Chan tidak tahu, mengapa dirinya merasa sedih ketika melihat dua objek manusia yang sedang tertawa bersama jauh di depannya. Rasanya ingin menyalahkan rasa laparnya yang harus membuat ia pergi keluar kamar dan melihat Minho dan Jisung di sana sedang bertukar tawa.
"Ada apa denganku?" Tanya Chan pada dirinya sendiri.
Lebih dari rasa sedih, rasa yang mendominasi sekarang adalah rasa bingung. Terasa dilema sedang melanda. Aneh sekali, dia merasa marah dengan Minho yang bisa membuat Jisung tertawa sekeras dan sebebas itu namun dia juga merasakan marah pada Jisung yang bisa membuat Minho menemukan kembali tawanya, kebahagiaannya.
Minho jarang tertawa bahagia sejak waktu itu. Waktu di mana dirinya tidak bisa membendung lagi rasa suka terhadap adiknya sendiri.
"Jana!! Dia adikmu. Kalian punya darah yang sama. Darah dari ayah mengalir di tubuh kalian meski tidak dari ibu yang sama," kala itu bunda Minho berbicara nyalang setelah mengetahui jika Minho mencium bibir adiknya di rumah keluarga baru sang ayah.
Minho dan bundanya memang tidak tinggal serumah dengan sang ayah karena ayahnya sudah punya kehidupan baru, bersama istri barunya. Bunda dan ayah Minho bercerai sepuluh tahun lalu karena bunda Minho mengetahui jika ternyata dua tahun sejak kelahiran Minho, sang ayah menghamili seorang perempuan yang sejak dulu dia cintai dan telah melahirkan anak lelaki yang masih dikatakan adik dari Minho meski keluar dari rahim yang berbeda.
Sejak perceraian ayah dan bundanya pula, Minho memutuskan untuk membahagiaan orang lain karena menurutnya, semua orang yang berada di dekatnya tidak bahagia. Meski hal itu akan menyakiti hatinya tapi Minho bilang tak apa, asal orang-orang yang dia sayang dan cintai bahagia. Ah Chan rasa sebenarnya Minho selalu mendahulukan kebahagiaan orang lain sejak dirinya kecil, Chan sadar itu.
Chan meringis mengingat kenangan itu. Merasa bersalah karena pernah merasa dia yang paling menderita padahal ada orang lain yang berhak menyandang gelar itu.
"Eh Kak Biru!"
Tentu saja Chan menoleh karena seseorang memanggilnya dan dia tahu siapa itu.
"Oh, Ja..na," Chan membalas dengan terpatah karena dia baru saja memikirkan tentang pemuda yang memanggilnya itu.
"Kenapa di luar?"
Chan melirik pada Jisung yang terfokus pada gawainya dan baru menoleh pada Minho yang menunggu jawaban atas pertanyaannya.
"Hanya ingin mencari makan," jawab Chan akhirnya.
"Baiklah, hati-hati, Kak."
Baru saja Minho dan Jisung akan kembali melangkah, Chan berucap, "Oh iya, tolong jangan lupa pesanku tadi pagi ya, Ja. Tolong banget."
Chan dengan wajah bersalah setelah mengatakan kalimat itu yang sayangnya tidak dicermati oleh Minho meruntuki kebodohannya karena punya mulut yang lebih dulu bertindak daripada hatinya.
***
Minho memikirkan ucapan Chan tadi. Dirinya saat ini sedang tiduran menghadap ke atas, menyelami atap putih polos yang tidak ada ornamen apapun berbeda sekali dengan kamarnya yang ada di kampung karena banyak dihiasi oleh berbagai ornamen, saking seringnya dia menatap langit kamar sebelum tidur. Minho memang terlalu sering deep thinking waktu malam hari sebelum tidur.
Maksud Chan tadi adalah membujuk kembali sang bunda untuk membatalkan pertunangannya dan Minho.
Minho tak tahu lagi harus apa.
Kalau Chan bilang jika Minho tidak pernah berusaha untuk membatalkan pertunangan itu maka Chan salah.
Minho begitu banyak membujuk sang bunda, sampai dia capai sendiri. Semua hal telah dia coba termasuk mengais luka lama bundanya dengan mengatakan, "Jika bunda memaksa kami untuk bertunangan, maka hasilnya sudah jelas. Ayah dan bunda sudah menjelaskan semuanya pada Jana."
Lalu sang bunda menangis hebat dan bilang jika itu beliau lakukan semata-mata hanya untuk masa depan Minho. Akhirnya gagal sudah Minho membujuk sang bunda karena prioritas nomor satu Minho adalah kebahagiaan bunda, melihat bundanya menangis pilu membuat Minho memeluk erat bundanya dan tidak lagi mengungkit masalah pertunangan.
Setelahnya Minho memutuskan untuk menerima. Dipaksa sang bunda dan siap menampung kebencian Chan.
Namun ternyata seberapa banyak Chan membencinya, Minho tak pernah membenci balik. Chan terlalu banyak menorehkan kebaikan padanya sampai detik di mana dia harus terpaksa bertunangan dengan Minho dan membuatnya harus memutarbalikkan sifatnya.
Chan dalam pandangan Minho adalah lelaki bertanggung jawab meski mulutnya terlalu pedas dan menusuk.
Chan adalah orang pertama yang ada kala Minho jatuh di paling bawah masa kehidupannya yang terlampau sering di bawah. Memeluk tubuh ringkih dan siap tumbang milik Minho karena sudah dua hari lebih tidak makan dan tidur kala itu.
Saat itu tidak ada yang peduli dengan keadaan Minho. Bunda terpukul dan mengunci kamarnya sendiri setelah mengetahui fakta jika sang suami telah memiliki istri selain dirinya sedangkan ayah Surendra tidak ada kabar bahkan menanyakan Minho telah mengetahui semua atau belum saja tidak.
Kala itu, Minho sebelas tahun mengetahui jika bunda dan ayahnya tidak lagi bersama. Serta fakta jika adik kelas yang dia banggakan dan sukai adalah adiknya sendiri, Felix Surendra. Rasanya Minho kesal dengan takdir yang begitu bermain-main dengannya.
Pelukan Chan kala itu masih Minho ingat sampai sekarang. Pelukan paling nyaman yang terasa di hari-hari terburuknya.
Tetesan air bening keluar dari matanya, mau tak mau Minho harus menghapusnya.
Dia tak suka dirinya yang cengeng. Dirinya terlalu cengeng. Minho cengeng.
Minho merasakan dirinya dipeluk dari samping dan tentu saja Minho tahu siapa pelakunya.
"Tidur Kak Jana, besok kerja," bisik orang itu tepat di samping telinga Minho.
***
Sedikit demi sedikit fakta terungkap yeps
Kepikiran di ending chap ini mau buat Jana minta Sore buat jadi pacar yg akan dikenalin ke bundanya tapi baru inget kalo Jana tau Kak Biru suka Sore, gak jadi deh. Cari alur lagi ah
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambilkan Bulan | minsungchan✓
Short Story(💋) Biru, Renjana, Sore. Tiga kata, tiga manusia, tiga kepribadian. [180320ㅡ080420]