Saat sampai di dalam pesawat, Shera yang lebih dulu mengambil duduk sebelum ia menyadari siapa yang jadi teman seperjalannya kali ini. Ia cukup terkejut ketika mengetahui bahwa itu adalah Genta. Ayolah, lelucon apa lagi ini?
“Hai, Ra.” Genta menyapanya dengan senyum tipis yang ada di wajahnya. Shera hanya terdiam tanpa berniat membalas sapaan lelaki itu. Ia sudah cukup sabar dengan tidak melontarkan kata-kata kasar pada mantan suaminya ini. Seharusnya Genta menyadari ketidaknyamanan Shera setiap pria itu berada di sampingnya.
“Saya juga nggak tahu kamu yang duduk di sini, Ra. Ini murni ketidaksengajaan.” Entah dari mana datangnya pikiran Genta bahwa Shera memang tidak mau duduk bersamanya. Untung saja, lelaki itu sadar pada akhirnya.
“Ra.”
Shera sudah kemakan amarahnya. “Apa sih, Genta?!” jawabnya dengan nada cukup tinggi yang berhasil membuat beberapa penumpang pesawat domestik ini menoleh ke arahnya.
“Kamu...denger saya, kan?”
Shera memutar bola matanya malas karena menganggap pertanyaan Genta adalah pertanyaan paling tidak penting yang ia dengar.“Terakhir kita naik pesawat bareng gini, waktu kamu hamil Radja, ya?”
Sialnya, kenapa Genta terus-menerus mengingatkan Shera pada masa lalu mereka? Shera ingin bebas dari belenggu Genta, dan pria itu terus saja menyiksanya. Kenapa sangat sulit bagi Shera untuk sekejap saja melupakan Radja dan Genta.
“Waktu itu kamu belum tahu kamu hamil, dan kamu kira muntah-muntah karena masuk angin doang. Sampe pramugarinya jengkel liat kamu bolak-balik ke toilet.” Shera berusaha menulikan telinganya untuk tidak mendengar ocehan Genta yang tidak ada artinya.“Terus kamu—”
“Ta, bisa nggak sih kamu berhenti ngingetin saya tentang Radja? Dengan kehadiran kamu aja udah nyiksa saya, apalagi ditambah kamu yang selalu ngingetin saya tentang dia?” Shera kehabisan kesabarannya.
“Maksud kamu apa, sih, Ta? Kamu seneng liat saya sakit seperti ini, iya?!”
Genta terdiam. Niatnya hanya ingin menunjukkan pada Shera bahwa ia masih mengingat memori-memori kecil bersama wanita itu walau mereka sudah berpisah. Demi apapun, Genta tidak bermaksud untuk menyiksa Shera.
“Kalo kamu bilang kamu masih cinta sama saya, Ta, itu udah terlambat. Saya nggak bisa mencintai kamu lagi. Jadi, please stop, berhenti deketin saya, Gentahardja.”***
Mereka sampai di penginapan yang cukup jauh dari lokasi proyek mereka. Dikarenakan hari sudah malam, rencananya mereka akan melihat lokasi esok hari. Jadi, malam ini mereka gunakan untuk mengistirahatkan tubuh mereka saja.
Sementara itu, Genta memperhatikan Shera yang sedang berbincang—atau mungkin bercanda dengan lelaki itu di ballroom hotel. Shera terlihat bahagia, Genta bisa melihat itu dari tawanya yang lepas. Beda sekali saat Shera bersamanya, Genta bisa melihat luka hati yang mendalam.
Genta masih memperhatikan Shera saat wanita itu pergi dari hadapan Tandra dan melangkah untuk keluar hotel itu. Genta mengikuti instingnya untuk mengikuti Shera. Namun, sebelum menghampiri mantan istrinya itu, Genta lebih dulu dihadang oleh Tandra.
"Wes, buru-buru amat, Mas Bro." Genta tahu Tandra mengejeknya. "Mau kemana lo?" Tandra tersenyum miring begitu menyadari bola mata Genta terus bergulir ke arah Shera yang duduk di taman yang ada di luar hotel.
"Berisik lo." Genta menyingkirkan tangan Tandra dari dadanya yang seakan menahannya untuk menemui Shera.
"Calm down, Ta. Mbak Shera lagi nenangin diri karena lo ada di sini, udah lah, nggak usah lo usik dulu." Tandra menyadarkan Genta.
Genta berdecak kesal. Ia tidak mengikuti saran Tandra dan memilih untuk tetap menemui mantan istrina itu.
Shera masih memakai cardigan tipis miliknya saat Genta menghampiri wanita itu. Tangan Genta refleks melepas jas berwarna coklat susunya dan menyampirkannya di bahu Shera. Shera terkejut, Genta tau itu.
"Kamu..." Shera berkata canggung seraya melepaskan jas yang diberikan Genta.
"Saya takut kamu kedinginan, Ra." Shera hanya menggeleng. Ia tetap melepaskan jas itu. Rasanya, bahkan barang milik Genta yang ada di tubuhnya tetap meninggalkan rasa sakit akibat perbuatan Genta dulu.
