pintu membuat Bintang terkejut. Ia hampir memejamkan mata tadi.

Pada ketukan kedua, Bintang menyahut. "Sebentar."

Memutar kunci dan membuka pintu. Bintang hampir terduduk di lantai melihat siapa yang datang.

Deliar.

Dengan anak kecil di gendongannya dan seorang perempuan berhijab dibelakangnya menyeret sebuah koper.

Mata Bintang berkedip beberapa kali. Menatap lurus sorot teduh yang terlihat lelah itu.

"Silahkan." Suaranya sudah terdengar serak.

Perempuan itu tersenyum begitu ramah, membuat Bintang harus membalasnya tak kalah ramah.

"Biar Bintang buatkan minum dulu." Bintang berlalu menuju dapur, menuangkan air putih pada beberapa gelas.

"Kamu baru pulang dari kampus?" Suara Deliar menyapa. Bintang menoleh sebentar sebelum mengangguk. "Iya."

Menaruh gelas di atas nampan. Bintang berlalu, ia lewati Deliar yang menatapnya.

"Silahkan diminum, Mbak." Menaruh gelas dihadapan perempuan yang saat ini memangku anak kecil yang di gendong Deliar tadi.

"Terima kasih."

"Anaknya umur berapa?" Bintang lihat anak laki-laki itu seperti berusia dua atau tiga tahunan.

"Eh." Mata perempuan itu menoleh terlebih dulu pada Deliar yang baru datang. Duduk disamping Bintang dengan tangan yang coba ia raih. Bintang membiarkan tangannya digenggam Deliar.

"Dia Sulis, pengasuhnya Hamzah. Bukan Ibunya. Anak kecil itu Hamzah, usianya sudah dua tahun. Beberapa hari ini tubuhnya panas. Setelah dibawa ke dokter, kata dokter hanya demam biasa. Tapi kalau sampai tiga hari belum turun panasnya kita dipinta untuk kembali ke dokter lagi. Alhamdulillah, panasnya sudah turun. Hamzah sudah lebih baik."

Deliar mengusap tangan Bintang dengan lembut. Membuat Bintang menatap tangan besar itu yang terasa begitu halus.

"Dia anak Kakak, Bintang." Spontan Bintang mendongak menatap Deliar. Pandangan mereka terkunci.

"Bukan anak kandung. Tapi Kakak yang merawatnya sejak lahir, Kakak yang mengazankannya, yang melihat tumbuh kembangnya sampai saat ini." Hembusan napas Deliar menjadi jeda penjelasannya.

"Ibunya korban pemerkosaan. Kakak gak tau siapa yang melakukannya. Jannah gak pernah cerita. Ia perempuan yang sama-sama dengan Kakak menempuh kuliah di Turki dan melanjutkan di Maroko. Saat di Maroko, Kakak tau dia hamil. Ia tak cerita apapun selain mengatakan dia hamil. Yang Kakak tau, beberapa bulan sebelum itu ia sempat ke luar Maroko untuk mengikuti seminar. Jannah melalui semuanya ditemani Kakak. Kakak merasa tak tega, entah bagaimana Kakak ingat kejahatan Kakak ke Kamu. Kakak berpikir, jika kamu lebih besar saat itu. Mungkin bisa seperti Jannah. Hamil lalu depresi tingkat tinggi hingga ingin membunuh bayinya sendiri. Jannah begitu tertekan, hingga ia pergi setelah satu minggu melahirkan Hamzah. Kakak merasa bertanggung jawab akan Hamzah karena itu Kakak merawatnya."

"Kenapa Kakak gak cerita apapun selama ini?"

"Kakak takut Bintang belum siap. Kakak ngerti Bintang masih muda. Baru mulai kuliah, Kakak gak mau Bintang jadi kepikiran dan ganggu Bintang. Karena itu Kakak gak cerita. Kakak pikir, mungkin lebih baik cerita nanti saat Bintang memang sudah siap. Sulis pengasuh yang baik, ia menjaga Hamzah dengan baik. Kakak rasa itu sudah cukup untuk saat ini."

"Yang istri Kakak aku bukan mbak Sulis. Kalau Hamzah sudah Kakak anggap anak Kakak sendiri, seharusnya dia jadi anakku juga. Dan tugasku merawat anak Kakak. Bukan hanya mengejar kuliah. Aku sudah siap sejak aku tau kalau menikah akan menghadirkan anak diantara kita." Deliar terpaku. Untuk pertama kalinya, ia melihat Bintang berpikir begitu dewasa.

Kuterbangkan Bintang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang