Kalau bisa, rasanya aku ingin sekali tertawa sekeras mungkin. Tapi aku tahan dan memilih untuk berpura-pura tidur.
Mas Raksa masuk kedalam kamar hotel dengan langkah kaki pelan. Mas Raksa mungkin berpikir aku sudah tidur karena saat ini aku sudah berbaring ditempat tidur dengan posisi nyaman.
Lampu kamar sengaja aku matikan. Untuk memberi sedikit penerangan, aku biarkan lampu diatas nakas hidup.
Setelah masuk sepenuhnya kedalam kamar, samar-samar langkah kaki Mas Raksa terdengar menuju kamar mandi. Tak lama didalam sana, mungkin buang air dan bersih-bersih sebelum tidur.
Bunyi pintu kamar mandi kembali terbuka, sepertinya Mas Raksa sudah selesai dengan urusannya dikamar mandi. Ketika Mas Raksa ingin menutup pintu, aku sengaja menggeliat, membuat Mas Raksa seperti menghentikan kegiatannya karena aku tidak mendengar bunyi apapun. Baru beberapa menit setelahnya, Mas Raksa menutup pintu itu kembali.
Ya Allah, maafkan aku karena mengerjai suamiku sendiri.
Tadi sore, setelah aku masuk kedalam kamar, Mbak Ira mengirimi pesan. Mengatakan bahwa Mas Raksa meminta kunci kamar cadangan. Jadi tidak heran, menemukan Mas Raksa yang bisa masuk kedalam kamar.
Aku juga sengaja untuk mengunci pintu dan meletakkan kuncinya diatas nakas. Sengaja juga tidak mengunci pintu kamar dengan kunci besi yang hanya bisa dilakukan dari dalam. Aku tidak sekejam itu pada suamiku.
Awalnya aku sudah menyerah menunggu Mas Raksa. Tidak ada tanda-tanda kedatangannya. Aku pikir Mas Raksa benar-benar akan tidur dikamar lain.
Tapi ternyata Mas Raksa seperti sengaja masuk kedalam kamar ketika jam sudah hampir menunjukkan pukul sebelas malam. Tadi hampir saja aku terlelap. Namun tersentak ketika mendengar bunyi kunci dan pintu kamar yang terbuka.
Bagaimanapun juga aku sama sekali tidak serius dengan perkataanku tadi sore. Aku hanya ingin sedikit menghukum Mas Raksa dengan cara membuatnya kesal. Nyatanya Mas Raksa terlihat frustasi karena secara tidak langsung aku seperti tidak memberikan haknya.
Hal itu aku lakukan agar Mas Raksa bisa lebih berusaha keras untuk menjaga batasannya dengan perempuan lain untuk kedepannya. Ada hati yang harus dia jaga.
Aku sebagai seorang istri, ketika melihat itu saja mungkin akan berpikiran tidak-tidak jika tidak tau kebenarannya. Apalagi jika orang lain yang mengenal mereka melihat itu? Pasti akan ada omongan buruk yang terdengar diluar sana.
Setelah beberapa saat, mungkin Mas Raksa terlebih dulu mengganti bajunya, tempat tidur terasa sedikit bergerak. Aku yang sedang dalam posisi membelakangi sisi ranjang yang kosong sambil menutup mata tau bahwa Mas Raksa sedang merebahkan badannya.
Aku tidak tau Mas Raksa sudah tidur atau tidak karena sudah tidak terdengar apapun selain bunyi detak jarum jam. Karena itu aku membuka mata tanpa membuat pergerakan.
Namun rupanya Mas Raksa masih belum tidur karena setelahnya aku dapat merasakan tangan Mas Raksa melingkari pinggangku.
"Belum tidur ternyata," gumam Mas Raksa.
Hembusan nafas Mas Raksa terasa jelas di tengkukku. Membuatku merinding seketika. "Mas lupa kalau aku bilang cari kamar lain?"
Mas Raksa menarik tubuhku mendekat kearahnya. Membuat punggungku melekat tanpa jarak dengan dada nya. Dagu Mas Raksa menempel dipuncak kepalaku.
"Masa kamu tega sih sayang, biarin Mas tidur sendirian?" rajuk Mas Raksa.
"Salah Mas yang buat aku begitu."
"Kamu kalau cemburu menakutkan ya? Tapi Mas bahagia kalau kamu cemburu. Rasanya begitu dicintai."
Aku menganggukkan kepala. "Bahkan aku bisa lebih kejam dari ini loh Mas," ucapku mengingatkan.
"Tadi saja kamu sudah benar-benar kejam, sayang. Sampai Selena dan Mas jadi frustasi."
"Jadi? Mau pindah ke kamar lain sekarang dan besok baru kasih penjelasan, atau mau menjelaskan perihal kejadian tadi saat ini juga?" tawarku.
"Sekarang saja, tapi hadap sini kamu nya," ucap Mas Raksa sambil memegang bahuku.
Aku menggelengkan kepala. "Begini aja Mas, nyaman soalnya." Aku menarik tangan Mas Raksa untuk melingkari tubuhku.