"Saya ke kamar saya dulu. Permisi, Genta." Benar saja, Genta sudah mengusik ketenangan Shera.
"Tunggu, Ra." Genta menahan pergelangan tangan Shera. "Saya ingin mengobrol sama kamu." Shera mengerutkan dahinya heran. Apakah mantan suaminya ini mabuk hingga lupa bahwa melihatnya saja Shera sudah malas dan merasa sakit hati, dan kin pria itu mengajaknya untuk mengobrol? Tunggu, mengobrol? Apa pria ini kehilangan akalnya?
Tapi, Shera tidak sekejam itu, ia memilih untuk duduk kembali di samping Genta. "Apa?" tanyanya dengan malas. Harusnya, dilihat dari ekspresinya saja, Genta harus tau jika Shera sudah gondok setengah mati.
"Apa memang tidak ada lagi kesempatan untuk saya?" Ya Tuhan, ingin sekali Shera tertawa keras mendengarnya. Apa pria ini memiliki kewarasan?
"I'm suck of this, Gentahardja." Shera tidak peduli dengan Genta, ia memilih untuk pergi dari sana.
***
Keesokan paginya, mereka melihat lokasi pembangunan hotel dan tempat wisata yang akan mereka garap. Shera melihat ke sekelilingnya, suasana nya masih asri dan menenangkan. Bibir pantai dimana tempat mereka berdiri ini memiliki pemandangan yang amat cantik. Ia heran sendiri kenapa pantai dan daerah secantik ini belum dikenal oleh kalangan investor yang bisa meraup uang jika membuka tempat wisata di sini.
"Mbak, udah kebayang rancangannya?" tanya Lala yang ada di sampingnya.
Shera menggeleng. "Belum ada konfirmasi juga dari pihak Pak Genta." Lala mengangguk. Mereka tetap mengikuti tim mereka untuk melihat lokasi lebih lanjut.
"Mbak." Lala melirik Shera yang lurus menatap ke depan. Shera menjawabnya dengan gumaman.
"Mbak, nggak ngerasa canggung? Itu di depan mantan suami Mbak Shera loh." Lala menggoda Shera yang memutar bola matanya dengan malas mendengar penuturan itu. Iya, jika dipikir-pikir sudah pasti canggung bekerja sama kembali dengan mantan suami jika berpisah dengan tidak baik-baik. Shera merasakannya sendiri.
Shera tersenyum simpul. "Canggung-lah, pasti," ucap wanita itu dengan jujur.
"Tapi, Mbak, kalau diliat ya, Pak Genta keliatan masih sayang loh sama Mbak Shera. Kata Tandra juga, Pak Genta keliatan perhatian sama Mbak." Shera mengerutkan dahinya. Kenapa Tandra, asisten Genta itu sangat memperhatikannya? Shera memang kenal dekat dengan pria itu, namun tidak menyangka Tandra sampai melihat interaksinya dan Genta.
Shera tidak menjawab. Ia hanya mengangguk dan menganggap ucapan Lala hanyalah angin lalu.
Setelah melihat lokasi proyek mereka, mereka makan siang di restoran yang cukup jauh dari sana. Di perjalanan, entah kebetulan atau bagaimana, lagi-lagi Shera menelan gondok di hatinya karena harus satu mobil dengan Genta.
"Mbak Shera, di depan aja duduknya. Saya di belakang sama Lala," ucap Tandra seraya membukakan pintu untuknya. Ingin sekali Shera menolak, namun nanti kentara sekali jika ia sangat anti pada Genta. Tidak ingin dipandang buruk oleh karyawan yang lain, Shera akhirnya mengangguk. Ia menahn kesal dalam hatinya pada Genta, juga Tandra. Entah kenapa ia merasa Tandra seolah bersekongkol mendekatkan Genta padanya, lagipula, setahunya Tandra dan Lala tidak begitu dekat hingga harus membagi informasi tentang hubungannya dan Genta.
Setengah mati Shera kesal, lapar, dan kantuk di perjalanan yang terasa sangat panjang. Tiba-tiba ia tersentak denan uluran tangan Genta yang menyodorkan sebungkul oreo padanya. "Buat pengganjal perut kamu dulu. Saya takut kamu udah kelaparan banget." Ya Tuhan, kenapa Genta harus berperilaku seperti ini ketika Shera tidak mungkin menolaknya karena rasa lapar yang ia rasakan. Semoga, Genta tidak menganggap sikapnya selanjutnya ini denan serius.
Shera mengambil dua buah oreo yang diberikan Genta. Entah darimana lelaki itu mendapatkannya. "Makasih."
Hanya itu jawaban dari Shera, namun mampu membuat Genta tersenyum seperti orang gila di sepanjang jalan.***
TBCKomen lah yaa komenn mwehhe
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amour L'emporte [Complete]
General Fiction"I don't see any reason why we have to be together, still." "But, i still want you. That's the only reason." *** Sheravina Anjani Sanjaya tidak percaya lagi pada suaminya--Gentahardja Revan Subroto setelah semua hal yang telah dilakukan oleh pria it...