Tapi Mas Raksa malah membalikkan tubuhku secara paksa hingga menghadap sepenuhnya kearah suamiku itu. Kemudian Mas Raksa menarikku dan memelukku erat. Aku membenamkan wajahku ke dadanya.
"Begini lebih nyaman kan?" tanya Mas Raksa yang aku balas dengan anggukan.
"Jadi?" tanyaku sambil mengadahkan kepala.
"Teman Mas tadi, kalau kamu lupa namanya Adrian. Adrian bilang dia hampir sampai di hotel, dia minta Mas untuk tunggu dilobi. Karena dia mungkin tidak akan lama jadi Mas tunggu. Lalu, melihat Mas di lobi Selena datang menghampiri. Dia duduk dan ngajak ngobrol seperti biasa. Waktu sudah buat Mas gak nyaman karena duduknya mulai dekat banget, Mas sudah pindah, tapi dia nya tetap ikut."
Mas Raksa menghela nafas. "Mas kirim pesan kepada Adrian agar Mas tunggunya di kamar. Tapi dia bilang sudah dekat banget. Waktu Mas bilang ada Selena yang buat Mas gak nyaman, Adrian nyuruh agar Mas tahan Selena disana. Kalau kamu gak percaya kamu bisa baca pesan Adrian di ponsel Mas."
Aku mengangkat kepala. Mensejajarkan wajahku dengan wajah Mas Raksa. "Gak perlu, aku percaya kamu Mas. Sebenarnya Selena kenapa Mas? Aku dengar psikis nya terganggu."
Mas Raksa mengelus kepalaku. "Selena itu istri Adrian. Mereka belum resmi bercerai karena Adrian tidak mau mengurus perceraian karena masih cinta. Adrian hanya berpura-pura telah menceraikan Selena didepan teman-teman lain padahal tidak mengurusnya sama sekali. Selena pun tidak mau melakukannya karena takut media akan tau dan berdampak kepada karirnya."
"Sejak menikah, Adrian baru tau sifat Selena yang suka mencari perhatian. Apa lagi, semua yang dilakukannya merujuk kepada gejala histrionic personality disorder. Ketika Adrian ingin membawa Selena untuk psikoterapi atas saran psikolog yang didatanginya, Selena marah dan sering meminta cerai. Adrian menyetujuinya dan keluar dari rumah. Menurutnya Selena dan dia butuh waktu."
Aku menatap Mas Raksa tak percaya, kondisi Selena separah itu?
"Kemudian Selena mulai mendekati kami, teman-teman Adrian secara pribadi. Adrian tau itu dan meminta kami untuk tetap bersikap baik padanya, selama Adrian mencoba mendekati Selena pelan-pelan karena Selena sering kabur ketika Adrian menemuinya. Rupanya yang lain menyerah duluan dan tinggallah Mas yang dipercayai Adrian. Karena itu tadi Mas menahan Selena agar Adrian bisa membawanya. Tapi entah apa yang kamu katakan padanya tadi, Selena tiba-tiba menjadi penurut. Bahkan Adrian begitu kaget melihat Selena yang tidak menunjukkan tanda-tanda untuk memberontak ketika menjemputnya ke kamar."
"Aku tak pernah menduga Selena seperti itu. Selama ini dia terlihat normal dan menyebalkan," gumamku sambil mengingat-ingat kelakuan Selena.
"Jadi pesan apa yang dikirim Selena dan kenapa dia mencoba menghubungi kamu?"
Aku tersenyum lebar, "Anggap saja sebagai caranya untuk mendapatkan perhatianku."
Mas Raksa terkekeh. "Jadi, Mas sudah dimaafkan bukan?" tanya Mas Raksa dengan senyum miringnya. Mulai menunjukkan tanda-tanda yang menjurus kepada sesuatu.
Aku pura-pura menguap, seakan-akan mengantuk. "Sudah Mas. Mas ternyata gak salah-salah banget."
Mas Raksa mengabaikan perbuatanku. Segera dia duduk dan menghadap padaku. Tangannya menarik selimut yang menutupi tubuhku dan meletakkannya didekat kakiku. Kemudian Mas Raksa menuntunku duduk. Memegang ujung gaun tidurku dan menariknya hingga terlepas dari tubuhku. Semua itu dilakukannya dengan tergesa-gesa.
"Sekarang kamu yang dihukum karena sudah berpikiran yang tidak-tidak kepada Mas," ucap Mas Raksa yang kemudian menyerangku dengan sentuhannya yang memabukkan.***
Stay safe and healthy semuaa 😍
Semoga Suka 🤗Salam Sayang 😘
~fansdeviyy,
P.S you can call me Dev 😉

KAMU SEDANG MEMBACA
Taken by Him [Tamat]
RomanceTaken by Him merupakan cerita lengkap dari 'Taken by Him (Oneshoot)' Ketika sampai dirumah, Vivian dikejutkan dengan berita pernikahannya yang akan digelar seminggu dari kepulangannya itu. Jika bisa menunda, mungkin Vivian lebih memilih menundanya d...